Dimas melangkahkan kakinya masuk ke dalam Café Bene dengan hati yang cukup berat. Ini sudah satu minggu setelah kejadian di depan perpustakaan, dan ia belum sama sekali berkomunikasi dengan Arin. Dimas pengen banget ketemu Arin, menjelaskan semua apa yang terjadi. Tentang dirinya, Banyu, BEM, semuanya. Ia menunggu Arin siap. Hingga akhrinya, ia mendapat kabar kalau Arin ingin menemuinya, tapi dengan syarat. Lala dan Nathan ikut. Dimas mengiyakan.
Di dalam, Dimas sudah melihat Arin, Nathan dan Lala yang sudah duduk, menunggu.
"Sori, gue telat." Ujar Dimas sambil menarik kursi untuk duduk.
"Gak papa, duduk, Dim." Nathan mengangguk, mempersilahkan Dimas buat duduk.
"Bisa gue langsung cerita?"
"Bisa, Dim. Tolong ceritain ke kita, sejelas-jelasnya."
Cerita Dimas bermula dari percakapan makan malam beberapa tahun lalu, disaat Dimas masih SMA. Dimas lahir di keluarga yang mementingkan pendidikan lebih dari apapun. Ayahnya seorang profesor, sedangkan ibunya dosen. Makanya, ia dan kedua kakaknya mendapat ekspektasi yang besar soal prestasi. Dibanding-bandingi orang tua sendiri menjadi makanan sehari-hari Dimas. Hal itu membuat Dimas dan kedua kakaknya menjadi kompetitif. Malam itu, ia mendengarkan kedua kakaknya yang bragging soal prestasi mereka di dunia kuliah. Jelas, sebagai anak paling bontot, Dimas diwanti-wanti untuk seperti kakaknya, bahkan lebih.
Dimas belajar mati-matian biar bisa masuk UHB. Ia juga berusaha aktif di kegiatan kampus. Kalo bisa jadi ketua, dia akan lakukan. Makanya ia masuk BEM. Goalsnya buat jadi ketua BEM. Ya tujuannya untuk membuktikan ke keluarganya kalo dia bisa kayak kakak-kakaknya. Tapi ternyata buat jadi ketua BEM Fikom nggak mudah. Banyu. Iya, Banyu bikin semua itu sulit. Suatu hari, Banyu menawarkan instant winning kalo Dimas bersedia melakukan apapun yang Banyu suruh. Demi posisi, Dimas mengiyakan. Ia tidak menyangka kalau salah satu 'perintah' Banyu itu tantangan buat deketin Arin dan jadiin dia pacar. Pokoknya dikasih batas waktu jangan sampe putus sebelum dia naik jadi ketua BEM.
Mendengar cerita Dimas, Nathan berdecak nggak percaya. Kayak nonton sinetron. Dia kira, skenario murahan gini Cuma ada di TV, taunya ada di dunia nyata!
"Tsk, Banyu tuh nggak ada kerjaan apa gimana sih? Kayak anak SMA aja."
Dimas mengangguk, "Yeah, Banyu emang kayak gitu, Nath. Dia berasa punya kampus karena jadi ketua BEM. Terus bodohnya, gue mau-mau aja. Demi jabatan. Gue bodoh banget."
Arin mendengus, "Tuh tau kalo itu bodoh, tetep aja dilakuin."
"Gue emang bodoh. Gue cuma capek aja, tiap pulang ke rumah, gue dibanding-bandingin terus. Makanya gue iyain waktu Dimas ngasih gue short cut. Tapi Rin, gue pengen lo tau... gue beneran sayang sama lo. Setiap hari gue berpikir gimana gue gak nyakitin lo waktu semua ini berakhir. Tapi yah... mungkin ini udah jalan tuhan. Lo emang gak pantes sama gue, Rin. Gue jahat sama lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
e·the·re·al #2: nathan ✔️
RomanceBanyak yang bilang, cowok dan cewek nggak bisa sahabatan. Pasti salah satu menyimpan perasaan. Kata siapa? Buktinya Nathan dan Arin bisa! They're bestfriend since forever. Dari mereka SD, sampe sekarang. Setidaknya itu yang Nathan pikir. Tapi kok di...