5. Ekskul yang Sama

40 18 6
                                    

Sebelum kalian lebih lanjut untuk mulai membacanya, jangan lupa pencet bintang di pojok kiri bawah. Serta, tinggalkan komen di setiap paragraf. ')

Xixie,
-sausankml

_______________________________________
__________________

Aku tidak pernah meminta untuk dikagumi. Tapi, apa yang didapat, wajib untuk disyukuri.

Pijar Cantika Wulandari

🌋🌋🌋

Aku berlari menuruni setiap anak tangga dengan langkah cepat. Lari cepat seperti sedang berada dalam perlombaan Asian Games. Kakiku bergerak cepat mengarah ke sekumpulan kakak kelas yang sedang mempromosikan ekskul. Di sebelahku juga ada Reni, ia juga ingin mendaftar ekskul.

"Hoss ... hoss .... Jar, pelan-pelan aja. Jangan lari," ucap Reni menghentikanku. Ia memosisikan dirinya seperti ruku' ketika salat.

"Gimana sih, Ren? Kalau kita pelan-pelan, keburu penuh pendaftarannya." Aku membantahnya dengan tanganku yang bertolak pinggang.

"Enggak, gak bakal penuh. Tenang aja," ucap Reni menepuk pundakku dan kami pun melanjutkan berjalan.

"Ya udah, ayo." Aku menarik tangan Reni, bersegera untuk mengantre.

"Eh, sabar dong, Jar. Masih capek nih," keluh Reni.

Aku melengos dongkol menatapnya. Ada rasa kasihan juga sih, karena melihat tubuh Reni yang sedikit kegemukan. Aku pun mengusulkan ideku. "Gimana kalo aku aja yang daftarin? Nanti kamu nyusul."

"Boleh deh, nih." Reni setuju dengan ideku. Ia menyerahkan formulirnya kepadaku. Ia pun segera melenggang pergi ke bangku di sekitar lapangan.

Aku melihat Reni berjalan menuju bangku terdekat, lalu beralih ke formulir yang berisi data diri siswa. Diberikan oleh sekolah saat sedang MPLS. Setiap siswa wajib untuk mengikuti ekskul, minimal satu ekskul. Itulah peraturan dari sekolahku yang diberikan pada setiap muridnya, dan itu wajib.

Aku telah menerima formulir dari Reni dan hanya bisa memakluminya. Ditambah dengan tubuh Reni yang memang sedikit berlebih, aku pun memakluminya. Mungkin, dia tak bisa berlari atau bergerak cepat dalam jangka waktu yang lama. Tapi, seburuk apa pun seseorang, jika ia pantas dijadikan teman, pasti akan kujadikan seorang teman.

Ketika Reni berjalan ke arah bangku itu, aku memandangi kepergiannya. Tubuhnya bergoyang-goyang menggetarkan lemaknya. Pikiranku buyar kosong melompong, karena sibuk memandangi bangku yang diduduki oleh Reni. Lalu, Reni? Hm, dia mengeluarkan makanan ringan dari kantong plastik yang ia bawa-bawa sedari tadi.

"Hei," panggil seorang anak cewek yang cukup mengagetkanku.

Aku gelagapan mencari sumber suara yang baru saja memanggilku. Oh, ternyata temanku dari kelas sebelah. Dia cantik, mukanya samar-samar mirip dengan penyanyi Nike Ardilla. 'Ada apa, ya?'

"Oh, kamu. Kenapa?" tanyaku padanya.

Ia sedikit melirik ke arah sekumpulan kakak kelas. "Itu, Jar. Kamu tadi diliatin sama kakak ekskul pencinta alam. Aku disuruh sampein pesannya, kamu disuruh ke sana tuh," terang dia menyampaikan pesan dari kakak pencinta alam.

'Kakak pencinta alam, kenapa? Bahkan aku belum mengenalnya. Siapa mereka? Ada perlu apa sama aku? Mau nge-bully aku-kah? Hm, tidak sepertinya, semoga. Jangan terlalu berprasangka buruk, Jar.'

"Emang iya? Masa sih?" tanyaku merasa tak percaya. Mataku sedikit melirik ke arah stand promosi milik ekskul pencinta alam. "Salah orang kali. Bukan aku." Aku menentangnya.

Ma FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang