Jangan lupa vote ya...
Komen juga...
Happy Reading ;)
=================================
"Kamu tau darimana toko kue ini Yan? Ini enak banget loh," tunjuk Tiara pada sepotong kue red velvet yang ada di dalam piring kecil di depannya.
"Toko langganannya Andini," sahut Adrian seraya menyesap kopinya pelan. "Emang enak sih, gue tiap pulang ke Bogor pasti bawa roti pisang yang dari sini. Bokap suka banget sih, cobain deh nanti."
Tiara menganggukkan kepalanya antusias, "Boleh juga tuh, entar beli buat temen-temen di kantor sekalian deh," putusnya. "Eh, kamu nggak mau nyobain ini cake-nya? Enak banget loh Yan." Tiara menyorongkan piring kecil di hadapannya ke depan Adrian yang menatap sangsi. Disodorkannya garpu bersih lain yang ada di sampingnya pada lelaki itu, memaksanya menyicipi kue pilihan hari ini yang ditawarkan pada mereka tadi saat memesan kopi.
Sedikit ragu, Adrian mengambil garpu kecil itu, memotong sedikit kue, kemudian memasukkannya ke dalam mulut. Enak.
"Gimana? Enak, kan?" tanya Tiara yang hanya diangguki Adrian dengan senyum canggung Gadis itu tertawa pelan melihatnya. "Untung kamu mau di ajak ngopi dulu. Aku udah suntuk banget tadi di kantor pajak, pusing."
Sejak pagi Adrian bersama dengan Tiara menghadiri sosialisasi peraturan perpajakan terbaru. Keduanya datang sebagai perwakilan dari PT. Darma Trijaya. Setelah berjam-jam duduk manis dijejali berbagai hal tentang pajak terbaru otaknya terasa panas.
Dan begitu acara selesai pukul dua tadi, Tiara langsung mengusulkan untuk mampir sebentar membeli kopi sebelum mereka kembali ke kantor. Adrian yang juga sama penatnya setuju dan membawa Tiara ke tempat ini, toko kue favorit Andini yang juga menjadi favoritnya.
"Habisin Ra. Kita mesti balik sekarang kalo nggak mau tambah macet," ujar Adrian sambil melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Oke," sahut Tiara tanpa banyak perdebatan.
Setelah kue di piring habis dan ice latte milik Tiara menyisakan es batu saja, Adrian langsung beranjak dari duduknya dan mengajak gadis itu untuk pergi.
Adrian memilih menunggu di dalam mobil saat Tiara berkata ingin membeli roti pisang rekomendasinya tadi. Selagi menunggu gadis itu, Adrian membuka ponselnya dan mengecek pesan yang ia kirimkan pada Andini semalam. Centang dua berwarna abu, yang artinya belum di baca.
Menghela napasnya berat, Adrian lemparkan benda pipih berwarna putih itu ke atas dashboard hingga terdengar bunyi benturan yang cukup keras. Sudah hampir dua minggu sejak ia meninggalkan Andini begitu saja setelah membentaknya keras di acara makan malam bersama, perayaan peluncuran Belle tempo hari.
Jujur saja Adrian menyesal sudah berkata kasar dan meninggikan suaranya hanya karena tidak suka dengan kehadiran Ganendra. Malam itu ia langsung menghubungi Andini begitu sampai di apartemen untuk meminta maaf, namun gadis itu tidak menjawab panggilannya.
Berkali-kali Adrian coba menghubungi Andini, tapi tidak mendapat jawaban. Ia juga mengirimkan pesan pada gadis itu hampir setiap waktu, namun jangankan dibalas, dibaca pun tidak. Sepertinya Andini benar-benar marah padanya.
"Yuk, Yan."
Suara pintu mobil yang terbuka diikuti panggilan dari Tiara membuat Adrian menoleh sekilas. Setelah memastikan Tiara memasang sabuk pengamannya, Adrian mulai menjalankan mobilnya untuk kembali ke kantor Darma Trijaya.
Malam saat baru saja tiba di apartemennya, Adrian memilih untuk langsung berkutat pada ponsel yang sengaja ia non aktifkan sepanjang sisa sore tadi. Hal itu ia lakukan agar bisa lebih fokus pada pekerjaan yang menumpuk, daripada terus menerus memandangi benda canggih itu dan membuatnya tergoda untuk kembali sibuk memikirkan pesannya yang belum juga dibalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEST MATE
Romance"Kenapa lo jadi marah-marah sih? Lo ada masalah kalo gue mau balikan sama Nendra?" Lelaki di hadapannya hanya diam membuang muka. . . . Mempertaruhkan harga dirinya Andini bertanya, "Lo suka sama gue?"