Fourteen - A Threat

4.7K 477 18
                                    

Aku gak pandai basa-basi jadi selamat membaca :)

"Everything would be very happy if there were no bad things

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Everything would be very happy if there were no bad things. But is it okay for destiny to be above everything."

***

Berlin, Jerman.

Alardo menatap hiruk pikuk kota Berlin dengan secangkir kopi americano ditangannya. Wajahnya terlihat sangat serius dengan mata tajam yang sedikit memicing.

Sejak semalam pikirannya terganggu karena kemunculan Lionil Christiper. Alardo bukan orang bodoh yang akan menganggap kemunculan Lionil di perusahaannya adalah kebetulan. Alardo yakin pria itu sengaja melakukannya agar Alardo mengetahui bahwa dia sudah bebas dari penjara. Dan juga, untuk menandakan jika permusuhan antara mereka masih belum berakhir. Alardo harus mulai waspada karena saat ini Lionil pasti sedang menyusun rencana untuk membalaskan dendam kepadanya.

"Tuan!"

Suara Enco yang memanggilnya membuat Alardo tersadar dari lamunannya. Lalu ia menatap Enco dari pantulan kaca di depannya.

"Apa yang kau dapat?" Tanya Alardo tanpa membalikan badannya.

Enco mengangguk. "Lionil Christoper, pria itu keluar dari penjara beberapa bulan lalu. Lebih cepat dari hukuman yang seharusnya. Dan dari informasi yang kita dapat saat ini dia kembali menjadi ketua mafia yang berada Di Rusia."

Alardo tersenyum smirk. "Sudah kuduga! Perketat semua perusahaan, jangan biarkan dia kembali masuk ke dalam perusahaanku."

"Baik tuan!" Ucap Enco.

Alardo lalu berbalik. "Bagaimana dengan Dizzi? Hari ini dia sama sekali tidak membalas pesan yang aku kirim. Apakah terjadi sesuatu?"

Enco menggeleng. "Kay memberitahuku jika Nona Dizzi pergi ke Desa Mittelbergheim kemarin."

Alardo mengangkat ujung bibirnya, lalu mengecap kopinya dengan santai. "Sepertinya, dia menantangku!"

"Sebelum itu, Nn. Dizzi juga menemui Diego di rumah sakit dan mengantarnya pulang ke kediamnya." Lanjut Enco.

Alardo mendengus. "Siapkan pesawat. Kita kembali sekarang!"

Enco mengangguk lalu pergi dengan cepat.

Alardo tersenyum picik lalu melempar cangkir kopi ditangannya hingga menjadi berkeping-keping. "Aku tidak akan mengampunimu kali ini!"

***

Paris, France.

Hari kedua di Desa Mittelbergheim, Dizzi membantu Frans dan Irene melayani pelangan yang datang walaupun mereka sudah melarangnya. Sedangkan Abby, wanita itu duduk di sudut kedai dengan dengan laptop di depannya. Wanita itu sangat sibuk karena harus membatalkan beberapa jadwal Dizzi hari ini.

The Devil PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang