BAB 9

378 23 0
                                    

"Yasmine..Yasmine.." Angga menepuk-nepuk pelan pundak Yasmine yang kini sedang tertidur di kursi dengan ukiran-ukiran sederhana di sudut-sudutnya. Semalam ia ketiduran? Yah mungkin. Masih terlihat sisa-sisa air mata di sudut kelopak matanya yang bengkak.

"emm.." perlahan Yasmine mulai membuka mata, merenggangkan kedua tangannya kedepan. "hoam... aku ketiduran semalem waktu nyari angin" ucap Yasmine sembari mengucek pelan matanya, memperjelas pengelihatan yang masih sedikit kabur. Ia yakin Angga pasti akan menanyakan soal mengapa ia tidur disini, jadi sebelum ditanya ia telah menjelaskan. Namun, dia tidak terpikir bahwa Angga akan bertanya soal matanya yang bengkak.

"kamu nangis?" dengan pandangan yang belum berpaling dari wajah Yasmine ia terduduk di kursi yang terpisah oleh sebuah meja kecil dengan kursi yang sedang di duduki Yasmine. "kamu kalo lagi ada masalah cerita dong sama aku! aku pacar kamu" lanjutnya.

"hanya dengan predikat pacar itu nggak cukup buat mengetahui semua privasi orang" Yasmine berlalu meninggalkan Angga yang kini tengah terdiam mencerna perkataan Yasmine. Lembut, namun menyakitkan.

Pada dasarnya hubungan yang di bina tanpa cinta tak akan pernah menemui kata bahagia. Sekalipun kata tersebut telah berusaha untuk dicari dan dirangkai. Tidak perlu membina hubungan dengan orang yang sempurna, orang yang kita idam-idamkan. Hanya dengan orang yang mampu membawa kenyamanan bagi kita, itulah cinta yang selama ini kita cari. Ehm ehm aduh-__ -

Ting..tong..

Angga yang mendengar suara bel langsung bangkit dari duduknya.Yasmine sepertinya sedang berada di kamar mandi dan mamahnya sedang berbelanja di swalayan dekat apartment. Jadi, mau tidak mau Angga lah yang harus membuka pintu.

Clek.. knop pintu sudah terbuka.

"anda siapa?" tanya Angga pada seseorang yang ada di hadapannya. Seorang pria yang mengenakan celana jeans selutut dan kemeja berwarna merah ati dengan bagian lengannya yang di tekuk se-siku, topi berwarna putih menutupi rambutnya yang hitam pekat.

"Yasminenya ada? Gue temennya. Radit" Radit mengulurkan tangannya. Namun uluran itu tak dibalas oleh Angga yang malah menatap sinis Radit. "loe Angga bukan? Gue temen kecilnya Yasmine dan kebetulan ketemu di London" Radit menarik uluran tangannya dan mengikuti langkah Angga yang masuk kedalam apartment.

"tutup tuh pintu" Angga duduk di atas sofa dan menyalakan tv, sama sekali tak menggubris ucapan Radit. Sementara Radit kembali berbalik untuk menutup pintu, lalu duduk di sebelah Angga.

"Yasminenya kemana sih bro?" Radit mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan apartment yang sempat ia kunjungi sekitar 1 Minggu lalu, saat Yasmine di ambil oleh Bella.

"bra bro bra bro.. sok kenal loe. Lagi mandi" jawab Angga dengan pandangan yang masih tetuju pada layar televisi. Radit hanya meng 'o' kan jawaban Angga dan ikut fokus pada layar televisi.

Tak lama mamah Yasmine pun tiba dengan tangan kiri yang membawa satu kantong penuh belanjaan. Angga pun menghampiri dan mengambil alih kantong tersebut dari tangan mamah Yasmine yang masih berada di ambang pintu.

"Tante Maya.. masih inget nggak tante sama saya?" Radit pun ikut bangkit dari duduknya dan menghampiri mamah Yasmine, Angga yang sedang berjalan menuju dapur berbalik dan kembali memandang sinis Radit. "Fallen tante, temennya Yasmine" lanjut Radit yang melihat wajah bingung mamah Yasmine.

"ooo Fallen ya ampun dah gede ya kamu sampek pangling tante" ucap mamah Yasmine sembari menepuk pelan dahinya.

"iyalah tante masak mau kecil terus" jawab Radit sedikit terkekeh.

"haha yaudah duduk dulu yuk tante buatin minum" mamah Yasmine berlalu meninggalkan Radit. Hanya berselang 3 menit mamah Yasmine telah kembali dengan 1 cangkir kopi susu di atas nampan. "kamu udah sarapan belum? Sarapan disini aja bareng-bareng. Tuh Angga lagi buat pasta buat sarapan" mamah Yasmine menaruh cangkir yang berisi kopi susu tersebut di atas meja tepat di depan sofa tempat Radit duduk.

"udah sih tante. Tapi kalo diajak ya mau-mau aja. Nggak baik kan nolak rejeki?"

"haha kamu itu" mamah Yasmine terkekeh lalu duduk di samping Radit.

***

Bulan bersinar utuh di kanvas langit yang berwarna biru pekat malam ini, sinarnya yang remang-remang membawa secercah cahaya di sebuah desa terpencil yang jauh dengan keramaian kota. Sebuah desa yang seluruh penjurunya berisi pepohonan yang menjulang tinggi, sebuah desa yang terletak di atas tebing, sebuah desa yang berisi kawanan vampire Salvation, yah inilah ujung California.

Iqbaal tengah duduk bersila sembari memejamkan mata dan menikmati angin yang berhembus memainkan anak rambutnya, tenang dan damai itulah yang ia rasakan. Perlahan ia kembali membuka mata menatap benda yang sedaritadi ia mainkan dengan tangannya. Sebuah benda kecil yang berbentuk lingkaran menyerupai cincin dan terbuat dari tangkai ilalang yang sudah berubah kecoklatan. Itu milik Yasmine yang ia temukan di kamar, dulu ketika ia pertama kali datang ke apartment Yasmine.

"bukan orang yang sempurna yang membuatku jatuh cinta.." gumamnya masih menatap kosong cincin tersebut.

"om Iqbaal lihat aku dapat memindahkan benda tanpa menyentuhnya" suara yang sedikit cedal itu menghampiri Iqbaal sontak membuat Iqbaal menoleh ke sumber suara. "hebat" ucap Iqbaal diseriangi sebuah senyuman tipis dan jempol yang ia acungkan kemudian kembali dengan fokus awalnya, cincin.

"ya ampun om Iqbaal jangan sedih. Seperti Merry senyum terus, cepat tua lho nanti.." ucap gadis kecil itu mendekati Iqbaal, tak lupa ia membeberkan deretan gigi putihnya. Merry adalah keponakan Bastian yang memiliki darah kerajaan Ruddle, kerajaan penyihir terbesar. Yah akhir-akhir ini gadis kecil itu tengah disibukan dengan pelatihan-pelatihan sihir menjelang upacara pengangkatan ayahnya sebagai raja pendamping di kerajaan Ruddle.

"com on om moving on" lanjutnya.

Iqbaal kembali tersenyum lalu ia bangkit dari duduknya. Ia sedikit merunduk untuk mensejajarkan posisi tubuhnya dengan Merry "om Iqbaal tidak sedih kok. Merry semangat latihan ya" sembari mencium sekilas kening Merry, ia berlalu meninggalkan Merry.

Oh astaga dia meninggalkan anak kecil sendirian diatas tebing pada malam hari seperti ini. Okelah bagi mereka lebih bahaya jika meninggalkan anak kecil sendirian di tengah keramaian pada siang hari. Bukankah makhluk sejenis mereka memang berkebalikan dengan makhluk sepertiku, ngomong-ngomong makluk sepertiku itu maksudnya manusia.

"Salsha kau tau kemana Aldi?" Salsha tengah mensayat-sayat daging rusa di depan gubuk, ketika Iqbaal menghampirinya.

"dia sedang berlatih menggunakan 2 sapu terbang di dekat danau" Salsha memindahkan potongan tersebut di daun yang menyerupai piring "kau mau?" tawarnya pada Iqbaal.

"tidak. Aku akan menghampiri Aldi"

"baiklah..."

***

"sial!! Kenapa sulit sekali" umpat Aldi dengan membanting sapu terbang yang semula ia genggam.

"kau harus belajar dengan Merry"

"Oh Iqbaal?? Sejak kapan kau duduk disitu? Dasar penguntit"

Iqbaal mendengus dan menggeleng pasrah. Dia mulai membuka buku yang Aldi berikan beberapa waktu lalu. Masih ingat? Buku yang Aldi dapat dari bibi Dunken yang berisi silsilah pemilik tanda lahir bulan sabit.

"Al kenapa tak ada penjelasan tentang Yasmine disini? Hanya nama saja.. "

Aldi yang sudah duduk disebelah Iqbaal menggidikan bahunya.

"kita tanyakan saja pada bibi Dunken. Dia pasti tau"

"kita bisa ke rumah bibi Dunken sekarang? Aku akan mencari tau tentang Yasmine. Aku akan mendapatkannya semustahil apapun itu" Iqbaal menutup buku tersebut lalu berdiri, nada bicaranya terdengar sangat lantang dan penuh tekad seakan tak ada yang bisa menggentarkannya.

Beginilah Iqbaal yang kuharapkan. Pantang menyerah. Aku yakin perjuangannya tak akan sia-sia nanti.

***

"untuk membuka riwayat Yasmine kalian harus menyelesaikan tahapan ini.... "

***

Hayhay:))

Makasih yang udah mau baca:3 maaf yang bab ini makin amburadul._.

Second MinuteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang