Two

16 4 0
                                    

   Tepat setelah Rea melontarkan pertanyaan itu, seisi ruangan menjadi gaduh. Wanita yang berpakaian mewah itu tiba-tiba jatuh kedalam dekapan pria kekar di sampingnya dan menangis histeris.

    Beberapa pemuda yang dari tadi memanggilnya Charlotte mulai sibuk sendiri, beberapa dari mereka mulai memberikan perintah ke sana sini dan beberapa penjaga di luar terlihat berlari. Sementara, pemuda manis yang tadi mencoba memeluknya kini menumpahkan airmata dan mengatakan beberapa hal dengan suara yang keras.

   "Apa kakak benar-benar tidak mengingatku?. Ini aku, Christ! Adik kesayanganmu.".

   "Apa kau melupakan kak Jonathan dan kak Samuel?. Bagaimana dengan kak Lucius dan Gerald? Kau juga melupakan mereka kak?".

   "Kakak! Katakan ini bohong! Kau masih mengingat ku kan?".

   Rea yang dibanjiri oleh pertanyaan berlinang air mata itu tentu saja jadi kalang kabut. Bagaimana tidak, ia, yang notabe nya baru saja bangun dari kematian tiba-tiba di sosor oleh kejadian ini. Rea masih dalam keadaan menerima kenyataan tempatnya berada saat ini. Tapi, orang-orang asing ini sama sekali tidak memberikannya waktu untuk berfikir sejenak.

  Ruangan itu sekarang sudah menjadi lebih ramai dari sebelumnya. Entah semenjak kapan para penjaga sudah berjaga di depan pintu masuk kamar dan balkon. Beberapa pelayan wanita tampak berjejer dalam diam di samping tempat tidur. Beberapa kali mereka melirik ke sana kemari dengan penasaran.

  Charlotte- setidaknya begitu lah mereka memanggil Rea saat ini- diminta untuk duduk di atas tempat tidur  sementara seorang pria berjubah putih yang mereka panggil Thomas memeriksanya. Mata gadis itu terus saja memperhatikan pergerakan Thomas, mulai dari ketika pria itu memeriksa denyut nadi, mata, mulut dan mencatat sesuatu di buku yang dibawanya. Selain pemeriksaan tubuh, Thomas juga memberikan beberapa pertanyaan padanya.

   "Apa anda ingat siapa saya?" Tanya Thomas dengan nada yang ramah.

  Charlotte menggeleng perlahan. "Tidak.".

  Mendengar jawaban itu Thomas tampak menghela nafas panjang, dan kemudian beralih menatap kearah Raja dan Ratu. "Ada yang ingin saya bahas.".

Raja mengangguk dan memberikan perintah untuk berpindah ke ruangan sebelah. Pria itu tampak membopong sang Ratu yang masih sesenggukan di pelukannya sementara mereka mulai menghilang di balik salah satu pintu di kamar itu. Beberapa penjaga dan pelayan wanita mengikuti di belakang mereka.

   Charlotte hanya memperhatikan sekelilingnya berubah menjadi sedikit canggung ketika pintu itu tertutup.

   Sesekali ia memandang ke sana kemari dengan niat mencari sesuatu yang bisa mengalihkan pikirannya untuk sementara. Ia akui, arsiteksur kamar ini patut diacungi dua jempol. Furnitur yang mewah dan lembut, serta pemandangan yang terlihat di luar balkon juga sangat memanjakan mata.

   Lagi, Charlotte mengedarkan pandangannya ke sekaliling ruangan dengan penasaran, tidak memperdulikan beberapa pasang mata yang terus saja memperhatikan gerak geriknya dengan tajam. Setelah merasa cukup, kini gadis itu hanya menatap ke bawah kakinya yang bergoyang-goyang sedikit. Ia merasa tidak nyaman, walaupun tempat tidur yang ia duduki ini sangatlah lembut, tetapi tetap saja, ia merasa tidak nyaman.

   "Charlotte. ".

   Merasa terpanggil, Charlotte pun kini mengangkat kepalanya dan mendapati salah seorang pemuda dari mereka, pemuda yang tampak kalem dan yang berlari untuk memanggil Raja dan Ratu tadi kini berlutut di samping tempat tidur dan menggenggam tangannya erat. Charlotte memperhatikan wajah pemuda itu.

   Tampan dan ramah, itulah yang pertama kali terbayang di kepalanya ketika tatapan mereka bertemu. Jika saja mereka tidak bertemu dengan keadaan seperti ini, mungkin Charlotte gak akan segan-segan meletakkan hatinya untuk pemuda ini.

The lily's DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang