Chapter 10

846 17 0
                                    

Jangan lupa sebelum baca Vote dulu. Mari taburi bintang di cerita ini.
.
.

Happy Reading💙
⭐⭐⭐

Heran. Kata itu yang sangat pas menggambarkan Lily sekarang dia heran mengapa tiba-tiba orang tuanya mengajak dia liburan ke New York?

“Ma kenapa kita liburannya ke New York sih? Aku kan maunya liburan ke Denmark” protes Lily

Hey jangan salahkan dia karena dia memang tidak ingin berlibur ke New York, dia menginginkan liburan ke Denmark, lebih tepatnya ke Istana Christiansborg yang terletak di Copenhagen. Tapi apa sekarang? Kenapa dia malah diajak ke New York?

“Kamu tuh harusnya bersyukur, Mama dan Papa mau nampung kamu di pesawat” ujar Elizabeth

“Bukan nampung Ma, tapi bayarin tiket pesawat dan hotelnya” koreksi Romeo.

“Iya itu maksud Mama. Oh iya kamar kamu ada di samping kamar kami. Ingat jangan kampungan di sini”

Dosa tidak ngumpatin Orang tua? Mamanya benar-banar minta di hujat. Kampungan? Apa-apaan coba? Walaupun dia baru pertama kali menginap di hotel bertaraf internasional dia tidak akan menunjukkan sikap kampungannya. Tanpa banyak kata lagi Lily segera masuk ke dalam kamar yang di pesan Mamanya.

Saat sudah berada di kamar, Lily langsung membuka tirai jendela dan langsung disuguhi pemandangan yang sangat Indah, di bawah sana bayak pria yang topless memamerkan roti sobek mereka.

Hampir saja Lily meneteskan air liurnya. Oh astaga efek melihat pemandangan indah jadi begini, lebih baik dia membersihkan tubuhnya sembari menjernihkan pikiran-pikiran mesum yang hinggap di kepalanya.

Setelah membersihkan dirinya, Lily keluar dari kamar dan mengetuk pintu kamar Orang tuanya.

Tok tok tok!

“Ma...Pa, bukain pintunya dong. Aku nggak mau yah sampai punya adik!” teriak Lily tidak tau malunya. Dia bahkan tidak sadar jika dia menjadi tontonan gratis oleh orang yang lewat.

Ceklek!

“Heh anak durhaka, kenapa kamu gedor-gedor pintu kamar Mama? Pake teriak-teriak segala lagi. Mama kan sudah bilang jangan tunjukan sikap kampungan kamu disini” cerocos Elizabeth setelah membuka pintu.

Tanpa mempedulikan omelan Mamanya, Lily langsung menerobos masuk dan melihat Papanya berbaring di tempat tidur. Tanpa aba-aba dia langsung naik ke tempat tidur dan berbaring sambil memeluk possessive Ayahnya.

Sementara Elizabeth sudah mulai mengabsen satu persatu nama binatang. Bisa-bisanya anaknya itu mengganggu waktu istirahat dia dan suaminya “Heh, dasar pelakor kamu yah, ngapain kamu peluk-peluk suami saya?”

Lihatlah Mamanya bahkan mulai memerankan salah satu Tokoh dalam sinetron yang sering dia nonton. Benar-benar nggak ada akhlak Mamanya itu.

“Please deh Ma, jangan ngedrama disini, kalau mau drama yah ikut casting sana siapa tau Mama lolos seleksi” itu bukan Lily yang berbicara melainkan Romeo Papanya.

Romeo memang sudah bangun sedari Lily menggedor-gedor pintu kamar mereka. Namun selanjutnya dia malahan mendengar drama dari istrinya.

“Sayang...kamu tuh yah selalu belaiin anak kamu ini, kamu sudah nggak sayang lagi sama aku?” lihatlah istrinya bahkan kembali berdrama.

“Pa mendingan kita cari makan aja yuk, aku sudah lapar. Papa pasti juga sudah lapar kan mendengar drama nggak berfaedah dari Mama?” Lily menghasut Ayahnya agar mereka meninggalkan Mamanya yang masih mencoba mengingat dialog di sinetron favoritenya.

Je t'aimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang