FLIGHT 14

944 95 7
                                    

A G-(U/A)-Y FROM BIJIN NABE

========================


SUDAH seminggu aku berada di apartemen tanpa ada aktifitas yang lebih produktif selain olahraga pagi. Maka setelah sarapan tadi, aku mengirimkan pesan kepada Mas Julian untuk menemuinya selepas jam kantor dia. Ada satu barang yang ingin kuberikan padanya sebagai oleh-oleh dari Amerika. Bagaimanapun, meski dia sosok orang asing yang belum lama kukenal, tetapi Mas Julian justru orang asing pertama yang kutemui dan lanjut berkomunikasi semenjak aku pindah ke Jakarta.

Ia memberikan respon dengan cepat jika ia setuju dengan janji yang aku buat. Bahkan dia yang meminta agar tempat pertemuan itu dia yang siapkan.

Sekarang sudah menunjukan pukul setengah empat sore, maka kuputuskan untuk segera pergi menuju tempat kami akan bertemu di bilangan Senayan. Tepatnya di sebuah mall yang bahkan belum penah aku datangi selama aku di Jakarta.

BIJIN NABE, Plaza Senayan. 17:10.

Aku baru saja tiba di sebuah restoran khas Jepang sesuai permintaan Mas Julian. Entah kenapa aku yang meminta ketemuan tetapi dia yang malah membuat reservasinya. Jika kubaca dari pesan yang ia kirimkan dua menit yang lalu. Ia kemungkinan tiba di sini sekitar lima belas menit lagi. Maka kuputuskan untuk masuk terlebih dahulu.

"Saya sudah reserve atas nama Julian" kataku pada server yang menyambut kedatanganku.

Salah satu dari mereka pun langsung mengantarku ke meja.

Tapi sebelum itu aku disambut dengan lorong panjang dengan pencahayaan redup seolah akan ada sesuatu yang mengejutkan yang akan kudapatkan di ujung sana.

Benar saja. Sebuah chandelier yang sangat besar begitu menyita mataku. Di antara chandelier itu terselip beberapa lampion tradisional khas Jepang berwarna biru dan lonceng-lonceng warna emas berbentuk bulat yang mengingatkanku pada momen perayaan-perayaan di Negeri Matahari Terbit itu jika kulihat di film-film. Ditambah lagi dengan nuansa kayu berwarna putih yang khas Jepang itu semakin memperkuat suasana Jepang yang begitu kental. Ada sentuhan tradisional tapi tetap mewah.

Jujur saja aku ingin sekali menolak untuk bertemu di tempat ini. Secara tidak langsung, segala sesuatu yang bernuansa Jepang akan sangat menarik ingatanku pada sosok Belva.

Bagaimana kabar dia?

Aku bahkan tak tahu cara untuk bisa mengetahui kondisinya sekarang atau sekedar tahu apa yang sedang ia lakukan. Kenapa juga aku gak meminta ketemuan di tempat makan khas Korea atau mungkin khas Thailand? Terlambat. Aku sudah terlanjur berada di sini. bahkan sebelum aku memberikan solusi lain untuk bertemu, Mas Julian buru-buru memberikan balasan tentang tempat ini agar aku lebih yakin dan mau bertemu di sini.

"Bijin Nabe, specializing in Japanese Premium Collagen Hot Pot also the sister brand of Tsukada Nojo Japanese Izakaya from Japan" itulah pesan yang Mas Julian kirimkan.

Meskipun ia menyatakan jika tempat ini spesial karena merupakan sister brand dari sebuah restoran ternama di Jepang, tetap saja aku tak memedulikan soal itu. Yang ada di pikiranku semenjak tiba di sini adalah Belva. Meski perlahan, nama itu mulai tersamarkan dari pikiranku karena kini yang lebih kupedulikan adalah sesosok laki-laki yang sepertinya adalah seorang blasteran. Ia sedang duduk bersama kedua temannya tepat di sebuah meja di hadapanku. Dua temannya yang merupakan satu laki-laki dan satu perempuan duduk membelakangiku yang itu artinya laki-laki berjaket  bomber hitam dengan rambut kecoklatannya itu menghadap ke arahku.

"So, what is your favourite Jo?" Tanya salah satu temannya.

Baik, aku melihat jika mereka baru selesai makan. Lalu, aku jadi tahu jika namanya adalah Jo.

TRANSITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang