17. Hitam dan Putih

10.1K 2.2K 373
                                    

Ternyata Joshua salah karena menganggap dirinya sudah berlari jauh. Menghindari segala macam bentuk duri yang bisa melukai. Padahal sesungguhnya, duri-duri itu sudah menancap di telapak kaki. Sejauh apa pun ia berlari, duri itu akan selalu berada di sana. Menyakiti tiap langkahnya.

"Kamu jahat, Ru. Kamu itu bener-bener cowok berengsek. Ninggalin aku demi cewek yang bahkan nggak lebih cantik dari aku."

Joshua sempat melirik sekitar. Orang-orang mulai menatap mereka dengan tertarik. Beberapa sudah mengeluarkan ponsel secara terang-terangan. Beberapa pelayan mengambil ancang-ancang jika terjadi keributan. Anisa di depannya menunduk semakin dalam. Jonathan di sebelahnya sudah menghilang. Teman-teman Eunice sibuk bergunjing, sedang menyiapkan umpatan untuk menyerang. Sedangkan Eunice, matanya berkaca, tubuhnya gemetaran.

"Udah berapa lama kamu selingkuh di belakang aku, Ru?"

Joshua baru tahu, ternyata mantan pacarnya ini cukup menyeramkan. Memutar balikkan fakta tanpa merasa bersalah. Menjadikan Joshua laki-laki berengsek dari sudut mana pun. Didukung dengan Eunice yang kini menangis tersedu-sedu, teman-temannya yang mencoba menenangkan, dan Anisa yang masih menunduk sambil menutupi wajah seolah ia memang bersalah karena menjadi orang ketiga.

Joshua muak. Sungguh. Namun, ia juga malas memperpanjang masalah. Enggan menghabiskan energi untuk perempuan yang sudah mengkhianatinya. Melanjutkan drama yang membuatnya makin sakit kepala.

Terserahlah. Nama Joshua memang sudah tercoreng. Persetan dengan orang-orang yang sedang merekam mereka. Joshua tidak peduli. Maka, sebelum Eunice semakin berulah dan ia akan diusir secara memalukan karena sudah membuat masalah, Joshua beranjak. Meletakkan beberapa lembar uang di atas meja. Menghiraukan Eunice, menarik tangan Anisa. Keluar dari sana.

Sayangnya, sikap cuek Joshua tidak membuat Eunice puas. Eunice tidak mau melepaskan Joshua begitu saja setelah laki-laki itu menghilang selama dua hari dan memblokir nomornya. Ada bagian yang meyakini bahwa Joshua sengaja membawa perempuan lain ke tempat favorit mereka. Yakin bahwa Joshua masih memiliki perasaan untuknya.

"Biru! Berhenti! Aku bilang berhenti! Kamu pasti udah diguna-guna, Biru! Kamu nggak mungkin ninggalin aku demi cewek yang bahkan nggak lebih cantik dari aku!"

Joshua berhenti. Semua orang yang sedang berlalu lalang berhenti, menyempatkan diri menoleh dan melihat seorang perempuan yang baru saja keluar dari tempat makan. Sibuk menggulirkan layar di ponsel seperti orang kesetanan.

"Halo ... halo ... Aris ... gue ... gue ... liat Biru sama cewek lain ... lo ... elo ... cepetan ke sini ... tolongin gue ...."

Baiklah. Duri itu memang harus segera disingkirkan sebelum menusuk semakin dalam. Persetan dengan harga dirinya yang tidak akan melawan perempuan, pikir Joshua.

Detik berikutnya, Joshua melepaskan tangan Anisa yang sedari tadi masih digenggam. Berbalik mendekati Eunice yang baru saja menutup telepon dengan wajah datar. "Oke, kalo lo mancing gue untuk nunjukin seberapa jahat dan berengseknya gue. Lo berhasil."

Tangis Eunice tiba-tiba terhenti. Matanya membulat sempurna melihat ponsel yang ia pikir tak akan dilihatnya lagi itu justru keluar dari tas Joshua. Disodorkan tepat dihadapannya.

"Hape yang gue kasih, lo simpen aja. Kalo obat penggugur elo masih nggak berhasil, lo jual lagi aja hape ini. Atau kalo masih nggak berhasil, lo minta dengan Aris. Jangan mau dihamilin tapi nggak dimodalin. Seenggaknya lo jadi cewek jangan murahan amat. Jablay aja masih dibayar."

Eunice membeku. Ponsel yang Joshua selipkan di genggamannya itu bahkan terjatuh. Mata, kamera, dan gunjingan yang tadinya ditujukan kepada Joshua, langsung berbalik arah. Menghakimi Eunice yang sudah kehilangan tenaga sambil menatap Joshua tak percaya.

BIRU SAMUDRA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang