Bagian Duapuluh Delapan

974 67 4
                                    

"Lho kok kamu malah nanya Ibumu?" tanya Cahyono tak mengerti dengan sikap menantunya itu. "Kamukan suaminya. Masa gak tahu dimana istrinya sendiri?" Langit hanya menghelakan napasnya dengan berat kala ditanya sang mertua dengan galaknya.

"Apa yang sudah terjadi nak?" Langit langsung meringis ditanyai Ibu mertuanya.

"Maaf, bu sebelum saya ceritakan sebenarnya, Langit mau nelpon kak Anugrah!" kepala ibu Cahaya mengangguk, Langit pun langsung mengambil ponsel di saku celananya. Dengan lihai jarinya mencari kontak atas nama kakaknya.

Langit harus menunggu, agar panggilannya dijawab oleh Anugrah. Hatinya langsung dirundung rasa resah dan gelisah. Mengetahui kenyataan istrinya tak ada di rumah mertuanya.

"Assalamualaikum," Anugrah langsung memberi salam, begitu lelaki itu menerima panggilan Langit.

"Waalaikumsalam, kak," Langit membalas salam saudara kandungnya itu.

"Ada apa Lang? Uda sampai kau dengan selamat?" tanya Anugrah dengan suara khas orang baru bangun tidur.

"Udah kak," Langit berhenti sesaat, ia mengambil napasnya dalam-dalam. "Kak, kakak tadi beneran nganteri Cahaya ke terminal?"

"Hem, kenapa?" tanyanya dari ujung sana.

"Benerankan kak? Kakak sama Azizah nganteri istriku ke terminal?" Langit mengulangi pertanyaannya.

Terdengar helaan napas Anugrah dari sebrang sana. "Iya lho. Aku tadi nganteri istrimu ke terminal. Sampai naik bus lagi. Tapi, sebelum bus pergi, kami uda pulang. Disuruh Cahaya," beritahu Anugrah. "Kenapa sih Lang?" lelaki itu langsung penasaran.

Langit mengembuskan napasnya dengan berat. "Cahaya gak ada di rumah mertuaku kak. Dia menghilang,"

"APA?! CAHAYA GAK ADA DI RUMAH MERTUAMU?!'" Langit langsung menjauhkan ponselnya dari telinganya. Begitu ia mendengar respon sang kakak.

"Halo Lang, Lang, LANGIT!" jerit Anugrah yang sudah hilang rasa kantuknya.

Langit pun mendekati ponsel ke telinganya. "Hah, iya kak. Cahaya gak ada di rumah mertuaku. Kemana dia yah? Aku cemas banget!" beritahu Langit dengan nada sedih.

Anugrah hanya bisa menghela napasnya. Lelaki itu juga bingung. "Ya udah kau tenang dulu. Kau jangan kemana-mana. Jangan cari Cahaya sekarang. Besok saja kita cari sama-sama," Anugrah memberi saran.

"Tapi kak, mana bisa aku diam saja, sedangkan istriku menghilang. Aku akan balik ke kota sekarang," tolak Langit.

"Jangan!" cegah Anugrah. "Ini udah malam. Kau istirahat saja. Pulihkan tenagamu dulu. Dan berdoalah sama Allah, agar Cahaya baik-baik saja. Dimanapun ia berada," kata Anugrah lagi. Langit hanya bisa mendesah pasrah mendengar ucapan Anugrah. "Kau dengar gak apa kata kakak?"

"Iya denger," jawabnya dengan terpaksa.

"Bagus. Ya udah kau istirahat dulu. Tenangkan pikiranmu. Banyaki berdo'a untuk Cahaya. Besok kita akan melapor ke polisi. Supaya mereka membantu kita mencari Cahaya. Oke?"

"Hem," respon Langit.

"Ya sudah aku tutup teleponnya. Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam." Setelah Langit membalas salam Anugrah. Anugrah pun mengakhiri sambungan mereka. Langit menyimpan kembali ponselnya ke saku celananya.

Langit menghirup napas dalam-dalam. Melihat wajah kedua mertuanya, yang masih sabar menunggu penjelasan Langit.

Ia memejamkan wajahnya, ada rasa takut dihatinya. Ia takut kedua orang tua Cahaya akan murka. Karena lagi dan lagi ia menorehkan luka di hati anak mereka.

Rumah TanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang