TENTANG JONATHAN (Coming Soon)

4.2K 616 103
                                    

(Sedikit Bocoran)

Jonathan tampan. Begitulah ia menilai wajahnya tiap menatap cermin. Atau, ketika melihat adik kembarnya sendiri, Joshua. Yah, meskipun mereka tidak mirip sama sekali karena bukan kembar identik. Tapi, Jonathan bisa pastikan, bahwa ia tampan. Lebih tampan dari adik kembarnya itu.

Kata orang, jika terlahir tampan, maka setengah masalah hidup akan teratasi. Membuat onar pun, akan dianggap lumrah, manusiawi. Untung ganteng. Namanya juga manusia, pasti pernah buat salah. Dan komentar-komentar sejenis yang justru salah fokus pada area di kepala yang selalu mendapatkan perhatian nomor satu melebihi bagian tubuh lain itu. Pokoknya, kalau good looking, bisa bebas melakukan apa pun.

Seharusnya, Jonathan mendapatkan privilege tersebut karena ia terlahir tampan, 'kan?

Seharusnya, setengah masalah yang ada dihidupnya bisa teratasi dengan mudah.

Namun, ada aturan tidak tertulis lain yang mengiringi cara mendapatkan privilage dari wajah tampan tadi. Tinggi. Tidak gemuk. Kulit bersih. Dan tetek bengek yang tidak bisa dijabarkan secara detail. Intinya, selain memiliki wajah tampan, harus juga memiliki tubuh yang sempurna.

Alias tidak cacat.

Sedangkan, Jonathan cacat. Kakinya itu cacat.

Tidak. Tidak. Tidak.

Bukan cacat yang seperti itu. Jari kakinya lengkap. Memiliki sepasang ibu jari. Sepasang telunjuk. Sepasang jari tengah. Sepasang jari manis. Sepasang jari kelingking. Dan jika ditotal berjumlah sepuluh. Tidak lebih.

Kaki kirinya itu, tepat dipergelangannya, agak bengkok. Jadi, ia tidak bisa berdiri lama atau pun berjalan dengan normal. Tapi, tidak sampai memakai kruk juga. Hanya ... pincang.

Hanya.

Pincang.

Jonathan tersenyum sinis. Jika saja memiliki kaki cacat itu sebuah hanya, mungkin Jonathan tidak akan pernah terpikir mencari cara bagaimana membuat kaki saudara kembarnya juga cacat di suatu waktu. Atau, mencari kesempatan untuk membuat kaki papa patah di waktu yang lain. Atau juga, membayangkan cara membuat semua kaki manusia pincang seperti dirinya.

"Kok udah bangun duluan sebelum dibangunin?"

Jonathan yang duduk menghadap jendela, memandangi tukang kebun yang datang seminggu dua kali, dan sedang memotong rumput di halaman depan itu hanya tersenyum. Baru menoleh ketika sebuah kecupan mendarat di pipinya.

"Udah mandi juga."

Jonathan tertawa kecil. Kepalanya direngkuh dari belakang dengan gemas. Rambut yang belum kering benar itu diendus dengan rakus. Seakan-akan dari sana keluar serupa aroma daging segar di hadapan anjing betina kelaparan.

"Ini sampo yang tante beliin, ya?"

Jonathan meraih tangan yang masih memegangi kepalanya itu, diturunkan, dan diletakkan di kedua pundaknya. "Nanti kalo make-up tante pindah ke rambut saya semua, gimana?"

bersambung ....

***

Halo, terima kasih untuk kalian semua yang sudah mengikuti kisah Biru Samudra hingga bab terakhir. Membaca banyaknya komentar yang masuk, sepertinya mau tidak mau aku harus menjelaskan beberapa hal karena tidak bisa membalas satu per satu.

BIRU SAMUDRA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang