[19] Heartache

270 35 15
                                    

Aku sudah berada di Jakarta. Badanku sudah tidak sakit. Luka di tubuhku juga sudah mulai sembuh namun masih terdapat bekas luka samar di ujung bibirku karena banyak ditampar. Audy mengatakan kalau pria gila itu memang ada orientasi homoseksual dan sudah ditangani oleh pihak berwajib.

Pria itu terlalu cemburu karena aku tinggal bersama dengan Toru. Syukurlah pria itu tidak melakukan hal bejat lainnya selain melukaiku. Aku harus bolak-balik psikiater karena masih trauma dengan kejadian itu. Aku jadi takut kalau terlalu lama ditinggal sendiri.

Di saat seperti ini, aku membutuhkan Toru. Aku merindukannya. Aku jadi mengingat ciuman itu. Bodoh sekali. Kenapa aku mencium seorang pria lebih dulu? Dia tidak pernah menghubungiku sejak hari itu. Namun ibuku bercerita kalau Toru selalu menghubunginya dan menanyakan keadaanku.

Aku sudah menceritakan pada orangtuaku kalau hubunganku sudah berakhir. Mereka menyayangkan itu namun bisa menerima keputusanku.

"Kau yang berhak mengambil keputusan. Tapi ibu tahu sebenarnya kau tidak ingin melakukan ini. Ibu menyayangimu. Saat mendengar kabar itu, hati ibu sangat sakit. Tapi ibu tidak pernah sekalipun menyalahkan Toru. Dia bisa membuatmu bahagia. Ibu tahu kau bahagia bersamanya. Kau harus mempertahankan kebahagiaanmu," ujar ibu waktu itu.

Apakah aku harus kembali padanya? Dasar plin-plan tidak tahu malu. Aku memang akan kembali ke Jepang dalam waktu dekat. Waktu cuti kuliahku hampir habis. Aku juga sudah diberi perlindungan khusus oleh Kedutaan Besar Indonesia di Jepang jika aku kembali.

*

Aku sudah mempercayakan urusan toserba pada ibu. Aku juga sudah menghubungi Belinda dan mengatakan aku akan absen dalam urusan toko kue karena aku akan fokus kuliah. Hari ini aku berangkat ke Jepang. Sendiri.

Kondisiku sudah baik. Aku sudah berani ditinggal sendiri. Di Jepang nanti aku akan tinggal di rumah nenek Audy. Orangtuaku sudah menghubungi neneknya langsung dan mereka bersedia menampungku. Ibu masih khawatir kalau aku harus tinggal sendiri. Namun dia tidak menyarankanku untuk tinggal bersama Toru lagi.

Aku sudah sampai di Haneda Airport mencari keberadaan Audy yang menjemputku. Aku menemukannya duduk di kursi yang dulu ditempati Toru. Haesh kenapa semua hal ini mengingatkanku pada Toru. Saat di taksi juga sama. Jalanan ini, aku pernah melewatinya bersama Toru.

Urusanku dengan psikiater sudah selesai. Namun kenapa aku makin gila seperti ini?

Aku akan melanjutkan kuliahku lagi. Untuk sementara, Audy akan mengantarku setiap berangkat kuliah sebelum dia ke kampusnya sendiri. Dia juga akan menjemputku. Dia teman yang baik. Nenek dan kakeknya juga menyambutku dengan baik.

*

Kelas hari ini tidak terlalu banyak dan aku langsung menuju ke apartemen Toru untuk mengambil bukuku yang tertinggal. Aku sudah menghubungi Audy kalau kelasku sudah selesai dan akan pergi ke suatu tempat. Jadi dia tidak perlu menjemputku.

Aku berjalan dengan riang menuju pintu apartemennya. Padahal hanya ingin mengambil buku. Namun setelah sampai di depan pintu, aku malah ragu untuk menemuinya. Apa dia ada di dalam? Dia sedang apa? Aku hanya diam mematung selama beberapa menit.

Aku tersentak begitu pintu apartemen itu terbuka. Menampakkan sosok wanita. Bule berambut pirang. Cantik. Wanita itu menatapku bingung. Aku mendengar suara tawa yang kukenal di dalam sana. Pemilik suara itu muncul dan tampak terkejut begitu menatapku.

"Hai. Aku hanya ingin mengambil bukuku yang tertinggal kemudian pergi." Aku menyelonong masuk ke dalam tidak peduli dua orang itu masih setia di depan pintu. Biarlah dikata tidak sopan.

Arigatou, Toru-san! | Toru Yamashita [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang