Pagi hari masih menyisakan embun ketika angin dingin musim semi berkesiur, menggoyang dedaunan hijau yang baru tumbuh. Burung-burung yang biasanya jarang berkicau, kini terdengar begitu ramai, seolah menyambut tujuh hari yang baru di minggu pertama.
Sambil mengehela napas dan memejamkan mata untuk menenangkan perasaannya, Hinata bergumam, "Aku kudu bicara ma Papa nggak, ya??"
Diam-diam, lewat daun pintu ganda yang setengah terbuka, Hinata mengintip papanya yang tengah sibuk di depan layar laptop yang menyala. Penampilannya sedikit kacau khas baru bangum tidur dengan rambut acak-acakan, piama kusut longgar yang seolah terlihat menggantung rendah di tubuhnya, dan ekspresi serius yang biasa, membuatnya lebih terlihat lebih seperti anak kecil.
Yah, papa Hinata memang terlihat sangat muda, padahal Hinata sendiri telah duduk di bangku kelas dua SMA musim ini.
"Papa, misi," sapa Hinata akhirnya sambil melongok dan tersenyum simpul. "Ganggu nggak? Nata mo berangkat, nih."
Mendengar suara Hinata yang jernih, Papa mendongak, menyunggingkan senyum ala ala kadar setipis kertas, dan mengisyaratkan agar Hinata melangkah mendekatinya.
"Duduk!" perintah Papa.
Karena ini adalah rutinitas hariannya sebelum berangkat sekolah, sambil tersenyum simpul, Hinata berlari ke arah papanya dan duduk di pangkuannya yang terbuka, kemudian langsung mengalungkan lengannya ke leher papanya dengan manja.
Papa memeluk pinggang Hinata dan sekilas mengecup bibir gadis itu. "Nggak mau diantar?"
Hinata menelengkan kepala. "Emangnya, Papa nggak sibuk?" tanyanya dengan nada menggoda.
Sasuke tersentak dan terkekeh pelan. "Yah, sedikit," sahutnya sambil menatap nanar gunungan berkas yang harus segera diselesaikan, kemudian diam-diam menyumpahi atasannya yang telah dengan seenak bokongnya melimpahkannya jutaan pekerjaan. Dia jadi tidak bisa bermanja-manja pada Hinata Kecilnya.
Melihat papanya yang melamun, Hinata turun dari pangkuannya dan kembali tersenyum, lalu berkata, "Nggak apa, ih Papa. Nata udah gede, jadi harusnya bisa jalan sendiri ke sekolah."
"Aku cuma nggak mau kamu kenapa-napa," sahut Papa sambil menatap sendu ke arah Hinata.
Kenangan masa lalu mendadak melintas di kepala Hinata secepat kilatan cahaya. Dia tahu, saat papanya menatap matanya barusan, papanya pasti tengah mengingat kejadian tiga tahun lalu, saat mamanya tertabrak ... dan meninggal di tempat.
"Kalo Papa beneran khawatir, Nata bakal nelepon Gaara, biar dia jemput. Dianya sekolah pake mobil, loh," kata Hinata sambil terburu-buru melacak keberadaan hpnya di dalam tas.
Pandangan Papa mendadak menjadi sinis. Sambil meraih laptop ke pangkuannya, dia menyahut, "Siapa si Gara-gara ini? Pacar kamu?"
Hinata terkikik geli. "Ga-a-ra, Pa. Bukan gara-gara .... "
"Sama aja!" sahut Papa, masih bersikap sinis.
"Ya udah deh, terserah Papa. Tapi btw, dia emang pacar Nata."
Jleb!
"Pa kamu bilang?!" bentak Papa sambil menggebrak meja sehingga laptopnya jatuh dan hancur berantakan serta berkas-berkas berceceran di lantai.
Oh, tidak, laptop gue ancur!!! Batin Papa. Author, kuperintahkan kamu untuk memflashback kejadian tadi.
Author: Ta-tapi... sudah terjadi...
Papa: Kamu berani durhaka sama Papa? Kukutuk kau jadi batu menangis air!
Author: Ooh, tidaaaakkkkkk!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Shot For The Forgetful Guardian {END}
Fanfiction|FANFICTION STORY| Judul : Shot for The Forgetful Guardian Judul Alternatif: Shot Genre : Action, Drama, Friendship, Slice of Life Aired : May, 2019 Republish : May, 2020 Length : Prolog + 19 chapters + Epilog Status : Completed •Spoiler• Shot for h...