08

11 3 1
                                    

Jangan coba-coba jadi diriku, kamu.. kamu tidak pantas merasakan patah, aku tidak akan membiarkan itu terjadi


Aku kan sudah bilang bahwa aku akan menyelesaikan semester tiga itu dengan baik. Lihat hasilnya, benar kan?

3.48 sebuah rekor baru! Aku senang bukan main, pasalnya ini ip tertinggiku.

"Hebat bener lo. Biasanya juga goblok, kok sekarang mendadak pinter?" tanya Lucas

"Kamu tuh emang gak bisa ngeliat orang lain seneng gitu ya?" balasku

Mark yang saat ini berada di samping kananku hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Dua minggu setelah ujian, gue masih belum bisa deket sama Mark loh, Ya!" seru Lucas.

Lalu?

"Lah, yaudah deketin aja si Mark kenapa pake laporan sama aku?"

"Hah deketin gimana?" tanya Mark was-was

Lucas panik melihat Mark yang mulai menatapnya takut, "Heh, jangan mikir macem-macem lo!"

Aku tertawa melihat mereka, yang satu barbar satunya lagi polos.


Tawaku berhenti saat menemukan Dejun berdiri di depan kasir cafe ini sendirian dan menatap meja kami dengan pandangan.. marah?

Hm.

Apa karena aku muncul di hadapannya lagi? Padahal terakhir kali kami bertemu itu minggu lalu ketika aku mengantarkan kue buatanku ke rumahnya.

Baiklah aku mengaku.

Aku mulai menjauhi Dejun bukan karena dua manusia di samping kanan dan kiriku, tapi aku hanya merasa Dejun terlalu jauh.

Saat mengantar kue itu aku mendatanginya ke studio musik di dalam rumahnya. Aku melihatnya dari jendela kecil, ia sedang memainkan gitarnya.

Lambaian tanganku dibalas dingin olehnya, dia menatapku sejenak dengan tatapan "I don't give a shit, back off!" lalu menutup jendela kecil itu dengan kertas-kertasnya.

Biasanya aku tidak mudah pasrah dengan keadaan, tapi saat itu melalui tatapannya dia benar-benar terganggu akan kehadiranku.

Bunda Jessica sempat cerita, akhir-akhir ini Dejun jarang sekali bertemu dengan Nia, moodnya jadi tidak teratur.

"Mungkin dia lagi badmood, jangan di masukkan ke dalam hati ya, cantik." ucap Bunda.





Lucas menyenggol bahuku, "Dejun tuh!"

"Tau."

"Heh, itu lo lagi tanding tatap-tatapan dari jauh sama dia atau gimana?" tanya Lucas

"Dia marah?" Mark ikut-ikutan bersuara


Tatapan setajam silet Dejun berakhir saat dia memutuskan untuk mengambil minuman yang aku tebak pasti green tea latte dan keluar dari cafe ini.

"Beneran marah ternyata." ucap Mark

Lucas menoleh pada Mark, dengan cuek ia bertanya "Paranormal lo? Tau darimana coba?"

"Kedua alisnya bertemu, tatapan matanya keras dan tajam belum lagi tangan kirinya mengepal kuat."

Aku melihat Mark, "Gara-gara aku kali ya?"

"Bisa aja sih, lo kan emang dibenci banget sama dia. Tapi lo masih aja kekeh minta disa- AKH ADUH!" aku mencubit lengan Lucas dengan kuat.

"Udah gila ni cewek, liat! Liat! Liat! Ini bentar lagi biru loh, liat!" teriak Lucas histeris


Dejun memang terlalu jauh untuk kugapai.

The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang