Kencan?

521 71 19
                                    

malam semua. terima kasih udah tungguin up hari ini. gak tungguin ya? ya udah gak papa deh. wakaakkakakak

*

*

"Maaf, terima kasih sudah meluangkan waktu."

Tak peduli seberapa besar Yumi berusaha menenangkan, Yoona tetap memakai tas dan berlari pergi meninggalkan tempat di mana orang-orang mencurahkan masalah dan mencari solusi. Dia berlari cepat membiarkan tubuh terhentak kala kaki menginjak bumi untuk meredam gejolak di dada. Pikiran tak diizinkan bekerja selain mengakumulasikan rasa takut dan malu.

"Yoona ah!" seru seseorang terdengar familiar hingga berhasil memperlambat laju sampai kemudian terhenti di depan salah satu gerai. "Aigoo, kau darimana? Mengapa lari kencang sekali?"

"Xiumin Oppa?"

"Wajahmu merah. Apa seseorang melukaimu?"

Gelengan kecil nan lemah membuat Xiumin menghela napas. Meski tak begitu kenal dekat tapi beberapa kali melihat Yoona keluar-masuk rumahnya menemani sang bibi, dia menaruh sedikit peduli. Apalagi dia memiliki dua saudara kandung perempuan seusia Yoona.

"Sekarang panas sekali. Apa mau minum minuman dingin? Kebetulan aku sedang lapar juga. Ne?"

Yoona menurut saja mengingat Xiumin tak begitu asing lagi. Mereka hampir selalu bertemu setiap dia berada di sisi Kim ahjumma. Keduanya jarang bicara karena saudara Kyuhyun ini sibuk bekerja dari pagi sampai malam bahkan kadang pulang larut atau tidak pulang. Tapi setiap kali bertemu Xiuman kerap memberi pandangan ramah dan murah senyum.

"Oppa."

"Ehm, ya?" sahut Xiumin sambil mengunyah makanan.

"Apa Oppa punya ketakutan tapi malu untuk membicarakannya?"

"Tentu, tapi sudah lama sekali."

"Lama? Apa berarti telah sembuh? Bagaimana cara Oppa sembuh?"

Xiumin mengulum senyum sembari meraih tisu mengusap bibir. Kini dia paham apa yang menerpa Yoona sekarang atau mungkin sudah lama dan mencapai titik puncak. Tentang sebuah rasa takut berlebihan atau bisa disebut phobia, bisa pula traumatis atas kejadian silam. Ingin mencari solusi tapi malu mengungkapkan. Sangat wajar karena siapapun bisa, sedang, bahkan sudah mengalami.

"Dulu aku takut pada ketinggian karena saat berwisata pernah melihat kejadian langsung seseorang jatuh dari air terjun dan tewas seketika karena kepalanya membentur batu. Usia saat itu sekitar sepuluh tahun dan ketakutan berlangsung menahun. Malu? Ya, pasti malu sebagai pria. Sampai kemudian sadar bahwa sebagai seorang kakak tidak pantas dihantui rasa takut berlebihan."

"Apa tidak terlalu egois?"

"Tentu bagi sebagian orang. Rasa takut itu manusiawi, tapi kadang membayangkan bagaimana jika terjadi sesuatu pada Joohyun dan Seohyun di ketinggian? Aku tidak mungkin berdiam diri. Lagi pula, bukan ketinggian yang membunuh seseorang melainkan keteledoran dan rasa takut itu sendiri."

"Jadi bagaimana Oppa menghadapi ketinggian?"

Xiumin menunjukkan telapak tangan meminta Yoona tahan sebentar agar dia bisa minum melepas dahaga. Cerita soal phobia membuat bibir dan kerongkongan kering agaknya.

"Satu-satu cara adalah menghadapi ketakutannya langsung. Jadi hampir setiap hari setelah mengelesaikan mata kuliah, aku pergi keluar balkon melihat langsung keluar dan bawah. Pelan-pelan, mulai dari lantai 2 kemudian lanjut ke lantai 3, dan seterusnya. Terhitung setengah tahun melawan diri sendiri sampai akhirnya bisa terbiasa pada ketinggian."

Yoona memanggut paham menerawang ke sepiring spaghetti aglio e olio yang baru berkurang dua suap kecil. Sekitar tiga menit ke depan tak ada suara apapun keluar dari mulut selain bunyi kecapan melahap kembali adonan mirip mie. Perpaduan bawang putih, garam, minyak sayur, lada, dan kisah Xiumin mengobati diri cukup membuat dia tenang.

Behind The Room (YoonHyun dan JiRene)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang