"Woi Bin, mana orangnya? Kaki gue pegel nih keliling kampus buat nyari dia doang," keluh Yeonjun sambil sandaran di dinding.
"Sabar napa, dia emang jarang keliatan orangnya. Tapi gue yakin dia ada disini," balas Soobin sinis karena Yeonjun menganggunya mencari temannya.
Tak berselang lama, dia pun menemukan orang yang dimaksud, kemudian memanggilnya.
"Jinyoung!"
Pemuda berkepala kecil dengan masker hitam menutup sebagian wajahnya menoleh dari kejauhan. Awalnya dia kaget, tapi melihat Soobin melambaikan tangannya, dia langsung menghampirinya.
"Tumben lo kesini, ada apaan?" Tanyanya heran.
"Lo Bae Jinyoung? Yang pernah diteror temen sendiri? Yang pernah ketembak terus masuk rumah sakit? Yang bucin tapi cintanya bertepuk sebelah tangan?" Tanya Yeonjun bertubi-tubi.
Jinyoung berubah sinis. "Gak usah bawa-bawa masalah percintaan gue bisa, kan?"
"Pft, sabar Nyoung, dia orangnya emang ngeselin terus gak jelas gitu," ucap Soobin sambil menahan tawa.
Jinyoung tambah sinis. "Lo ada perlu apa sama gue? Cepet, gue sibuk."
"Kita diteror lewat telepon sama email. Lo kan pernah tuh, kita mau tanya gimana cara lo menyikapi itu."
"Gue sih sebenernya bodo amat walaupun kesel karena keganggu. Gue berusaha selesaiin masalah itu secepatnya, jadi ya gitu deh. Untung pelakunya udah dipenjara."
Yeonjun beringsut maju. "Kita butuh bantuan lo. Denger-denger lo jago ngawasin orang, ya? Tolong awasin orang-orang yang lo temuin di kampus bisa, gak? Gue curiga yang teror kita ada di sini."
Jinyoung terkejut dan langsung mengangkat tangan sebatas dada. "Bukannya gue gak mau bantu, tapi maaf banget, gue gak mau berurusan sama masalah begituan lagi. Gue takut, gue kan hampir mati tiga kali. Nanti kalo gue mati beneran gimana?"
"Hidup lagi lah," balas Soobin santai.
"Kalo enggak gimana?!"
"Ya nasib."
Sekarang gantian Yeonjun yang menahan tawa akibat melihat mulut Soobin ditampar pakai ponsel oleh Jinyoung.
"Nasib nasib, bodo amat lah gue gak mau ikutan. Minta tolong aja ke Jongho, pengalamannya sebelas dua belas lah sama gue."
"Jongho temennya Wooyoung?!" Tanya Yeonjun kaget, Jinyoung mengangguk.
"Ya ampun, dunia sempit banget ya," gumam Yeonjun tidak menyangka.
"Saking sempitnya semua orang kita kenal dan punya pengalaman yang sama," koreksi Jinyoung. "Dan ya, teror itu bukan hal sepele. Berapa kali kalian diteror?"
"Ehm... ini kali ketiga..."
Pemuda berambut hitam itu menjentikkan jarinya. "Nah, kalo misalkan udah ketiga kalinya, terornya pasti lebih berbahaya dari sebelumnya. Contohnya ya gue, gue diteror sekali kali aja bisa bikin nyawa melayang, apalagi tiga."
"Bener juga sih, kejadian yang kita alamin setahun ini lebih bahaya dari sebelumnya, kita semua hampir meninggal. Gue sama Soobin hampir keracunan, Beomgyu hampir kelindas truk, Kai hampir ketabrak mobil, dan Taehyun... meninggal."
Perubahan drastis ekspresi Yeonjun membuat Jinyoung melunak. "Gue yakin semuanya bakal berakhir, lo punya temen-temen yang selalu ada buat lo. Tapi maaf banget, gue gak bisa bantu."
"Gak apa-apa, makasih ya udah luangin waktu buat ngobrol sebentar."
Yeonjun tersenyum, begitu juga Jinyoung.
"Njun..." panggil Soobin menyela obrolan mereka. Raut wajahnya terkejut namun tak terbaca, tangannya memegang ponsel dengan erat.
"Kenapa, Bin?" Tanya Yeonjun khawatir.
"Kai..."
Kedua mata Yeonjun membulat sempurna. "Kai kenapa?! Dia baik-baik aja, kan?!"
"Kai ketabrak truk, telapak tangan sampai bahunya robek, dan kaki kirinya patah."
"Beomgyu gimana?! Tadi Beomgyu sama dia, kan?!" Seru Yeonjun panik, ini sudah di luar dugaannya.
"Maaf..." Soobin menggelengkan kepalanya.