xxi. don't want to be alone tonight

37.8K 7K 4K
                                    

"Bukankah pria itu aneh sekali?"

Kedua pasang mata saling beradu di dekat perapian kecil ujung ruangan. Dingin yang enggan menelusup pada akhirnya terganti oleh sahutan bara di antara empat netra manusia itu. Salah seorangnya adalah wanita tinggi berambut ikal, tepat di atas bahu kecilnya. Polesan merah yang menyatu sempurna pada permukaan bibir wanita tersebut tampak mengkilap diterjang cahaya api kecil teriring oleh seulas senyum.

Tepat pada sofa kehitaman, Mia dengan balutan gaun merah muda menyandarkan punggungnya sembari melirik pada pria yang terduduk di kursi kayu dengan susunan kertas kekuningan, sedikit lebih jauh dari pintu karena terletak di ujung ruangan.

"Siapa?" balas pria di hadapannya yang tengah sibuk tenggelam dalam narasi laporan. Sontak Mia berdecak. "Mengapa kau fokus sekali?" ujarnya sedikit tidak senang, lantas sang pria beralih menatapnya sekilas.

"Ini pekerjaanku."

Hampir saja guratan tawa tertampil kentara pada wajahnya. "Jangan bercanda," balas Mia lagi diiringi gelak tawa biasa. Pria itu hanya tersenyum tipis menanggapinya.

"Maksudku adalah Jeffrien," sambung Mia kembali sembari menatap pada tinta merah padam yang melukis kukunya indah. Meniup jemarinya pelan, Mia mengalihkan tatapan memandangi sang pria di ujung sana

"Ada apa dengan dia?" Pria itu kini melirik Mia ingin tahu. Sudah cukup lama mereka tidak kembali bertemu membuat pria tersebut tak lagi pernah mendapatkan info apa pun dari Mia.

Mia mengendikan bahunya singkat. "Sepertinya dia tidak tertarik denganku."

Sang lawan bicara terhening sejenak sebelum pada akhirnya memasang senyum sarkastik. "Bukankah kau bisa membuatnya luluh?" Mia langsung menoleh mendengar hal tersebut. "Dengan cara apa? Oh sayang, jangan katakan bila aku harus menggunakan cara itu?"

Satu detik. Dua detik. Mia masih turut terdiam menunggu lontaran jawaban yang akan pria berbaju hitam itu katakan. Tatapan sang lawan bicara terlihat cukup serius. Mia kini kembali tertawa. "Tidak. Kali ini aku tidak akan menggunakan cara itu. Rasanya akan berbeda jika aku berusaha sendiri, bukan?"

Sontak pria itu mengembuskan napas tidak mengerti. Mia bukanlah sosok yang dapat ia tangani sama sekali. Sungguh wanita yang menyusahkan. Disaat jalan mudah telah terpampang nyata di hadapannya, ia justru memilih untuk melalui rute yang paling jauh dan sukar.

"Tapi apakah aku tidak cantik?" Mia bertanya dengan nada pelan yang terhiring lembut oleh angin hangat tak kasat mata di antara kedua insani yang tengah bertukar cakap.

"Kecantikanmu tidak perlu diragukan," balas pria itu lagi setelah matanya kembali terpaut pada laporan di atas meja.

"Lantas mengapa Jeffrien tidak menyukaiku?" Sejujurnya, tanpa perlu mendengar jawaban yang terucap, Mia sendiri telah tahu jelas karena tidak ada manusia lain yang mengetahui Jeffrien lebih dari apa yang ia tahu. Kendati demikian, wanita itu tetap menatap sang pria dengan mata yang tampak berbinar tertimpa kilat perapian.

"Kau tahu jawabannya, Mia."

Lagi-lagi, tawa terhambur dari bibir merahnya. "Apa kau ingin mengejekku dengan menyebut nama itu?" tanya Mia yang hanya dibalas segaris tipis senyuman di ujung sana.

"Omong-omong, apa tidak ada yang melihatmu datang ke sini?"

Guratan pasti yang terbalut dengan kepercayaan diri tampil begitu kentara di wajahnya. "Kau meragukanku, sayang?"

ICARUS HAS FALLEN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang