Bagian 31

57 11 4
                                    


"Argh! Gak tau lagi lah, terserah aja! Gue nyerah!" 

"Apasih ra, bikin tenda itu dikerjain, jangan ngedumel aja." Orion merebut pasak yang dipegang Lyra. Orion segera mengambil alih pemasangan tenda milik Lyra. Tak butuh waktu lama untuk Orion memasang tenda kecil seperti milik Lyra. 

"Dah, selesai, jangan lupa bayar upah!" Orion mengambil makanan ringan yang ada di dekat tas milik Lyra. "Gue ambil ini ya," kata Orion sambil menunjukkan makanan ringan itu.

Lyra hanya mengangguk. Kemudian Lyra memasukkan barang-barangnya kedalam tenda. Tak banyak, karena sebagian ada yang tertinggal di penginapan. Walaupun lokasi mereka di vila kegiatan kali ini harus benar-benar dilaksanakan di alam terbuka. Mengamati langit secara langsung. Tenda dibangun hanya untuk menyimpan barang dan berteduh kalau saja tiba-tiba cuaca berubah. Setelah membereskan barangnya Lyra duduk di depan tendanya. Menatap ke atas, semburat jingga tersisa sedikit. Gelap datang melahapnya.

"Kopi?" tanya Ave yang tiba-tiba berdiri di sebelah Lyra.

Lyra medongak, menatap Ave sekilas, kemudian mengambil segelas kopi panas yang dibawakan oleh Ave. "Makasih," sahut Lyra seadanya.

Ave kemudian duduk di sebelah Lyra. Tak lama kemudian Satria datang mendekati tenda milik Lyra. "Satria," kata Satria yang tiba-tiba berjongkok di depan Lyra sambil mengulurkan tangan. Ave yang menyadari hal itu hanya menatap heran. Ave tidak kenal orang di depannya.

Lyra tetap terdiam, kedua tangannya memegang gelas kopi yang panas tapi nyaman dikala dingin seperti ini. Matanya tak sedikitpun menoleh ke arah Satria. Ave memperhatikan Lyra. Ini Lyra yang dia kenal dulu.

"Ave," sahut Ave sambil menyalami Satria yang sejak tadi belum beralih meski diabaikan oleh Lyra. "Orang Indonesia?" Ave bertanya hanya sekedar berbasa-basi agar suasana tidak canggung.

"Iya, nama gue Indonesia banget ya? Tapi sebenernya nama gue bukan Satria. Nama Gue Saturnus Aria Yuwanda. Astro ITB satu tingkat di atas lo. Tapi pasti lo gak kenal, karena gue gak ada waktu lo OSKM."

"Kakak tingkat?" tanya Ave bingung.

Satria duduk di sebelah Lyra. "Iya kakak tingkat lo dan cewek ini," lanjutnya.

"Kok kakak bisa ada disini? Bukannya dari Indonesia cuma ada tiga peserta ya?" Ave kembali menyeruput kopinya.

"Dia pertukaran pelajar di jepang, dan disini dia itu panitia bukan peserta," jawab Lyra tiba-tiba.

Satria tertawa pelan, "kirain lo gak peduli."

Lyra kembali terdiam menikmati hangat kopi yang menjalar di tangannya. Sementara Ave hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Mulai memahami situasi yang sedang dialami. Hanya satu yang membuat Ave bingung, kenapa Lyra kembali dingin seperti ini.

Satria berdiri dan membuka jaketnya kemudaian memakaikannya untuk menutup tubuh Lyra. "Cuacanya lagi dingin, ntar lo sakit. Kalo lo sakit gue sedih." Satria kemudian pergi meninggalkan Lyra yang masih tak peduli dan Ave yang semakin ngeri dengan situasi saat ini.

"Ra, dia naksir lo?" tanya Ave penasaran. Lyra tak menjawab apapun. "Kok bisa ra? Kalian udah saling kenal sebelumnya? Lo gak suka sama dia?" 

Lyra menoleh sinis pada Ave. "Bukan urusan lo,"

"Ya, urusan gue dong ra. Gue kan temen lo. Lo bisa cerita apa aja ke gue. Pun kalau lo suka sama dia lo juga boleh cerita sama gue."

"Oh, jadi lo maunya gue suka sama dia? Oke!" Lyra tiba-tiba berdiri, menyerahkan kopi di tangannya yang kemudian diterima oleh Ave. Lyra berjalan mengikuti Satria yang belum cukup jauh dari tenda mereka. Ave hanya memperhatikan Lyra dari jauh.

Lyra menarik tangan Satria. Seketika Satria berbalik arah. Dilihatnya Lyra berdiri dihadapannya, dengan tangan menggenggamnya dengan erat. Lyra menggerakkan tangannya, memberi tanda untuk Satria agar merendahkan sedikit kepalanya ke arah Lyra. Satria terlalu tinggi, atau memang Lyra yang terlalu pendek. Tanpa pikir panjang Satria mengikuti kemauan Lyra. Saat wajah Lyra dan Satria sudah sejajar, Lyra berbisik lembut ke arah telinga Satria. "Sorry," kemudian bibir mungil Lyra mengarah ke pipi Satria. Sebuah kecupan mendarat sempurna di pipi Satria.

Benar-benar sesuatu yang mengejutkan untuk Satria. Tidak hanya Satria, tapi juga Ave yang melihatnya dari jauh. Ave seketika berdiri dan menjatuhkan dua gelas kopi di tangannya. Kopi panas itu mengotori sebagian sepatunya. Tak tahan, rasanya jantung Ave sudah mau mati. Sakit. Ave kemudian beranjak dan meninggalkan tenda milik Lyra. Lyra sekilas menoleh, melihat Ave pergi dari tempatnya. 

Satria masih terpaku di tempat, salah satu telapak kanannya masih memegang pipinya yang tiba-tiba memanas karena kecupan dari Lyra. Satria merasa seperti masuk ke zero gravity. Melayang tak karuan rasanya. Ini di luar prediksi Satria. Awalnya satria mendekati Lyra karena dia di tantang oleh Rizo untuk menaklukkan gadis ini. Tapi payah, satu langkah dari Lyra malah membuat Satria takluk. Satria tak bisa berpikir jernih. Tak karuan rasanya. 

"Sorry barusan gue cuma iseng, gue gak ada maksud lain. Sorry ya kak," kata Lyra membuyarkan lamunan Satria.

"Hah apaan? Iseng? Wah gila nih cewek. Isengnya bikin meleleh begini, apalagi kalau gak iseng coba," pikir Satria yang masih mematung di tempat. Sementara Lyra sudah pergi entah kemana.

Lyra kembali ke tendanya. Berdiri tepat di depan tendanya, melihat dua gelas kopi yang berserakan. Lyra menoleh ke segala arah, mencari sosok Ave. Tapi tak dia temukan. Lyra kemudian duduk kembali di depan tendanya, menekuk kedua lututnya, dan membenamkan wajahnya. Bukankah itu yang Ave mau? Agar Lyra tak menyukainya dan menyukai laki-laki lain? Tapi respon Ave membuat Lyra semakin meragu. Apa yang sebenarnya Ave inginkan. Apa yang seharusnya Lyra lakukan. Kenapa mendekat kepada Ave salah, menjauh pun salah. Dimanakah zona aman Lyra seharusnya berada? 

Satria menghampiri Lyra, mengusap lembut punggungnya. "Lo gak papa?"

Lyra mengangkat wajahnya kemudian menggelengkan kepalanya.

"Udah makan?" tanya Satria yang hanya dijawab dengan gelengan oleh Lyra. 

Satria kemudian beranjak pergi. Mengambilkan beberapa makanan yang sedang dibakar oleh para panitia ISYA. Tak butuh waktu lama, Satria telah kembali ke tenda Lyra. Satria menyodorkan sepiring sosis bakar. Tanpa pikir panjang, Lyra segera mengambilnya dan memakannya.

"Maaf ya buat yang tadi," kata Lyra pelan.

"Kenapa minta maaf?" tanya Satria bingung.

"Soalnya gue gak niat mau cium lo, gue cuma kebawa emosi." Lyra kembali memakan sosis bakar di piringnya.

Satria terdiam. "Nih cewek bener-bener gak jelas, alien dari planet mana sih ini anak. Bisa ya cium orang gara-gara kebawa emosi? Bener kata Rizo deh, ini cewek susah banget di taklukin," kata Satria dalam hati.

"Mau?" tanya Lyra sambil menyodorkan garpu berisi sosis bakar.

Satria menerimanya dengan santai, membuka mulutnya dan melahapnya. Sembari berpikir, kepalanya saat ini penuh pertanyaan tentang Lyra. Penasaran. Satu kata yang dapat menggambarkan perasaan Satria saat ini.

"Setelah cium pipi, sekarang suap-suapan. Lo bener-bener jahat Ra! Gak gini caranya. Pendirian gue bisa-bisa roboh seketika karena sikap lo saat ini. Lo bener-bener deh, macem roller coaster. Sukanya bikin perasaan naik turun gak karuan." Ave melihat Lyra dan Satria dari jauh. "Lagi, dan lagi, gue cuma jadi planet yang mengamati lo dari jauh. Lo terlalu benderang ra, susah banget kegapainya. Gue harus gimana?" Ave mengambil green laser dari dalam tasnya dan menyorot rasi bintang Lyra di atasnya.

Tujuh Tahun CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang