[15] NO SCARED

237 36 10
                                    

Perguruan tinggi di Jepang memulai perkuliahan di bulan April. Dari awal tahun 2020, aku sudah mulai melakukan persiapan untuk kuliah di Jepang. Aku mengambil international program yang menggunakan bahasa Inggris. Namun aku juga sudah ikut kursus bahasa Jepang agar lebih memudahkan aku selama di sana.

Toru juga banyak membantuku agar aku cepat bisa bahasa Jepang. Beberapa bulan ini dia selalu menggunakan bahasa Jepang saat berkomunikasi denganku. Melalui ponsel tentunya. Bicara soal Toru, kami belum bertemu sama sekali selama lebih dari tiga bulan.

Aku selalu melarangnya saat dia akan mengunjungiku di Jakarta disela jadwal tournya. Aku tidak mau dia membuang-buang waktu dan tenanganya untuk pertemuan yang sebentar. Hanya satu atau dua hari, lebih baik digunakan untuk istirahat.

Namun setelah tour terakhirnya di Australia, dia akan ke Jakarta untuk menemuiku. Bandnya akan diberi waktu libur yang cukup lama setelah menyelesaikan tour di berbagai tempat. Aku tidak bisa melarangnya lagi karena dia sudah memesan tiket dan besok akan berangkat.

*

Hari ini aku menjemput Toru di bandara. Harusnya sebentar lagi pesawatnya akan landing. Aku duduk sambil bermain game di ponselku hingga tidak sadar ada orang yang duduk di sampingku. Aku menghentikan atensi pada ponselku begitu merasa diperhatikan dari samping. Aku segera menoleh, itu Toru! Aku langsung memeluknya dengan girang.

"AAAAA!!! Sejak kapan kau di sini?" Aku meremas-remas wajahnya. Dia pasrah saja kuperlakukan seperti itu.

"Mmm. Aku sudah melihatmu game over tiga kali tadi."

"Kenapa tidak menghentikanku?"

"Kau terlihat sangat serius tadi. Aku tidak mau mengganggumu."

Aku semakin meremas-remas wajahnya saking gemasnya.

"Rambutmu sudah semakin panjang. Cantik." Toru mengelus rambutku.

Rambutku memang sudah melebihi bahu. "Oh yang kemarin-kemarin jelek ya?"

"Dari dulu kau masih sama. Kau tetap cerah dan akan semakin cerah." hilih

"Haesh. Jangan bicara seperti itu." Aku pura-pura fokus pada ponselku lagi.

"Kenapa? Aku suka melihat pipimu yang bersemu tiap kali kau tersipu." Toru semakin mendekatkan wajahnya hingga menutupi pandanganku pada ponsel.

"Kau mau mati?" Aku segera mendorong tubuhnya menjauh. "Ayo kita ke rumahku."

Aku mengajaknya menginap di rumahku. Karena besok kami akan berangkat lagi ke Jepang. Toru memintaku untuk ikut saja dengannya, dia akan membantuku mengurus persiapan di sana sebelum masuk universitas. Orangtuaku juga tidak keberatan dengan itu. Mereka malah senang karena ada yang menjagaku selama di sana.

Aku memperhatikan Toru saat kami sudah di rumahku. Toru memotong rambutnya pendek. Aku suka gaya rambutnya yang sekarang. Kantung matanya selalu seperti itu, namun kali ini dia terlihat lelah. Pasti lelah. Dia rela melakukan perjalanan ke sini dan besok harus berangkat lagi.

Kalau kutanya tentang kondisinya juga selalu dijawab,
Aku tidak pernah lelah kalau bersamamu.
Kondisiku jadi lebih baik setelah mendengar suaramu.
sesuatu seperti itu.

Hm. Badannya terbuat dari apa sebenarnya?

*

Ibuku memasak banyak makanan untuk makan malam. Toru makan dengan lahap tadi. Porsi makannya cukup banyak juga. Kuharap kondisinya memang baik-baik saja. Aku dan Toru saat ini sedang di kamarku. Ralat, balkon kamarku. Tenang saja, dia nanti akan tidur di kamar tamu.

Kami sedang duduk di lantai beralaskan karpet bulu. Mendengar musik bersama melalui satu earphone sambil menatap langit malam yang ditaburi bintang.

"Aku merindukanmu. Benar-benar merindukanmu," ujarnya saat musik berhenti.

"Aku juga." Aku melepas earphone yang masih menempel di telinga kami.

"Bicaralah. Ceritakan apapun yang ingin kau ceritakan. Aku akan mendengarkan semua."

"Kenapa begitu?"

"Aku suka mendengarmu bercerita. Aku suka kau berbagi apapun denganku. Aku suka saat kau bergantung padaku."

How sweet :(

"Baiklah." Aku menyandarkan kepalaku di pundaknya. Nyaman sekali. Aku ingin berlama-lama seperti ini. "Kau tahu? Sejak aku mengenalmu, aku jadi lebih menghargai waktu. Menghargai setiap waktu yang kuhabiskan bersamamu. Karena aku tahu betapa sulitnya untuk sekadar bertemu. Maka setiap detik kau bersamaku adalah saat-saat yang berharga. Seperti saat ini misalnya. Meskipun aku akan berada di Jepang untuk waktu yang cukup lama, tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Kau mungkin akan terus sibuk dengan jadwal bandmu dan aku sibuk dengan jadwal kuliahku." Aku berhenti sejenak.

"Bagaimana kalau kita tinggal bersama?" Toru berkata dengan nada tenang.

"Maksudmu?" Aku mendongak menatapnya.

"Kau tidak perlu tinggal di asrama. Tinggal di apartemenku saja. Aku akan mengantarmu kuliah tiap pagi dan akan menjemputmu saat sore. Kita bisa banyak menghabiskan waktu bersama"

"Hahaha. Kau berani izin pada orangtuaku?"

"Siapa takut?"

*

Orangtuaku setuju dengan apa yang dikatakan Toru semalam. Wah, orangtuaku benar-benar ya.

( ͡° ͜ʖ ͡°)

Katanya kami sudah dewasa untuk bertindak dan memutuskan sesuatu. Di umur kami yang sekarang memang sudah cocok untuk menikah.

"Kenapa kalian tidak menikah saja dulu?"

Itu kata ibuku saat mengantar kami ke bandara tadi. Bar-bar sekali.

Saat ini aku dan Toru sudah di dalam pesawat. Aku duduk di dekat jendela dan Toru duduk di sebelahku. Aku menyeka sisa air mataku dengan punggung tangan. Tadi aku menangis saat berpamitan pada ibu dan ayah.

Aku mencengkram sandaran tangan saat pesawat mengalami turbulensi. Aku sudah sering naik pesawat, namun tetap saja takut saat terjadi guncangan. Toru yang semula tidur juga bangun akibat guncangan ini. Dia melihatku ketakutan dan segera menggenggam tanganku. Dia tidak melepasnya hingga pesawat landing.

Kami tiba di Jepang saat sore dan langsung menuju apartemen Toru. Saat ini adalah awal musim semi, suhu udaranya masih dingin. Aku bergegas mandi dengan air hangat begitu sampai di apartemen. Sedangkan Toru langsung berbaring di ranjangnya.

Wah, ini pertama kalinya aku akan tinggal bersama seorang pria untuk waktu yang cukup lama. Aku jadi memikirkan sesuatu yang iya-iya.

( ͡° ͜ʖ ͡°)

Bercanda.

Toru tertidur saat aku hendak menyuruhnya mandi. Aku tidak tega membangunkannya. Namun kalau semakin sore nanti suhunya akan semakin dingin. Tidak baik mandi terlalu malam. Masa tidak mandi? Aku menepuk-nepuk pipinya. Dia membuka matanya sedikit.

"Kenapa?" Suaranya serak khas bangun tidur.

"Mandi dulu."

"Nanti saja." Dia menarik tanganku untuk tidur di sebelahnya.

Aku berbaring di sebelahnya dan dia memelukku dari samping.

deg deg deg

"Ayo tidur dulu. Sebentar saja."

*

Aku terbangun saat hari sudah gelap. Toru masih setia memelukku. Tangannya terasa panas. Aku menaruh punggung tanganku di dahinya. Dia demam. Aku melepaskan tangan Toru dari perutku dengan hati-hati. Lalu turun dan mengambil kompres. Dia lelah namun tetap memaksa untuk menemuiku. Jadinya seperti ini. Aku jadi merasa bersalah.

Aku menaruh kompres di dahinya lalu memberinya selimut. Toru bahkan tidak sadar selama aku melakukan itu. Entah setan dari mana, aku yang semula duduk kini sudah ikut berbaring di ranjang dan memeluknya.

*****

Toru atit:(

Arigatou, Toru-san! | Toru Yamashita [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang