Bab 14: Sakura no

389 41 3
                                    

Hinata melihat Sasuke, dan dirinya sendiri. Mereka berdua berada di taman, taman tidak terurus yang berada di tepian jembatan. Hinata ingat mereka berdua melewati tempat ini kemarin, dan bahkan, suara angin yang berkesiur di pagi hari, helaan napas yang pendek, dan suara tawa yang jernih, terdengar begitu nyata, seolah mereka kembali ke masa itu. Orang-orang yang melewati jalanan pergi dengan langkah kaki ringan, jadi tidak ada suara tapakan yang mengganggu.

Setelah menyelesaikan tawanya yang berdenting seperti kristal, Sasuke berdiri, dengan tenang menepuk celana dan kemejanya, dan menunduk menatap Hinata yang hanya mendongak menatapnya dari tempatnya duduk. Pria itu menyunggingkan senyuman lembut, sebelum berkata, "Sudah cukup, aku akan pergi. Sebuah malaikat akan menjemputmu. Setelahnya, kamu akan bahagia, jangan pikirkan aku."

Begitu kata-katanya selesai, Sasuke menyunggingkan seuntai senyuman tipis, kemudian berbalik dan pergi melewati jembatan di utara.

Hinata memandanginya dalam diam. Begitu punggung lurus Sasuke yang lebar tidak menyisakan apa-apa, air mata tumpah ke kaus kebesaran yang Hinata kenakan, dan dia mulai meraung-raung dengan liar saat dia menangis. Dia berdiri dan mengangkat kakinya untuk mengejar Sasuke, tapi pria itu sudah tidak ada di mana pun.

"Ikanaide[1]!!" teriak Hinata. Suaranya serak karena menangis dan napasnya terputus-putus karena berlari. Dia terus mengejar ke arah mana Sasuke menghilang, menubruk pejalan kaki lain yang hanya menatapnya dengan bingung, dan terus berlari ke arah jembatan. "Onegai, ikanaide!!"

[1] Bahasa Jepang yang berarti, "Jangan pergi!"

Pada awalnya, jembatan itu begitu dekat sampai kamu bisa meraihnya hanya dengan menjulurkan tanganmu. Akan tetapi, ketika Hinata mulai berlari dan mengejar, jembatan itu mendadak begitu jauh, terasa seolah dia berusaha menyentuh gunung dengan jemarinya dari kejauhan. Dari tempatnya, Hinata bisa melihat siluet Sasuke yang redup di ujung jembatan, dia berbalik, dan melambaikan tangannya. Hinata mempercepat larinya, berpikir bahwa dia masih bisa menahan Sasuke jika gadis itu menariknya dalam pelukan.

Akan tepat, saat jarak antara dirinya dengan Sasuke hanya sejangkauan tangan, hanya butuh mengangkat lengannya dan Sasuke akan kembali ke pelukannya, tubuh pria itu mulai bertransformasi menjadi titik-titik cahaya yang dipenuhi kilauan seperti kunang-kunang, kumpulan kunang-kunang yang dengan cepat terbang ke langit siang hari yang terang. Hinata mengulurkan tangan di balik tangisnya, mencoba menangkap kunang-kunang itu, tapi semakin dia berusaha, kunang-kunang itu semakin cepat mengepakkan sayapnya dan pergi.

Air mata, sekali lagi, jatuh ke pipinya.

***

Hinata terbangun pagi ini setelah tidur panjang. Dia masih ada di kamar yang tampak seperti bangsal rumah sakit ini, tidak ada yang berubah. Sprei di tempatnya masih berwarna biru, televisi di dinding masih bertahan dengan layar gelap, dan gorden putih yang menutupi jendela sedikit bergoyang.

Dia terbangun dengan tidak nyaman, jadi kepala Hinata berputar memusingkan. Gadis itu menyentuh pelipisnya dengan ujung jemari dan menutup mata, tapi dia menyadari bahwa pipinya terasa lengket, seolah dia menangis begitu kencang sebelumnya.

Pikirannya melayang. Dia bermimpi bertemu Sasuke. Ya, Hinata tidak bisa mengingat detailnya, tapi dia tahu bahwa pria di mimpinya adalah Sasuke, pria yang pergi dan berubah menjadi kunang-kunang.

Kunang-kunang selalu indah dan dipenuhi cahaya harapan, tapi bagi Hinata, hidupnya terasa sudah berakhir.

Apa mimpi itu? Kunang-kunang yang berkilauan di siang hari?! Bukankah itu artinya ketidakmungkinan?

Shot For The Forgetful Guardian {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang