Ref:rain - Aimer🎶
"Jangan nyari aku kalau siang bolong, percuma. Kalau hujan, nggak kamu cari juga bakal ketemu sendiri."
*
Langit menelan saliva gusar. Bibirnya gemetar dengan tangan tak kalah bergetar.
Ayahnya meninggal di tempat rehabilitasi karena bunuh diri. Setelah beberapa bulan lalu menghancurkan dirinya dengan mengkonsumsi narkoba, kali ini pria kebanggaannya benar-benar menghancurkan hidupnya pun Langit seutuhnya.
Jika Ayah pergi, Langit bagaimana? Untuk siapa lagi Langit bekerja sepulang sekolah hingga malam? Untuk siapa lagi Langit harus bertahan?
Dada Langit bergemuruh tak karuan. Ia kehilangan pijakan. Meluruh pada lantai kamarnya dengan seragam masih melekat di tubuh, kali ini Langit merasa benar-benar jatuh.
Ia kehilangan semuanya. Bundanya ... kemudian Ayahnya. Untuk Langit yang tidak pernah bersahabat dengan kehilangan, ini tentu saja adalah hal paling menyakitkan.
Setelah hampir 2 tahun menahan, wajah kaku yang jarang tersenyum, tertawa bahkan tak pernah menangis itu kini matanya justru memanas. Penuh tatap pias luka yang titip ingin dibahas.
Untuk kali ini saja, Langit tidak pernah berhasil menahan hujan turun dari matanya. Membuat banjir pipinya. Pun dunianya yang kini kian bermuram durja. Rasanya, langit milik Langit seakan runtuh di atas kepala.
****
Langit membuka mata. Berikutnya memandang pantulan dirinya di cermin kamar. Wajah yang mengerikan.
Ternyata bukan mimpi. Ayahnya benar telah pergi. Kemarin sore bahkan Langit sendiri yang memasukkan pria itu ke liang lahat.
Rasanya ... masih saja seperti mimpi. Memijat pangkal hidungnya yang berdenyut nyeri, Langit berikutnya memilih beranjak ke kamar mandi.
Selesai mandi, pria itu memilih mengenakan baju santai. Padahal ini hari rabu. Langit harus sekolah tapi sedang tidak ingin. Bekerja pun rasanya adalah hal yang sangat berat kali ini.
Sepertinya Langit tidak akan bekerja sekeras dulu lagi. Lagipula sekarang ia bekerja untuk siapa? Dirinya bahkan lupa apa itu makan dan bersenang-senang setelah kehilangan 2 sosok paling berharga dalam hidupnya.
Memilih berjalan ke dapur, Langit justru tidak berhasil menemukan niatnya untuk sarapan dan lebih memilih melamun memandangi meja makan yang kosong melompong. Rasanya, Langit ingin menuntut pada takdir.
Kenapa Langit harus kehilangan kedua orang tua sedangkan yang lain tidak? Kenapa hidup Langit harus dipenuhi masalah sedangkan orang lain tidak? Kenapa Langit harus hidup jika tidak punya alasan untuk bertahan di bumi seluas namun se-monoton ini?
Akhirnya, Langit menghabiskan waktu untuk merenungi nasibnya di dapur hingga siang, berikutnya merutuki takdir di kamar, kemudian melampiaskan kesedihannya di tempat kerja hingga larut malam.
Dunianya ... apa selalu sepekat ini, ya? Padahal Langit berharap dunianya membiru. Langitnya mengharu. Buminya menemukan sosok baru. Sosok yang setidaknya menjadi alasan Langit melakukan sesuatu.
*****
Langit memilih masuk sekolah. Di koridor kelas, tatapan iba mengiringi langkahnya. Sebal, Langit tidak suka ditatap semenyedihkan itu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Gadis Hujan [TAMAT]
Fiksi Remaja"Aku suka hujan, aku suka sekolah, aku suka semua yang kupunya kecuali kehilangan." *** Langit tidak pernah menyangka, pertemuannya dengan gadis misterius di halte pagi itu begitu banyak mengubah hidupnya. Ia yang semula benci sekolah, jadi lebih ra...