Andini hanya duduk diam saat selesai memasang sabuk pengamannya. Begitu akhirnya Ganendra mengarahkan mobil keluar pekarangan rumah, lelaki yang sedari tadi hanya diam dengan senyum tersungging di wajah akhirnya bersuara.
"Kamu sama Adrian tadi kenapa? Ada masalah?" Ganendra menatap lurus ke depan, fokus terhadap jalanan. Tadi ia sempat melirik ke arah dua sahabat yang tampak bersitegang itu waktu menunggu Andini.
"Uhm ... nggak sih Mas, biasalah Adrian. Dia dateng nggak ada bilang, terus pas tahu aku mau pergi, ngomel. Paling sekarang lagi ngobrol sama Ana atau Kak Bima," jawab Andini.
Ganendra hanya melirik sekilas seraya menganggukkan kepala, mencoba menahan diri untuk tidak terlalu kepo dan malah membuat Andini tidak nyaman.
Sesampainya di restoran yang di tuju, Ganendra berusaha untuk mengajak Andini terus berbicara. Membahas mengenai apa saja agar gadis yang sepanjang jalan tadi hanya diam melamun itu bisa sedikit lebih ceria.
"Kamu mau cerita sama Mas?"
Mengangkat kedua alisnya penuh tanya, Andini menjawab, "Cerita apa, Mas?"
"Kamu kayak ada pikiran. Nggak fokus dari tadi. Ada masalah?"
"Uhm... nggak ada kok. Aku biasa aja," sahut Andini seraya mengedikkan bahu.
"Oh... ya udah kalo gitu." Ganendra tersenyum canggung kemudian menyesap pelan minumannya dengan pandangan yang tidak beralih dari gadis di hadapannya.
Pukul sembilan malam, saat keduanya baru saja keluar dari restoran menuju ke arah mobil Ganendra di parkir tadi, Andini begitu terkejut mendapati sosok yang begitu membuatnya kesal sepanjang sore hingga malam ini, duduk santai di atas kap mobil yang sialnya terparkir persis bersebelahan dengan Ganendra.
Mendapati gadis yang dinantinya sejak tadi berdiri tidak jauh darinya, Adrian segera melompat turun dan mengembalikan ponsel yang menemaninya menghabiskan waktu itu ke dalam saku celana.
Keduanya berdiri berhadapan. Adrian tersenyum kikuk sementara Andini terdiam kaku di samping Ganendra yang merangkul bahunya. Sedikit tidak percaya dengan apa yang dilihat kedua matanya saat ini.
"Sori gue ngikutin lo sampe ke sini." Adrian akhirnya membuka suara setelah Andini memutus tatapan dan membuang muka ke arah samping. "Bisa kita bicara dulu?" pinta Adrian seraya melirik ke arah mobilnya, memberikan isyarat agar Andini masuk ke dalam.
Andini bergerak gelisah di tempat saat tatapan teduh Ganendra beralih padanya. Lelaki itu tersenyum lembut sesaat sebelum tatapan dinginnya memaku Adrian.
"Sori nih Bro, tapi Andini dateng bareng gue kesini. Kalau memang penting, lo bisa bicara sekarang," potong Ganendra, bahkan sebelum Andini bersuara. Senyum kecil yang terukir di wajahnya tidak selaras dengan pandangannya yang mengarah tajam pada Adrian. "Gue harus anter gadis cantik ini pulang segera." Tangannya yang masih merangkul Andini meremas lembut bahu gadis itu.
Adrian memandangi tangan Ganendra yang masih bertengger santai di bahu Andini. Kepalan tangannya mengerat saat Ganendra sepertinya sengaja memprovokasi dengan meremas lembut bahu gadis yang membuatnya sakit kepala belakangan ini.
"Gue mau bicara hal pribadi sama Andini. Berdua," sahut Adrian datar. Matanya menatap lama ke tempat tangan Ganendra bertengger dengan rahang mengeras.
"Mau bicara apa lagi, Yan?" tanya Andini pada akhirnya. Melirik pada ekspresi dan sikap tubuh Adrian dan juga Ganendra saat ini yang seperti siap berperang, Andini akhirnya mengalah. Ia tidak mau menjadi alasan kedua pejantan ini sampai baku hantam. Demi Tuhan mereka ada di parkiran! Dengan sekuriti yang berada di pos tidak jauh dari mereka, terus mengamati ketiganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEST MATE
Romance"Kenapa lo jadi marah-marah sih? Lo ada masalah kalo gue mau balikan sama Nendra?" Lelaki di hadapannya hanya diam membuang muka. . . . Mempertaruhkan harga dirinya Andini bertanya, "Lo suka sama gue?"