Kematian (b)

53 11 5
                                    

Happy reading~

Sudah 1 minggu setelah kepergian Linda, Nasha masih saja meraung menangisi kepergian Mamanya. Hati Bram merasa sakit setiap mendengar tangisan Nasha.

Anehnya warga setempat tidak ada yang curiga perihal kematian Linda. Mereka tak menemukan ada keganjilan, mereka justru menganggap kematian Linda hanyalah hal wajar, kematian Linda hanyalah kecelakaan semata, bukan karena makhluk gaib. Nasha yang mendengarnya terus saja meyakinkan semua orang bahwa kematian Mamanya dibunuh oleh makhluk gaib. Tapi tidak ada yang mempercayainya kecuali Papanya dan sahabatnya, Bunga.

"Nash, Makan dulu ya," bujuk Bram diambang pintu, menatap putrinya miris.

Keadaan kamar yang acak-acakan ditambah penampilan Nasha yang begitu memprihatinkan.

Tidak ada sahutan dari gadis pucat itu, hanya sebuah gelengan kecil.
Bram menghela napas berat, "Papa berangkat kerja dulu ya," pamitnya.

Setelah kepergian Papanya, Nasha kembali menangis. Nasha menatap ke depan, tak sengaja ia melihat makhluk itu tersenyum menyeringai ke arahnya.

"Giliran Papamu," lirihnya nyaris tidak terdengar, setelah mengucapkan kalimat itu menghilang dari hadapan Nasha.

Nasha yang mendengar ucapan makhluk itu badannya gemeteran. Dia berusaha mencari keadaan Papanya tapi tidak ada.

"Papa di mana?" teriaknya dengan derai air mata.

"Tuan udah berangkat kerja, Non," sahut Bi Inem.

Nasha menggelengkan kepalanya.
Pikirannya kalang kabut.

"Tidakkkkkkkk," teriaknya sambil berlari keluar rumah.

"Papa, jangan tinggalin Nasha," lirihnya.

Nasha terduduk dilantai dengan terus menyebut  Papanya.

Bi Inem keluar rumah dengan derai air mata yang tak bisa dibendung lagi. Ia memeluk Nasha, memberi kekuatan.

"Non, yang sabar ya. Bibi barusan dapat telepon dari polisi katanya Papa Non kecelakaan dan meninggal di tempat," ucap Bi Inem hati-hati.

Nasha melepas pelukan Bi Inem dengan kasar, dia menatap ke arah Bi Inem tak percaya.

"Bibi jangan mengada-ngada deh. Papa masih hidup."

Setelah mengucapkan itu, Nasha tak sadarkan diri. Bi Inem yang melihatnya menjerit hiateris.

"Non, Bangun Non!"

*******

"Papa."

Nasha bangun dari tidurnya. Bunga yang mendengar teriakan Nasha langsung buru-buru menghampiri Nasha dan memberikan segelas air putih, untuk menenangkan Nasha.

"Sekarang lo siap-siap ya, bentar lagi bokap lo mau dimakamin," ucap Bunga sambil menuntun Nasha.

Nasha menatap Bunga dengan mata berkaca-kaca.

"Jadi benar Papa udah gak ada?" tanyanya masih gak percaya dengan apa yang dialaminya saat ini.

Bunga yang mendengar pertanyaan dari Nasha. Hatinya sakit, matanya udah berkaca-kaca tapi dia tahan sebisa mungkin. Bunga mencoba tersenyum ke arah Nasha.

"Ayo, gue bantuin lo dandan." Bukannya menjawab pertanyaan Nasha, Bunga lebih memilih membantu mengurus Nasha. Bunga menyisir rambut Nasha pelan.

"Dunia begitu kejam sama gue ya, Bun?" tanya Nasha lirih. Bunga hanya meliriknya sekilas, kemudian kembali fokus untuk menyisir rambut Nasha.

"Kenapa Dunia gak biarin gue bahagia sama orang yang gue sayang?" lanjutnya lagi dengan derai air mata.

"Dunia gak kejam. Gak mungkin Tuhan ngasih cobaan melebihi kemampuan hambanya. Tuhan tau lo gadis kuat, makanya dikasih cobaan begitu hebat. Keep strong girls, jangan pernah ngerasa sendiri. Ada gue di sini yang akan selalu ada buat lo," jawab Bunga sambil memeluk Nasha. Nasha hanya diam tak bereaksi apapun.

*********

"Kenapa Papa sama Mama ninggalin Nasha sendirian? Nasha udah gak punya siapa-siapa lagi."

"Padahal bulan ini hari ulang tahun Nasha tapi kenapa Tuhan berikan Nasha kesedihan yang begitu hebat, gak ngebiarin Nasha bahagia bersama kalian."

"Nasha benar-benar sendirian sekarang," lirihnya lagi, suara terdengar bergetar. Bunga yang ada di sampingnya memeluk Nasha. Badan Nasha terlihat menggigil karena dari tadi terus di guyur hujan deras.

"Udah ya, kita pulang. Badan lo udah dingin banget," bujuk Bunga.

Birth (die) in juneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang