malam teman-teman lontong sekalian!
*
*
Tiga tahun kemudian
Seohyun menatap buket bunga mawar putih di genggaman yang diberikan Irene. Sedikit curang ketika para kaum lajang harus berkumpul dan berebut lemparan bunga, tapi dia justru mendapatkan duplikatnya langsung dari tangan pengantin setelah pesta pernikahan berakhir. Irene terkekeh melihat dia terus menatap intens buket bunga itu.
"Bunga hanya syarat dan kita sama-sama tahu apa yang sedang kau tunggu, tapi aku tetap ingin memberikannya padamu, Hyunnie. Sudah tiga setengah tahun berlalu, tinggal sebentar lagi."
"Waktu cepat berlalu, Hyunnie. Rasanya baru kemarin aku lahir dan melihatmu juga oppa sebagai kakak. Kita tumbuh bersama lalu sempat berpisah untuk mengenyam pendidikan kemudian tinggal di rumah ini lagi. Sekarang? Kau dan Jisoo baru saja melangsungkan pernikahan."
"Hahahahaha, aku menikahi wanita yang dulu membuatku marah di tempat umum. Dia yang juga muridmu. Dunia begitu sempit." Irene memeluk lengan Seohyun dan ikut menatap bunga di pangkuan adiknya. "Seohyun ah, nanti ketika kau sudah menikah, jangan tinggal jauh-jauh!"
Waktu terus berputar membawa mereka ke jalan masing-masing untuk mengenyam hidup baru. Sebagai saudara Irene takut harus berpisah jauh dari Seohyun. Meski sadar suatu hari nanti mereka tetap akan tinggal terpisah, dia tetap belum siap harus membiarkan adiknya membawa koper dan berjalan jauh darinya.
"Joohyun ah, ini hari bahagia!" hardik Seohyun pura-pura kesal walau air mata sudah bertemu. "Kau jangan menghancurkan hari sakral, pabo ah!"
Bibir Irene bergetar seraya menahan isakan tapi air mata telanjur jatuh membuat ngarai di pipi. Memang benar pernikahan adalah suci dan sakral tapi di saat bersamaan kehidupan baru pun dimulai. Prioritas sudah tidak sama dan beberapa kebiasaan harus diubah. Orang tua dan saudara tidak bisa asal masuk atau ikut campur dalam masalah.
"Jinja, hentikan, pabo! Aku tidak mau menangis," isak Seohyun membuang muka seraya mendorong Irene. "Omooo, sana kembali ke kamarmu!"
"Shireo. Tak bisa masuk sekarang," gumam Irene lagi-lagi memeluk lengan Seohyun dan membenamkan wajah basahnya di pundak.
"Pergi, menjauh! Piyamaku basah."
"Ani!"
*
"Kyeoptaaaaaa!" kagum Nicole melihat hasil ukiran Yoona yang berbentuk sepasang wanita saling mengalungkan lengan di pundak dan pinggang. "Apa itu Eonnie dan Seohyun eonnie?"
"Bukan, hehehhe, bukan kami."
"Lalu?" penasaran Nicole sambil bertopang dagu.
Soyou lalu kembali sambil membawa kain kecil putih berenda hasil latihan menjahitnya. Diberikan kain itu pada Yoona untuk dipasangkan ke kedua tubuh patung. Kini batu besar yang setinggi kurang lebih 35 senti lebih mirip sepasang pengantin.
"Kakak Seohyun dan kekasihnya yang sekarang mereka sudah menjadi pasangan sah. Kemarin adalah hari pernikahan mereka. Aku akan menitipkannya pada Seohyun nanti."
"Omoooo, apa Eonnie akan membuatkanku juga saat menikah nanti?"
"Ten-"
"Yah, memang mau menikah dengan siapa? Apa ada yang mau menikahimu?" celetuk Soyou menangkup pipi Nicole lalu ditekan membuat kedua pipi terlihat tembam seraya mengapit hidung dan mengerucutkan bibir.
"Soyou Eonniieeeeee!"
"Im Yoona! Ada tamu."
Yoona juga kedua tahanan lain menoleh ke pintu sel. Ketiganya sudah bisa menebak siapa yang disebut tamu barusan. Tamu tetap sejak pertama kali Yoona menjadi warga rutan. Bae Seohyun. Dia pun membawa hadiah ukiran yang dibuat sejak sebulan lalu mengingat waktu produktif pengasahan bakat hanya berlangsung sekali dalam seminggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Room (YoonHyun dan JiRene)
Gizem / GerilimYoona adalah sosok anti sosial dan perlahan Seohyun bisa menemukan alasan dari itu semua kecuali satu hal. Sesuatu di balik pintu yang acapkali Yoona larang ke sana. Sampai suatu hari isi ruangan terbongkar dan menguak fakta lain. *Bukan cerita horo...