1. Kapan Aku Bisa Memilikinya?

75 32 9
                                    

Sebelum kalian lebih lanjut untuk mulai membacanya, jangan lupa pencet bintang di pojok kiri bawah. Serta, tinggalkan komen di setiap paragraf. ')

-sausankml

_______________________________________

__________________

Gak salah untuk kenal dan akrab dengan orang baru. Selagi mereka baik, apa salahnya? Pertemanan akan selalu indah, kok. Kecuali, kalau kalian diPHP-in, ya. Itu pasti mengecewakan, hehe.

Pijar Cantika Wulandari

🌋🌋🌋

September 2019

Pasar Tradisional Bogor, 06.00 WIB.

Suara bising dan bau khas yang dimiliki oleh pasar tetap aku rasakan untuk pergi berbelanja kebutuhan pangan, layaknya ibu rumah tangga pada umumnya. Aku selalu pergi ke pasar sekali dalam sepekan. Kadang ditemani oleh suamiku atau ibuku. Kalau memiliki waktu yang banyak, kadang pula aku mengajak anakku. Tapi kali ini, aku hanya pergi sendirian. Anakku itu suka dengan jajanan pasar, kue cucur favoritnya. Sampai-sampai, hampir setiap hari aku membuat kue yang mirip dengan dorayaki tersebut.

'Eh sebentar, dompet aku ke mana?'

"Tolong, dompet saya dicopet! Tolong!" teriakku setelah menyadari dompetku yang hilang.

Aku kalang kabut mencari dompetku. Sangat panik bagiku, aku tidak siap tertimpa masalah ini. Dengan mataku, aku melihat ada seorang yang mencurigakan berlari kocar-kacir. Tanpa menebak-nebak lagi, aku pun berlari mengejar si orang tersebut yang berlari menuju gang sempit. Diikuti juga dengan warga sekitar pasar yang turut membantuku.

'Haduh, sial! Ini pasti gara-gara aku bengong.'

Lebih sial lagi si pencopet hilang dari jangkauan mata para warga. Setelah hampir satu jam berlalu, ada seorang anak kecil berjalan menghampiriku yang sedang duduk di warung. Kebetulan aku disuruh untuk beristirahat di warung kecil dekat pasar atas perintah warga sekitar. Anak kecil tersebut menunjukkan sebuah dompet berwarna merah hati kepadaku.

"Ini, Ante. Tadi atu temuin di dalan detet situ." (Ini, Tante. Tadi aku temuin di jalan deket situ).

Mataku berbinar melihat dompetku kembali. Merasa senang akan dompet yang berisi dokumen pribadiku bisa berpulang kepadaku. "Eh, alhamdulillah. Makasih, makasih banyak ya, Dek. Nama kamu siapa, Adek Manis?" tanyaku sembari menerima dompet tersebut.

Akhirnya dompet itu kembali ke genggamanku, aku segera membukanya. Tapi .... Tadaaa, kosong! Semua uangnya telah diambil oleh si pencopet. 'Ya Tuhan, ini udah gak ada uangnya sama sekali. Ya sudahlah, ikhlas-in saja. Siapa tau emang itu bukan rezekiku. Lagipula, kartu identitasku masih lengkap di dompet ini.' Aku tersenyum kepada anak itu.

"Atu? Nama atu Altika, Ante," ujar anak kecil tersebut sembari mengulurkan tangannya kepadaku. (Aku? Nama aku Artika, Tante).

Aku pun membalas uluran tangan itu. "Nama kamu lucu. Artika, ya? Kamu bisa panggil aku tante Pijar."

Ia tersenyum manis menapakkan gigi putihnya yang terlihat ompong pada gigi depannya. Mungkin, memang lagi masa pertumbuhan."Hihi, makasih, Ante. Nama ante uga lutu." (Hihi, makasih, Tante. Nama tante juga lucu).

"Iya, sama-sama," ucapku "sekarang rumah kamu di mana? Ayo, tante anter."

Aku terlupa untuk membayar teh hangat yang sudah kuminum, dengan itu aku segera menunda kepergian kami berdua. "Oh iya, tunggu sebentar ya, Artika."

Ma FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang