Bagian 30

73 10 5
                                    

"Alyra tunggu!" Satria mencoba mengejar Lyra dengan langkahnya yang lebar.

Lyra mempercepat langkahnya. Tampak Ave dan Orion sedang melambaikan tangan ke arah Lyra. Mereka berdua sedang berdiri di depan gerbang, menunggu Lyra. Lyra segera menghampiri mereka berdua. 

"Ayo berangkat sekarang," ajak Lyra tergesa.

Tanpa sempat menjawab, Ave dan Orion mengikut Lyra yang setengah berlari menuju depan gang. Lyra segera masuk ke dalam minibus, mengambil kursi bagian pojok paling belakang dekat jendela. Ave dan Orion menyusul.

"Lo kenapa deh ra?" Orion bingung melihat Lyra tergesa-gesa.

Lyra hanya menggelengkan kepalanya dan mengalihkan pandangannya keluar jendela. Sepanjang jalan Lyra hanya diam saja. Tapi dia tidak tidur. Pandangannya kosong keluar jendela. Entah apa yang sedang mengisi pikiran Lyra. Ave dan Orion tak bisa berbuat apa-apa, mereka hanya mendiamkannya saja.

Beberapa menit berlalu, minibus telah berhenti di sebuah tempat. Menurut desas-desus campuran bahasa inggris yang didengar dari peserta lain ini adalah tempat wisata pertama yang mereka kunjungi, yaitu hutan bambu. Tak butuh waktu lama, seluruh peserta ISYA sudah keluar dari minibus. Mereka menyebar, tak ada agenda khusus, mereka bebas menikmati tempat wisata yang dikunjungi. 

Suasana sejuk cenderung dingin. Warna hijau alami di sekitar. Ave, Lyra, dan Orion melangkahkan kaki memasuki hutan bambu ini. Sepanjang perjalanan kanan dan kiri tampak berjajar bambu-bambu hijau. Berjajar sangat rapi. Sesekali angin bertiup dan menimbulkan suara gesekan antar bambu. Suara alam yang nyaman di telinga dan menentramkan hati.

Lyra mengadahkan kepalanya ke atas. Menutup matanya, menarik napas dalam-dalam, dan mencoba menikmati udara alami nan sejuk. Sesejuk Bandung kala Lyra kecil. Orion terus melangkah, mencoba mengajak mengobrol seorang peserta asal Sydney. Sementara Ave hanya bersandar di pinggiran jalan, mengamati Lyra yang sedang menikmati alam.

"Udah?" Tanya Ave menyadari Lyra telah membuka matanya.

Lyra menoleh bingung pada Ave. "Udah apanya?"

"Udah menikmati alamnya?" Ave beranjak dari tempatnya. Meawarkan telapak tangannya untuk di gandeng oleh Lyra.

Lyra menatap telapak tangan Ave sembari berpikir. "Apaan nawarin gandengan, kemarin bilangnya apa, hari ini apa. Gak jelas nih anak," pikir Lyra. Tiba-tiba ide cemerlang muncul dari otak Lyra. Lyra segera merogoh saku celananya, mencari koin-koin sisa pembelian makanan ringan di sekitar penginapan. "Nih," Lyra menyerahkan beberpa koin di atas telapak Ave. Kemudian Lyra melangkah melewati Ave. Sementara Ave tak habis pikir dengan apa yang baru saja Lyra lakukan.

Ave tersenyum, kemudian kembali melangkah di belakang Lyra. Lyra tampak menggemaskan, berjalan seperti anak kecil sambil menggerakkan tas ranselnya. Ave merasa ada yang berbeda dari Lyra. Ave mempercepat langkahnya. "Ra, parka lo mana? Jaket gue mana?" 

Lyra tiba-tiba berhenti. "Astaga!" Suara Lyra kali ini terdengar sangat nyaring, sampai Ave menutup kedua telinganya. "Ave!" Lyra mengguncang lengan Ave. "Tadi udah gue siapin, terus lupa bawa, gimana dong?" Lyra mulai tampak merasa bersalah.

"Yaudah, gimana lagi, udah ketinggalan, gamungkin balik juga kita. Lo bawa sleeping bag?"

Lyra menggeleng. Melihat respon Lyra itu membuat Ave merasa bahwa jeniusnya Lyra sering nyasar ke galaksi lain. "Gila sih lo ra, pasti nanti malem dingin."

"Gimana dong?" tanya Lyra memelas sambil memanyunkan bibirnya.

"Yaudah sekantong berdua sama gue berarti," goda Ave.

"Dih! Gak mau! Lo kan cowok ya, lo gausah pake sleeping bag. Biar Gue aja yang pake. Ya ya ya?" Lyra merayu Ave sambil mengedip-ngedipkan bulu matanya.

Ave tertawa sekilas. Benar-benar alien aneh. "Liat ntar aja deh, lo berdoa aja semoga tar gue lagi kerasukan jin baik." Lyra meresponnya dengan memiringkan bibirnya, sebal.

Setelah menikmati suasana Hutan Bambu rombongan peserta ISYA melanjutkan perjalanannya ke Jembatan Togetsu-kyo. Jembatan panjang yang melintang diatas sungai Katsura. Suasana sungai yang berisi sedikit aliran air dan suasana hijau dari beberapa tumbuhan di sekitar. Aliran air terpecah menabrak bebatuan sungai. Suasanyanya tentram dan menyenangkan. Sedikit panas sentuhan mentari siang ini. 

Lyra mengeluarkan ponselnya, memasang earphone, dan mendengarkan musik. Lagu simple ala Afternoon Tea adalah kesukaan Lyra. Nadanya ringan menyenangkan telinga. Lyra bersandar di pinggiran jembatan, menutup matanya dan menikmati semilir dingin angin bercampur terik mentari yang bersentuhan dengan wajahnya. Nikmatnya. Terkadang sendirian di tengah keramaian seperti ini menjadi hal yang menyenangkan bagi Lyra. Mengosongkan pikiran, menikmati lagu, mengganti gundah dengan ceria.

Sudah sepuluh lagu yang terputar sejak Lyra berada di jembatan itu. Mungkin sekitar setengah jam dia bersandar di pinggiran jembatan. Pertutnya mulai terasa memanggil, para cacing demo. Demonya lebih hebat daripada demo rasisme di Amerika. Lyra menghentikan lagunya dan melepas earphonenya. Lyra terkejut bukan main. Tiba-tiba disebelahnya seseorang bersandar di pinggiran jembatan. Lyra menatapnya lamat-lamat.

Laki-laki itu membuka matanya, kemudian tersenyum ke arah Lyra. "Satria," katanya sambil mengulurkan tangan. 

Lyra meninggalkan Satria begitu saja. Kesan pertama Satria di hadapan Lyra terlalu buruk sehingga sulit untuk Lyra menerima kehadirannya begitu saja. Lyra pikir Satria akan mengejarnya seperti di penginapan. Ternyata tidak, satria tetap di tempatnya, tak beranjak. Lyra menghentikan langkahnya sesaat, mencoba menoleh untuk memastikan. Baru saja menoleh, tatapan Lyra langsung disambut dengan senyum Satria. Lyra langsung berbalik dan melanjutkan berjalan meninggalkan Satria sendiri disana. 

Lyra menghampiri Ave dan Orion yang sedang duduk di kursi panjang dengan sandwich di tangan mereka. Lyra menyerobot sandwich yang ada di tangan Ave dan memakannya. Lyra duduk dengan kasar di antara Ave dan Orion. Lyra menggerakkan kedua lengan tangannya untuk mendapakan tempat lebih luas diantara Ave dan Orion. Lyra memakannya dengan lahap. Melihat itu Ave tidak tega, dia mengambil sebuah sandwich lagi dari tasnya, membukakan bungkusnya dan memberikannya ke Lyra. Tanpa pikir panjang Lyra mengambilnya dan memakannya. Perpaduan roti, daing, sayur, saus, dan mayones sangat sempurna. Ave mengeluarkan botol minumnya, membukakan tutupnya, dan lagi memberikannya kepada Lyra. Lyra mengambilnya kemudian menegukknya.

"Makasih," kata Lyra yang telah menghabiskan setengah botol air milik Ave.

"Dua sanwich, setengah botol air, totalnya dua juta."

Lyra memukul bahu Ave dengan keras hingga Ave mengaduh. "Perhitungan banget sama temen sendiri! Kebiasaan!"

Orion tertawa sangat kencang melihat tingkah kedua temannya ini. Mereka bertiga akhirnya mengobrol sambil menghabiskan waktu di bawah pohon yang sejuk ini. 

***

Sore ini perjalanan dilanjutkan ke Vila Okochi Sansou. Tempatnya sederhana, nuansa jepang sangat terasa disini. Di luar vila terdapat taman luas dengan pemandangan sekitar pegunungan yang dihiasi pohon-pohon mapel. Warna bercampur hijau merah, menyejukkan mata. Suasananya berbeda dari lokasi-lokasi sebelumnya. Vila Okochi Sansou akan menjadi lokasi star party nanti malam. Kalian pasti membayangkan kalau mereka akan menginap di dalam vila. Tapi tidak, mereka tak butuh atap saat melakukan star party. Atap terbaik dalam pengamatan malam adalah langit.

"Argh! Gak tau lagi lah, terserah aja! Gue nyerah!" 


Tujuh Tahun CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang