Bagian Limabelas

849 61 135
                                    

Hai dear, saya kembali lagi
Jangan lupa vote and koment

Enjoyken 😘

Sori for typo

***

"Dek,"

Cahaya yang memakaikan dasi Langit langsung mendongak. "Iya Mas?"

Langit terdiam sesaat, ia menatap wajah istrinya. Membuat Cahaya bingung sendiri. "Mas?Ada apa Mas? Kok diem?" tegur Cahaya sambil mengelus bahu Langit.

"Eh, gini dek. Mmm …  kalo kita adopsi anak gimana?" tanyanya dengan hati-hati kepada Cahaya.

Cahaya mengusap pipi Langit. "Kamu gak sabar, nunggu anak dari aku?" dengan mimik sedih, Cahaya bertanya kepada suaminya.

Pupil mata Langit seketika membesar. Ia memegang tanganya Cahaya yang berada di wajahnya. "Gak sayang. Bukan begitu maksudnya," Langit meluruskan kesalahpahaman Cahaya.

"Terus?" Cahaya menarik tangannya dari pipi Langit. Wajahnya langsung murung.

"Dek," panggil Langit yang sudah dirundung rasa bersalah. Cahaya diam dengan membelakangi Langit.

"Dek," Langit meraih bahu Cahaya, akan tetapi Cahaya menarik tangan Langit dari bahunya dengan kasar. Cahaya berjalan mendekati jendela. Ia menghela napasnya dengan kasar.

Langit memijit dahinya melihat reaksi Cahaya yang diluar ekspetasinya. Ia berjalan mendekati Cahaya.

"Aya, hey sayang," tegur Langit lembut dan langsung memeluk tubuh sang istri dari belakang. Namun, Cahaya berusaha melepaskan diri dari pelukkan sang suami.

Karena tenaganya yang tidak cukup melawan pelukan Langit, Cahaya menyerah.

"Jangan salah paham. Mas sabar kok menanti anak dari adek. Kan Mas cuma bertanya pendapat Aya doang," beritahu Langit yang langsung memutar tubuh Cahaya.

Cahaya langsung mencium wangi parfum Langit. Saat ia berada dihadapan lelaki itu.

"Maaf Mas, Aya sensitif jika disinggung tentang anak," katanya menyesal.

Langit mengangkat wajah Cahaya. Mata wanita itu sudah berkaca kaca. "Bukan adek gak mau ngadopsi anak Mas. Tapi, adek cuma ingin punya anak dari kamu dan lahir dari rahim aku. Anak yang memiliki ikatan darah dengan kita …." Cahaya terdiam. Ia menyeka air matanya yang tiba-tiba bercucuran. "Maaf Mas kalau adek egois," ucapnya disela sela tangisnya.

Langit menepuk nepuk lembut kepala Cahaya. "Jangan nangis dek! Mas mohon!" pinta Langit.

Cahaya berusaha mengehentikan tangisannya. Ia menarik napas dalam-dalam. "Maaf Mas, Aya ceng--"

Cup. Langit langsung membungkam Cahaya, dengan mendaratkan ciuman dibibirnya. Dengan lembut, Langit mencium bibir penuh gincu Cahaya, yang berwarna merah.

Langit menyudahi ciuman itu, sebelum ciuman itu memanas dan berakhir di ranjang.

"Mas, ish. Lipstik adek belepotan gara-gara Mas!" omel Cahaya sambil memegangi bibirnya.  "Tuh, lipstik juga nempel di bibir Mas," Cahaya langsung terkikik melihat bibir Langit berwarna merah. Langit memegangi bibirnya.

"Rasa cerri," komentar Langit saat menjilat bibirnya yang penuh lipstik.

Cahaya bergidik. "Ih Mas, jorok ah. Jilati lipstik,"

"Mas kan memang gitu. Semuanya Mas jilati," kata Langit sambil memandangi tubuh Cahaya dengan tatapan nakal.

Cahaya langsung memeluk tubuhnya. "Mas ih, ngomong apa sih?"

Rumah TanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang