🔞19. "You saved me. Thank you."

13.5K 159 30
                                    


🔞 References to violent acts, non-explicit depictions of sexual behavior

***

JUMAT malam ini harusnya Jindra pergi ke kontrakannya Regar di Kapuk, mereka ada janji taruhan tanding PES dengan Reo, Nimo, dan Genta.

Regar, yang di kontaknya tersimpan dengan nama Falcon, salah satu bagian dari kawanannya yang baru dikenalnya sejak SMP karena cowok itu bukan asli Kapuk—melainkan sebuah kediaman mewah tiga lantai di Senayan. Berbeda dengan anak-anak buahnya Harsa yang lain yang biasanya lahir dan besar di tempat kumuh ini, Regar adalah putra bungsu dari keluarga Hartanto yang sering muncul di berita dengan proyek-proyek pusat perbelanjaan dan apartemen mereka yang bombastis, dan dia juga orang pertama yang akan mengkritik kelakukan keluarganya sendiri. Jindra akrab dengannya secara instan karena minat mereka yang sama pada sepak bola, dan sejak saat itu cowok cungkring dengan tato di leher itu adalah kontak darurat teratasnya yang akan dia hubungi jika butuh back up.

Tapi Regar tidak ada saat ini.

Setelah sekian panggilan tak terjawab, pesan SOS yang tak terbaca, tendangan dan pukulan tak terhitung di tubuhnya dari berpasang-pasang kaki dan tangan orang, ditutup dengan pecahan botol yang disarangkan ke kepala; Jindra terpaksa mengganti tujuan awalnya. Kapuk terlalu jauh, Regar mengecewakan, dan apartemennya sendiri justru jauh lebih terjangkau.

Ini bukan hal baru bagi Jindra, pulang dalam keadaan bonyok atau hampir mati karena dipukuli seperti ini. Ini mungkin bisa dibilang seperti rutinitas sehari-hari sejak bergabung dengan kawanannya Harsa di usia sepuluh, sesuatu yang di masa lalu selalu membuat ibunya marah tiap kali mendapati luka baru di tubuhnya. Wajahnya lebam dan sepanjang garis rahangnya tercetak aliran darah yang sudah kering.

Tubuhnya didesain untuk dapat menahan segala jenis rasa sakit, dan butuh lebih dari satu orang untuk membuat Jindra Suryo ringsek seperti ini. Cecunguk yang dia buat babak belur beberapa minggu lalu rupanya ingin membalas dendam, dia dipojokkan ketika sedang seorang diri dengan lebih dari sepuluh kepala ikut mengeroyok. Bala bantuan yang dia panggil tidak ada satu pun yang merespons.

Ini pasti hari sialnya.

Jindra berjalan dengan langkah susah payah ketika keluar dari kotak lift di lantai apartemennya berada. Tudung jaket menutupi sebagian wajahnya, membuat si penjaga gedung tidak begitu memperhatikan kondisinya yang babak belur. Dia tidak mengecek ini jam berapa, tapi yang dia tahu langkahnya membawanya menuju pintu yang bukan pintu apartemennya.

Pintu dengan nomor 1115.

Kamar Rosalyn.

Dia menekan bel dengan brutal sambil berharap si penghuni kamar segera membukakan pintu.

Setelah apa yang terjadi kemarin, ketika Rosalyn menyalahkan Jindra atas semua masalah yang menimpa gadis itu selama di Rajendra, mendatangi kamarnya yang hanya berjarak beberapa pintu dari kamar laki-laki ini dalam kondisi ringsek mungkin bukan ide bagus. Tapi siapa peduli? Seluruh hidupnya dipenuhi dengan berbagai ide buruk.

Ketika pintu itu akhirnya terbuka, Jindra mengangkat wajah. Setengah kepalanya masih tertutup tudung jaket, tapi jejak darah di sepanjang rahangnya harusnya masih tetap terlihat. Terbukti dari mata Rosalyn yang melebar ketika menemukannya di depan pintu kamar gadis itu, tengah bersandar di kusen dengan napas terengah-engah seakan dia bisa roboh kapan saja.

"What happened to you?" Desisnya dengan nada ngeri yang tidak ditutup-tutupi.

"Gue butuh... P3K."

"Lo butuh ke rumah sakit."

"Nggak. Nggak ada rumah sakit. Gue butuh lo..." Dia tidak suka rumah sakit, tidak ada anak-anak Kapuk yang pergi ke rumah sakit untuk luka-luka mereka.

I Slept With My StepbrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang