Aku mabok teori eternally :)
Barangkali ada yang mau
mencurahkan teorinya?"Heh, gak ada perlawanan, gitu?"
Pria berambut merah ini bertanya pada pria di depannya, kepada pria bersurai hitam yang tengah mengerang kesakitan.
"Berani juga coba cari tau soal kita, pake sok ngancam segala, lo pikir gue takut?"
Krak!
"ARGH!"
Lagi-lagi, jarinya dipukul oleh palu, rasanya sakit sampai ke sekujur tubuhnya. Pukulannya tidak main-main.
"Sekarang jari kiri lo, haha!"
Krak!
"ARGH!"
"HAHAHA! Kim Seokjin, Kim Seokjin, makanya gabung ke kubu kita, bukan kubu mereka."
Benar, pria dalam kondisi duduk terikat di kursi tersebut adalah Kim Seokjin, si pemilik restoran. Bagaimana bisa dia ada disana?
Tadi malam, dia hendak menutup restorannya. Tapi tiba-tiba ada yang membawanya masuk ke dalam mobil secara paksa, dan disinilah dia sekarang. Di dalam ruangan, ruangan yang berada tak jauh dari tempat Kai dan Beomgyu berada.
"Makanya, jadi orang jangan kepo. Kalau lo gak kepo, lo gak bakal ada disini sekarang," ucap pria berambut merah tersebut seraya mengeluarkan ponselnya, menghubungi seseorang.
"Hmm, sebentar lagi mereka sampe ya," gumamnya sambil mengangguk-anggukan kepala. Sesaat kemudian, ia berkontak mata dengan Seokjin, menyeringai lebar sambil meletakkan palunya di lantai.
"Hehe, gue keluar dulu ya, jangan kemana-mana tetap di...? Haha!"
Tawanya menggelegar, dia bersiul beriringan dengan kakinya yang melangkah keluar dari ruangan tersebut.
Seokjin menggeram tertahan, dia harus mencari cara untuk pergi dan meminta bantuan secepatnya. Dia tidak bisa berlama-lama disini, dia harus meminta pertolongan.
Tapi bagaimana caranya? Jarinya saja sudah patah, tangannya juga, dia tidak bisa lepas begitu mudah.
Eh, tunggu sebentar... dia memfokuskan pandangannya ke arah jendela, lebih tepatnya keluar jendela, ke arah dua pria yang menatapnya penuh iba.
Bukankah itu Hoseok dan Namjoon?
"Ini pisaunya, lo boleh ngelakuin apapun."
Beomgyu menerima pisau pemberian pria yang lebih tua darinya itu tanpa ragu, perasaannya bergejolak, seperti ada kebahagiaan yang tidak dapat dideskripsikan.
"Lupain kalau dia temen lo, seorang psikopat gak memandang teman."
Pisau tersebut terlihat indah di mata Beomgyu, saking indahnya dia tidak dapat menahan rasa kagumnya. Dia tersenyum lebar, senang secara tiba-tiba.
Kai merinding, ini salah. Bukankah Beomgyu tidak memiliki darah psikopat di dalam dirinya? Tapi kenapa sekarang ia bertingkah seperti psikopat?
"Seseorang yang lahir di dalam keluarga psikopat, pasti memiliki darah psikopat walaupun cuma satu persen," ucap pria itu, lalu menepuk pundak Beomgyu.
"Cepet lakuin, dalam satu menit dia harus mati."
"Harus banget ya?" Tanya Beomgyu sambil mengerjap-ngerjapkan matanya polos.
"Hmm."
Beomgyu loncat-loncat kegirangan, pisaunya yang mengarah pada Kai itu bergerak tak tentu arah.
"Jadi gini rasanya simulasi bunuh-bunuhan?"
Kai meneguk salivanya, dia harus bagaimana. Siapapun, tolong bantu dia.
Siapapun itu, Kai butuh pertolongan secepatnya.
"Beomgyu, cepet lakuin," suruh orang itu sambil bersandar di dinding, memperhatikan keduanya dengan santai seraya menyesap secangkir kopi hangatnya.
"Hehe, gue mau ukir huruf depan gue di muka lo boleh, kan? Hihi, asik banget!"
"K-Kak Beomgyu..."
Beomgyu melangkah maju menghampiri Kai, pisaunya dia angkat sebatas pundak, seperti seorang psikopat handal.
Senyumnya tak berhenti ia tunjukkan, seperti senang karena menemukan mainan baru.
"Sebentar lagi pertunjukkan yang sebenernya dimulai," gumam si pria bermasker itu.
Namun tiba-tiba, sesuatu melayang ke arahnya. Ia sontak menghindar sampai melempar cangkir kopinya ke lantai saking terkejutnya.
Kedua pupil matanya membulat sempurna, dia hampir saja tertusuk pisau bila tidak segera menghindar! Tapi pisau tersebut menancap di dinding, tepat di sampingnya.
"Ini pertunjukkan yang sebenarnya," ucap Beomgyu dengan suara beratnya, tangannya mengeluarkan pisau lipat yang sejak tadi ada di saku celananya.
Pria yang belum melepas topinya tersebut tercengang, masih terkejut akan keadaan.
"Gue gak akan biarin adik gue jadi jadi psikopat kayak lo. Btw, gak mau ucapin selamat datang untuk gue, nih?"
Yeonjun dan Soobin berlari secepat mungkin menuju rumah sederhana tak jauh di depan sana, rumah tersebut agak jauh dari rumah-rumah yang lain.
Sebenarnya itu rumah siapa? Tidak mungkin kan pelakunya menyewa rumah untuk melakukan aksi pembunuhannya?
Seniat itu, tidak mungkin.
"Njun, ayo cepet!"
Dari belakang, Yeonjun berdecak sebal. "Sabar dong, gue capek lari tau! Lagian sih, mobil kok bensinya habis segala!"
"Ya maaf, terakhir kali isi bensin pas Bomin dateng ke rumah."
Yeonjun berdecak lagi sambil berusaha menyamakan langkahnya dengan Soobin yang mendadak bisa lari dengan cepat dan tanpa lelah.
Si Soobin kesurupan The Flash atau gimana?
"Berhenti!"
Yeonjun yang belum sempat berhenti sesuai perintah Soobin langsung menabrak pemuda tinggi tersebut. Alhasil dia dan Soobin jatuh ke aspal dalam keadaan tengkurap, hampir saja terkena batu besar di depan.
"Aduh, sakit tau!" Kata Soobin sambil bangun secepatnya. "Lo tuh ya, punya telinga tuh dipake yang bener!"
"Heh, ini gara-gara lo tau! Kenapa mendadak begitu hah?!" Sembur Yeonjun, menyusul berdiri.
"Gue nyuruh lo berhenti ada maksudnya!" Balas Soobin tak kalah ngegas, tangannya menunjuk ke depan.
Yeonjun menoleh untuk melihat apa yang ditunjuk Soobin, tentu saja. Apa sih yang membuatnya sampai terjatuh?
"Loh?! Taehyun?!"
Apa yang Taehyun lakukan di rumah tersebut? Bersandar di dinding dengan santai dengan mata mengarah kepada mereka, apa jangan-jangan...
"Akhirnya dateng juga." Taehyun menyeringai mengejek. "Kenapa lama? Salah alamat ya? Kasian."
Awokawok