Rain - Motohara Hito🎶
Kata Azura, Langit tidak bisa berbicara. Pria itu lebih bisa menulis ketimbang bersuara.
Gadis itu berkata demikian karena tidak sengaja menemukan puisi milik Langit di lembar terakhir buku Catatan Kimia. Gadis itu yang memang kerap lebih sering membaca buku sekolah Langit ketimbang bukunya sendiri, tentu saja semakin gencar mencari puisi karya Langit lebih banyak lagi.
Saat pertemuan terakhir di halte kemarin, Azura sempat menantangnya untuk membuat sebuah karangan Novel. Tentu saja Langit keberatan. Dia menulis puisi saja karena iseng, Azura malah memaksanya menulis cerita yang bahkan belum pernah ia coba.
Lalu ketika Langit berniat menolak, Azura malah mengancam tidak akan menemuinya lagi. Dan hari ini gadis menyebalkan itu membuktikan ancamannya.
Dia tidak kedapatan di sekolah. Mentang - mentang tidak hujan, memang gadis itu tidak berniat menemuinya, apa? Apa jangan - jangan kalau musim kemarau gadis itu tidak pergi sekolah sama sekali?
Membuka laptop yang sempat dibelinya dari hasil bekerja beberapa bulan lalu, Langit memilih memulai menulis. Tidak ada alasan jelas kenapa pria itu mau - mau saja menulis demi Azura.
Tapi yang jelas Langit juga jadi tertarik melakukannya. Menulis sepertinya bukan hal yang buruk. Terlebih menyadari dirinya yang memang lebih suka bekerja ketimbang bicara.
"Judulnya ... apa?" tanya Langit bingung.
Tidak menemukan secuil pun inspirasi baik untuk judul maupun ide cerita yang akan ditulisnya. Oh ayolah ... ketimbang berhasil menemukan ide cerita, Langit justru kembali teringat pada Azura.
Kemana gadis menjengkelkan itu? Tadi siang Langit ingin mencarinya ke kelasnya. Masalahnya dia sama sekali tidak mengetahui di mana kelas Azura. Ingin menanyakan pada murid lain pun tidak ada gunanya. Azura tidak benar - benar bernama Azura. Gadis yang ia temui seminggu belakangan punya nama lain yang bodohnya tidak Langit ketahui sampai sekarang.
"Saya bodoh amat, ketemu sama dia seminggu, saya malah nggak tau nama asli dia. Mau - mau aja manggil dia pake nama buatan saya. Kalau hilang kayak gini, gimana saya nyarinya, coba?!" tanya Langit frustasi pada dirinya sendiri.
Memilih menghembuskan napas kesal, berikutnya Langit mulai mengetik tanpa beban. Melampiaskan kekesalannya dengan menjadikan si utusan hujan pemeran utama dalam tulisan.
Jari Langit menari di atas keyboard laptop. Bagi pria bertubuh jangkung itu, topik tentang Azura tidak akan habis, jadi jika menjadikan gadis dari langit itu tokoh yang hidup dalam tulisan, Langit pasti tidak akan berhasil menemukan sulit.
*****
Hari ini, lagi - lagi langit secerah kemarin. Tapi wajah Langit justru sebaliknya --- mendung dan muram.
Untuk pertama kalinya Langit mengakui dia rindu hujan. Lebih tepatnya rindu Azura meski pria itu tidak mau mengakui.
Berjalan ke arah ruang Tata Usaha guna membayar uang SPP - nya, Langit berpapasan dengan Pak Hasan -- sang kepala sekolah di SMA Nusa Bhakti.
Menunduk sembari mencoba tersenyum tipis ke arah kepala sekolah yang ternyata juga tersenyum tak kalah ramah ke arahnya, berikutnya Langit kembali menunduk dan hendak masuk ke ruang Tata Usaha. Tanpa diduga, bahunya ditahan Pak Hasan.
Langit menoleh bingung. Mengernyitkan alis seolah tengah bertanya 'kenapa?'.
"Langit, terima kasih, ya!"
Belum sempat menyahuti ucapan sang kepala sekolah, pria dewasa itu justru sudah menghilang di lorong ruang guru --- mungkin masuk ke ruangannya. Mencoba mencerna maksud kata 'terima kasih' dari Pak Hasan, Langit rupanya tak berhasil menemukan jawaban.
Sampai Langit menyelesaikan urusannya di ruang Tata Usaha dan lanjut menulis ke perpustakaan. Langit tetap tidak menemukan apa - apa. Tidak maksud sang kepala sekolah, tidak menemukan mendung apalagi hujan, pun tidak bertemu Azura untuk kedua kalinya.
Sebenarnya, gadis itu kemana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Hujan [TAMAT]
Подростковая литература"Aku suka hujan, aku suka sekolah, aku suka semua yang kupunya kecuali kehilangan." *** Langit tidak pernah menyangka, pertemuannya dengan gadis misterius di halte pagi itu begitu banyak mengubah hidupnya. Ia yang semula benci sekolah, jadi lebih ra...