Bagian duapuluh

1K 73 112
                                    

Monalisa mendorong pintu rumahnya. Monalisa hanya bisa memasang senyuman. Melihat kondisi rumahnya. Seperti biasa, setiap kali ia pulang ke rumah, ia melihat pemandangan, dimana rumahnya yang tidak terlalu besar itu, selalu berantakan dengan mainan Alex. Yang berserak di lantai.

Monalisa tak marah atau kesal melihat rumahnya yang tidak pernah tertata rapi. Ia akan membereskan mainan itu, setelah Alex sudah tidur.

"Alex sayang, Mommy pulang," tegur Monalisa kepada anaknya yang tidak menyadari keberadaannya. Alex menoleh, ia segera lari dan memeluk Monalisa.

Monalisa menggendong Alex. Ia mencium pipi anaknya. "Alex udah mamam?"

Bocah itu mengangguk.

"Kalo begitu, Alex sekarang harus bobok siang,"

Kepala Alex langsung menggeleng. "Gak mau! Alex mau main!"

Monalisa melihat seluruh mainan Alex yang berhamburan di lantai. "Mommy, Alex mau main!" rengek Alex dengan menggeliat geliatkan tubuhnya di dalam gendongan Monalisa.

Monalisa memilih mengalah. Ia menurunkan Alex dari gendongannya. Bocah itu langsung berlari ke tempat mainnya.

"Suster mana Lex?" Monalisa bertanya sembari berjalan ke sofa.

"Pispis," jawab Alex pendek.

"Oh," Monalisa langsung duduk di sofa yang berada tak jauh dari anaknya. Ia menatap anaknya yang sedang asik bermain sendiri. Wanita itu lalu menyandarkan tubuhnya. Awalnya matanya masih menyala, dan terus menatap buah hatinya. Namun lambat laun, matanya perlahan lahan tertutup. Dan Monalisa tertidur. Baru saja ia memejamkan matanya, kini matanya sudah terbuka.

"Langit." Tanpa sadar, ia menyebut nama lelaki itu. Monalisa mengembus napasnya dengan kesal.

"Kenapa Lang!"  gerutunya.

Kenapa kamu selalu hadir di setiap mimpiku Lang? Membuatku selalu memikirkanmu selalu.

Lagi lagi Monalisa mengembuskan napasnya. Ia membetulkan posisi duduknya. Ia menatap sekilas anaknya yang masih anteng bermain, kini bersama susternya. Monalisa meraup wajahnya. Ia tertegun dan tersadar dengan perasaannya.

Langit. Aku telah jatuh cinta padamu. Dalam sekejap saja. Ya ampun, begitu lemahnya hatiku. Melihat kebaikanmu dan perhatianmu. Langsung membuat aku luluh.

Aku jatuh hatimu, tanpa aba-aba.
Tanpa persiapan. Tiba-tiba hatiku sudah tertawan.
Aku jatuh hati padamu tanpa kurencanakan.
Perasaan itu sangat cepat tumbuh dan mekar. Secepat angin berembus di padang ilalang.

Namun, sayang.
Kau sudah dimiliki orang.
Langit, aku harus apa?

Langit, mengapa kita harus berjumpa? Membuatku jatuh cinta. Namun, sekaligus membuatku terluka. Karena aku tak bisa mendapatkanmu.

Monalisa mengembus poninya. Kesal. Karena saat ini, ia tiba-tiba saja merasa rindu kepada Langit. Lelaki tampan yang amat penyayang. Buktinya, Langit menyempatkan dirinya untuk menidurkan anaknya. Ia tak tega melihat Alex, yang menangis terus menerus. Bukan kah itu bukti, kalau Langit lelaki penyayang.

Langit! Jika harus menjadi kedua, aku tak apa. Asal aku dan Alex, bisa bersamamu dan bertemu selalu.

Monalisa mendesah resah. Ia mengacak rambutnya gemas.

Itu semua hanya mimpi Mona. Tak mungkin dia mau menjadikan kau yang kedua. Tolong sadar diri Monalisa! Ucapnya pada dirinya sendiri mencoba untuk berpikir jernih dan sadar. Bahwa Langit itu ibarat bulan, yang mustahil bisa ia raih.

Rumah TanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang