10

19 3 0
                                    

Kutinggalkan dirimu sejenak, sebab ada raga yang pergi meninggalkanku dengan pamit lara, jeritan pilu mengiringi pelukan doa untuknya


Saat pertemuan keluarga besar biasanya Mama paling anti mengajakku. Beliau mengatakan jika aku tidak pantas ikut ke dalam pertemuan tersebut. Padahal, jelas-jelas sembilan belas tahun yang lalu aku keluar dari perutnya sambil menangis, entah apa yang aku tangisi.

Kak Hendery pun terkadang sampai mengunciku di kamar mandi kamarku dan berbohong pada Papa bahwa aku tidak ikut ke pertemuan karena aku sedang pergi bersama teman.

Tapi, itu semua tidak membuatku sakit hati.

Aku bisa paham alasan mereka tidak mau mengajakku kesana.


Aku tidak pernah memenangkan satu mendali di bidang apapun sejak aku mulai mengenal apa itu sekolah.

Aku selalu masuk ke kelas unggulan, tapi tidak pernah mendapatkan peringkat yang bagus, itu karena aku masuk ke kelas tersebut hanya agar bisa bersama dengan Dejun.

Aku tidak pernah menghasilkan uang yang dapat membelikan Mama tas chanel diamond forever ataupun Pagani Huayra untuk Papa seperti Kak Hendery.

Aku juga tidak terlalu cantik seperti Mama yang bahkan di usianya yang sebentar lagi mencapai kepala lima masih shining, shimmering, splendid.

Pada dasarnya, aku memang tidak punya apa-apa untuk dibanggakan oleh keluargaku sendiri dan aku mengakui hal tersebut.


Tapi berbeda dengan Papa.

Papa Joshua, beliau memang tidak selalu meluangkan waktunya untukku, bahkan waktu yang ia punya sangat, sangat dan sangat sedikit untukku.

Ketika Mama dan Kak Hendery menentang keras keberadaanku di pertemuan tersebut, Papa dengan senyum manisnya berada di sampingku dan membawaku ke pertemuan tersebut, walaupun berakhir dengan aku yang duduk sendirian di taman rumah besar milik sepupuku.


Aku tekankan, aku tidak sakit hati.


Hanya saja, aku kesepian.


Jika boleh mengulang waktu, aku akan tarik rasa kesepian itu dan menggantinya dengan rasa bersyukur karena selalu mendapatkan senyuman manis dari Papa.

Aku tidak suka melihat Papa saat ini.

Mata yang biasanya memancarkan keceriaan dan kewibawaan di waktu yang sama tertutup ditambah lagi dengan alat bantu pernapasan di hidungnya, pemandangan ini sangat membuatku terganggu.

Papa Josh, beliau sudah seperti itu sejak kemarin malam.


Aku bingung dan takut begitupun dengan Mama dan Kak Hendery.

Oleh sebab itu kami disini, di ruangan yang sama hanya berbeda sofa, menunggu belahan jiwa kami untuk bangun dari tidurnya.


"Sebenarnya, Papa kenapa?" aku menyebalkan bukan? Memang.

Kak Hendery melirikku, "Jantung Papa kumat lagi." jawabnya ketus

"Kok bisa? Mama bertengkar lagi sama Papa?"

Aku menyebalkan sekali, tapi aku juga penasaran.

"Gara-gara lo."

"Hendery, gak usah ditanggepin pertanyaan bodoh dari dia." ucap Mama tanpa melirikku sedikitpun.


Aku tidak mau semakin menyebalkan dan menambah dosaku karena membuat orang yang kusayangi marah.

Jadi, aku memeriksa keadaan hpku saat ini.

The ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang