[16] Smiling down

236 38 6
                                    

Hal pertama yang kulihat saat aku membuka mata adalah...
Toru yang sedang menatapku.

"Wajahmu lucu kalau sedang tidur." Dia tersenyum.

Aku segera melepas pelukanku dan duduk. "Bagaimana keadaanmu?" Aku menyentuh dahinya, suhu tubuhnya sudah turun.

"Sekarang lebih baik. Arigatou."

"Seharusnya kau tidak perlu menjemputku di Jakarta. Aku kan bisa ke sini sendiri. Sudah kubilang aku yang akan menemuimu."

"Aku sedang sakit, jangan marah-marah." Dia menarikku ke dalam pelukannya.

"Sudah pagi. Apa kau mau aku terus berbaring seperti ini?"

"Iya." hilih

Toru ini sudah dewasa. Namun kalau sedang manja kelakuannya jadi seperti bayi.

"Lepaskan dulu. Aku akan membuat sarapan."

"Memangnya kau bisa masak?"

"Tentu. Aku belajar masak dengan ibuku selama di rumah. Tapi aku belum bisa menjamin rasanya hahaha."

"Baiklah."

Aku turun dari tempat tidur dan menuju pantry. Aku mencari bahan-bahan yang bisa kumasak. Namun tidak ada satu pun bahan makanan di sini. Di lemari pendingin juga tidak ada daging atau apapun itu. Aku baru ingat, dia kan berada di Australia selama beberapa hari, pantas saja tidak ada bahan makanan di sini.

"Kau sengaja membiarkanku mencari bahan yang jelas-jelas tidak ada?" Aku menghampirinya dan dia hanya tertawa. Jail sekali.

"Hahaha. Maafkan aku. Mandilah dulu, nanti kita belanja di supermarket."

"Tidak perlu. Kau masih sakit. Aku akan belanja sendiri."

"Memangnya kau tahu di mana supermarketnya?"

"Apa gunanya ponsel?" Setelah mengatakan itu, aku bergegas mandi lalu menuju supermarket.

*

Aku berjalan mencari supermarket terdekat dari apartemen Toru. Selama berjalan, aku melihat banyak pohon dengan bunganya yang mulai bermekaran. Tidak sia-sia aku berjalan di pagi yang dingin ini.

"Huh, dingin sekali." Aku merapatkan parka yang kupakai.

Supermarket yang kucari sudah terlihat di seberang jalan. Aku menunggu lampu penyeberangan berubah warna menjadi hijau. Aku suka sekali budaya jalan kaki di Jepang. Berbeda saat di Indonesia, jalan kaki di jalanan saja dipandang aneh.

Saat sedang menyeberang, aku ditabrak dari belakang oleh pria bersepeda yang ikut menyeberang di sampingku. Pria itu sempat menoleh ke arahku, namun tetap melajukan sepedanya tanpa meminta maaf. Sangat menyebalkan.

Aku dibantu wanita di sampingku untuk berdiri, dia masih setia membantuku berjalan sampai seberang. Aku membungkuk dan mengucap terima kasih padanya.

"Kau mau ke mana? Aku bisa mengantarmu. Tapi sebaiknya kita obati dulu lukamu." Wanita itu berbicara bahasa Jepang dengan cepat.

"Pardon?"

"Oh. Kau bukan orang sini ya?" kini wanita itu bertanya dengan bahasa Inggris.

"Aku dari Indonesia. Bicaramu terlalu cepat. Aku baru belajar bahasa Jepang hehe."

"Wah kebetulan sekali," dia membalasnya dengan bahasa, "aku juga dari Indonesia. Siapa namamu?"

"Raline."

"Aku Audy. Kamu Raline yang penulis itu ya? Aku salah satu orang yang membaca karyamu," ujarnya antusias.

"Benarkah? Terima kasih."

Arigatou, Toru-san! | Toru Yamashita [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang