Bagian Duapuluh sembilan

921 66 21
                                    

Langit sudah seharian mengelilingi kota, untuk mencari istrinya. Setiap sudut kota sudah ia datangi. Ia bahkan mendatangi rumah teman-teman Cahaya. Barangkali, Cahaya berada di salah satu rumah temannya. Namun, ia harus menelan kekecewan. Karena, ia tak mendapati istrinya, dimanapun.

Matahari sudah hendak pergi beristirahat. Namun, Langit masih saja terus memijak pedal gas mobilnya.

Langit mengembuskan napasnya, kala terdengar suara azan berkumandang. Langit pun membelokkan mobilnya masuk ke arah mesjid terdekat untuk melaksanakan kewajiban umat islam.

Di dalam do'anya, ia meminta kepada Allah agar segera menemukan Cahaya. Supaya mereka dapat hidup bersama-sama lagi, seperti dulu.

Dengan sungguh-sungguh ia meminta kepada Sang Penguasa Alam. Agar segera dipertemukan kembali dengan istri tercintanya. Dan lelaki itu juga berjanji, tak akan melakukan tindakan bodoh, yang menyakiti istrinya.

Di dalam sujudnya, ia memohon kepada Allah, agar do'a-do'anya terkabul.

Setelah selesai sholat magrib, lelaki itu tak langsung meninggalkan mesjid. Ia bertanya-tanya kepada warga yang baru selesai sholat magrib di mesjid itu.

Lelaki itu menyodorkan ponselnya, yang memuat foto Cahaya. Seraya bertanya

"Apakah pernah melihat wanita ini?"

Langit hanya tersenyum hambar, saat kepala mereka menggeleng. Langit langsung menyimpan ponselnya ke saku dengan lesu.

Namun, sebelum ia pergi meninggalkan mesjid, ia berpesan kepada mereka, jika mereka bertemu dengan istrinya, segera hubungi dirinya. Tak lupa juga ia memberikan nomor ponselnya.

Setelah itu Langit pergi meninggalkan mesjid dengan hati yang gelisah tak tenang. Isi kepalanya saat ini hanyalah Cahaya.

Ia melajukan mobilnya dengan pelan. Sesekali ia bertanya kepada orang-orang sambil menunjukan foto Cahaya.

Apakah mereka pernah melihat wanita ini?

Langit lagi-lagi melihat gelengan kepala mereka sebagai jawabannya.

Ia hanya bisa menghela napasnya panjang. Lelaki mulai frustasi. Tak tahu lagi harus kemana untuk mencari istrinya.

"Sayang, kamu ada dimana?" tanyanya sendu sambil terus membawa mobilnya.

Pukul sembilan malam, Lelaki itu memutuskan untuk pulang. Menyudahi dulu pencariannya. Esok, ia akan mencari istrinya lagi.

Di rumah, ia sudah ditunggu Anugrah beserta istrinya. Dan juga kedua sahabat Cahaya. Talita dan Bella. Dengan wajah merah menahan amarah. Terutama Bella. Rasanya ia ingin mengeluatkan sumpah serapah untuk suami sahabatnya itu. Untuk meluapkan emosinya.

Langit disambut tak hangat oleh mereka. Karena ia adalah penyebab hilangnya Cahaya.

Langit mendaratkan tubuhnya di sofa dengan lemas. Ia menundukkan kepalanya, sambil mendengarkan omelan kedua sahabat istrinya.

"Ini semua gara-gara Mas!" ucap Bella dengan geram. "Kalo aja Mas gak main belakang sama Aya. Aya pasti ngilang!"

"Iya bener Mas. Tega Mas yah, main di belakang Aya! Salah Aya apa Mas?" Talita ikut-ikutan memarahi Langit.

"Mana janji Mas sama kita? Yang katanya akan membahagiakan Aya? Yang akan menjaga Aya? Tidak akan menyakiti Aya? Mana?" Bella menaikkan satu oktaf suaranya.

"Betul itu. Janjimu palsu! Cih, buat apa berjanji kalo tidak ditepati. Dasar buaya! Tega yah Mas nyakiti sahabat kami lagi!" Talita tak mau kalah.

Bella mengambil napasnya dalam-dalam. "Awas aja yah Mas. Jika terjadi apa-apa sama Aya, aku gak akan maafi Mas. Aku akan tuntut Mas! Inget itu!" ancam Bella yang sudah sangat emosi sekali.

Rumah TanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang