[13] Wherever you are

272 31 4
                                    

Kami berempat sudah selesai makan dan orangtuaku sudah pamit untuk pulang lebih dulu. Kurasa mereka memang sengaja membiarkan kami agar bisa menikmati waktu berdua saja. Debar yang hadir karena Toru tidak terlihat, namun itu nyata.

"Bagaimana dengan tourmu? Kau jangan berkeliaran seperti ini. Aku khawatir padamu." Aku mencoba menatapnya. Dia terlihat sangat tampan hari ini. Penampilannya rapi, aku baru sadar dia memakai kemeja. Rambut panjangnya juga tertata, kurasa sedikit dipotong.

"Konser kami masih tanggal 20. Aku masih ada waktu untukmu." hilih

"Jangan seperti ini. Aku tidak mau menjadi penghalang dan mengganggumu dalam urusan kerja. Aku bisa menerima kalau kau memang sibuk."

"Aku tidak terganggu. Sudahlah." Dia menyerahkan satu kotak kecil berwarna merah. "Untukmu. Bukalah."

Aku membukanya. "Wah. Terima kasih. Ini sangat indah." Dia memberiku liontin emas dengan bandul bintang kecil.

"Mau kupasangkan?" tawarnya.

Aku mengangguk. "Boleh." Aku menyibak rambutku ke samping dan membiarkan Toru memasang liontin itu pada leherku. Entah aku harus berapa kali bersyukur atas nikmat Tuhan hari ini. Aku bahagia sekarang. Aku berharap dia terus di sini bersamaku. Namun aku tidak mungkin egois seperti itu.

"Besok pagi aku harus kembali. Aku hanya mendapat izin dua hari."

"Kau ada di dunia ini saja aku sudah senang. Apalagi kau di sini saat ini. Di depanku. Meskipun tidak lama, aku sangat menghargai ini. Arigatou, Toru-san. Aku mencintaimu." Kalimat itu lolos begitu saja dari bibirku. Dia tersenyum dan memelukku.

"Mmm. Bagaimana kau tahu ini hari ulang tahunku? Bahkan aku sendiri lupa. Dan bagaimana ceritanya kau bisa sekongkol dengan orangtuaku?" tanyaku saat dia melepas pelukannya.

"Rahasia." Dia menyeringai.

"Haesh. Dasar penguntit! Kau menginap di mana hari ini? Mau tidur bersamaku?"

Dia menatapku aneh.

"Eh bukan begitu maksudku. Mau tidur di rumahku? Di rumahku ada kamar tamu." Malu sekali rasanya. Kenapa bisa salah ucap seperti itu, sih? Mulut sialan.

Dia tertawa. "Aku menginap di hotel. Lain kali saja aku menginap di rumahmu. Aku segan. Ada orang tuamu."

"Lalu kalau tidak ada orangtuaku kau mau apa?" Aku melotot.

Dia tidak menjawab, alih-alih memasang wajah ( ͡° ͜ʖ ͡°)

*

Aku baru sadar sejak tadi kami berduaan dan tidak memikirkan keadaan sekitar. Maksudku, reaksi orang-orang pada kami. Mungkin di sini orang-orang tidak begitu tertarik dengan kami. Benar juga. Ini kan bukan Jepang. Mungkin tidak banyak juga yang tahu tentang kami, kecuali kalau mereka fans ONE OK ROCK.

Saat ini kami berdua sedang menunggu taksi di depan restaurant. Toru akan mengantarku ke rumah dulu sebelum kembali ke hotel. Aku berjanji padanya kalau besok akan mengantarnya ke bandara. Sayup-sayup aku mendengar suara bisikan orang-orang di sekitar kami.

"Bukankah itu Toru?"

"Benar itu Toru!"

"Wah jadi yang di berita itu wanita Indonesia?"

"Wah beruntung sekali."

Kira-kira seperti itu. Beberapa orang itu mengarahkan ponsel pada kami. Toru berusaha menutupi wajahku dengan satu tangannya. Namun aku tersenyum dan menggeleng. "Tidak apa-apa." Lalu aku mengalungkan tangannya di sekitar leherku.

Ada satu orang yang menghampiri kami. Lebih tepatnya menghampiri Toru.

"Kau anggota ONE OK ROCK, 'kan? Boleh aku berfoto denganmu?"

"Tentu." Dia melepas rangkulannya.

Hm. Seperti ini rasanya memiliki pacar seorang Artis. Aku dikacangin.

"Terima kasih. Selamat untuk kalian berdua." Orang itu tersenyum padaku dan Toru.

Sepertinya aku memang sudah siap untuk ini. Pacarku adalah seorang Artis, mau tidak mau aku harus siap wajahku dikenali banyak orang. Aku juga tidak khawatir lagi dengan respon orangtuaku, mereka tidak mempermasalahkan ini dan mendukung kami.

*

18 November 2019

Di pagi yang masih gelap, aku sudah menuju ke hotel tempat Toru menginap. Penerbangan Toru akan take off pukul tujuh. Ibu ikut bersamaku. Ayah tidak bisa ikut mengantar Toru karena harus bekerja nanti.

Ibu pindah dari kursi depan ke belakang agar Toru bisa duduk di sampingku. Ibuku memang peka dengan keinginanku hahaha. Aku membawa mobilku sendiri hari ini. Toru sudah di dalam dan kami bertiga menuju bandara.

Ibu dan Toru sedang asyik mengobrol saat aku datang membawa minuman hangat. Dua cokelat panas untuk ibu dan Toru. Satu kopi pahit untukku, dengan asap yang masih mengepul. Kami sudah berada di bandara dan menunggu take off yang masih setengah jam lagi.

"Aku baru tahu kau suka kopi?" tanya Toru saat aku meniup kopiku.

"Dia suka sekali kopi pahit sejak dulu. Ada satu sendok kecil gula pun tidak mau. Harus benar-benar pahit." Ibu menjawabnya secara dramatis.

"Oh iya. Tadi Ayah menitip salam untukmu, maaf juga tidak bisa mengantar," ujarku pada Toru.

"Tidak apa-apa. Sampaikan salamku untuk Ayah Mertua." hilih

Aku mendelik sedangkan ibu tertawa. Toru merangkul pundakku sejak tadi. Kehangatan mana lagi yang aku dustakan? ehe. Sudah jadi kebiasaannya seperti itu. Katanya badanku kecil dan enak dipeluk. Hm. Modus sekali. Namun aku suka ( ͡° ͜ʖ ͡°)

*

"Jangan uring-uringan seperti bocah! Belum jadi istri sudah seperti itu hahaha." Ibuku tertawa melihatku berguling-guling di sofa panjang.

Sudah lebih dari dua minggu sejak Toru kembali ke Jepang. Besok adalah hari ulang tahun Toru. Namun aku tidak bisa mengunjunginya ke sana. Lebih tepatnya, aku tidak akan mengunjungi Toru sebelum perusahaan ayahku benar-benar pulih. Toru juga tidak bisa seenaknya izin untuk kepentingan pribadi, karena tour ini sangat penting.

Aku sudah membeli cake strawberry dan akan melakukan panggilan video dengan Toru nanti pukul sepuluh malam. Selama menunggu sampai pukul sepuluh. Aku mengerjakan pekerjaanku. Aku melakukan promosi online untuk produk baru yang diluncurkan toko kue yang kukelola bersama teman-temanku. Banyak laporan dari toserba yang belum kutangani juga.

Sudah pukul sepuluh. Di Jepang saat ini sudah berganti hari. Aku segera menyalakan lilin di atas cake strawberry. Hari ini tanggal 7 Desember waktu Jepang, Toru berulang tahun ke 31. Aku segera melakukan panggilan video di skype. Namun tidak terhubung. Padahal aku sudah mengirim pesan pada Toru tadi. Aku mencari ponsel dan segera menghubungi Toru. Nomornya tidak aktif. Pesan yang tadi kukirim juga hanya dibaca. Dia di mana?

Aku sudah meniup lilin itu dari tadi. Aku tetap mencoba menghubunginya selama dua jam. Tetap nihil. Tidak biasanya dia sulit dihubungi seperti ini. Kalau sedang sibuk, dia pasti sudah mengirim pesan padaku agar aku tidak mencarinya.

Karena kepalaku sudah pusing, aku mengirim pesan pada Toru.

Raline: Selamat Ulang Tahun
Raline: Di mana pun kau sekarang, aku mencintaimu.

Pesan itu pun dibiarkan tidak terbaca.

*****

note: cerita ini dibuat dengan latar waktu dari tahun 2019-2020, mungkin lebih. ceritanya kalau gaada covid yak, namanya juga fanfic ehe. terima kasih sudah baca!

Arigatou, Toru-san! | Toru Yamashita [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang