Part : 5 Revisi

1.9K 136 3
                                    

My Lovely CEO

———

"Oppa, aku bosan. Bisa kita pulang?"

Baru saja bibirnya hendak menjawab pertanyaan pria itu, seorang wanita datang. Bergelayut manja dibahu sang pria dan jangan lupakan intonasi penuh aegyo-nya. Oh baiklah, Riri salah sasaran kali ini. Ia menegak minumannya lagi kemudian berdiri dan pergi dari sana. Sungguh memalukan!

Riri meninggalkan hingar bingar pesta untuk kemudian menghilangkan sedikit pusing dikepalanya. Ia butuh air segar. Pun tujuannya toilet yang berada di lantai dua. Tubuhnya sedikit oleng karena pengaruh alkohol. Ugh! Kenapa dia harus minum sampai dua gelas? Untung saja Riri masih sadar. Dia bahkan bisa melihat jelas Luna yang tengah bercumbu dengan pacarnya.

Tiba-tiba tatapannya bertemu dengan Sehun. Tatapan yang sulit di artikan. Buru-buru Riri mengalihkan tatapannya dan berjalan cepat ke arah toilet. Ya ampun! Dia pasti terlihat bodoh. Jangan sampai Sehun menyadari hal itu. Karena masalahnya akan jadi panjang jika Luna tahu. Tolong, bertemu lagi dengan sang mantan pacar saja sudah menjadi masalah baginya.

———

Riri membasuh wajahnya dengan air dingin di washtafel. Sedikit lebih baikan dibandingkan tadi. Gadis itu menghela saat melihat pantulan wajahnya di cermin. Riri sudah memakai make up lumayan tebal tapi kenapa lingkaran hitam di bawah matanya masih nampak terlihat jelas. Apa ini efek dari insomnia yang di deritanya belakangan ini? Ck! Riri sering mimpi buruk dan gadis itu akan sulit tertidur setelah terbangun. Apa sebaiknya dia mulai mengonsumsi obat tidur lagi? Ah tidak! Itu buruk!

Selagi ia bergumul dengan pikirannya. Riri tidak menyadari jika seseorang telah masuk ke dalam toilet. Memperhatikannya dengan seksama dari belakang. Tidak ada orang lain di dalam toilet selain dirinya dan orang itu. Pun ia tersadar saat tangannya hendak meraih tisu yang tergantung di samping washtafel. Gadis itu terperanjat sejenak sebelum akhirnya dapat menetralkan hatinya.

"Oh, bukankah kamu pacarnya Luna?" Riri mengembangkan senyum terbaiknya. Pria itu, Oh Sehun, hanya menunjukan ekspresi datar.

"Kenapa terus menghindar?" Lantas pertanyaan itu membuat senyum Riri yang awalnya terkembang jadi luntur seketika.

"Luna mau mengenalkanmu secara resmi tapi aku terlewat sepertinya," sahut Riri sembari membuang tisu yang tadi digunakannya ke tong sampah.

Sehun mulai merasa jengah dengan sikap gadis dihadapannya ini. Ia melangkah, mendekat. Berkebalikan dengan Riri yang seperti terburu untuk keluar dari sana. Sehun tidak akan mengijinkan gadis itu untuk kabur lagi. Ia dengan cepat menarik lengan kurus itu dan memojokannya dipinggir pintu keluar toilet.

"Luna tidak boleh tahu," kata Riri cepat sambil menatap lekat netra Sehun.

Mata tajam pria itu memicing, "Kenapa?"

"Hanya tidak boleh. Dia akan kecewa. Oppa harus mengerti," Riri mencoba melepaskan genggaman Sehun dari lengannya.

"Jika aku tahu Luna temanmu aku tidak akan mengencaninya," kata Sehun pelan. Wajahnya kini terlampau dekat hingga Riri bisa merasakan hembusan napas hangat pria itu yang bercampur alkohol dipermukaan wajahnya.

"Lalu? Setelah ini apa? Oppa mau memutuskan Luna?"

Sehun menunduk sejenak, ia menghela panjang.

"Oppa selalu memikirkanmu. Setidaknya ada kejelasan setelah kamu minta putus," dan netranya menatap Riri sendu.

Riri menghempaskan tangan Sehun. Ia menatap tajam pria itu seolah memperingati. Ia mendorong Sehun agar menjauh.

"Semua sudah berakhir. Tidak ada apapun."

Setelahnya ia berjalan cepat keluar dari toilet. Namun lagi-lagi Sehun tidak mengindahkannya. Ia menarik paksa Riri—lagi—menghimpitnya ke dinding koridor depan toilet lalu dengan paksa ingin mencium bibir gadis itu. Riri memalingkan wajahnya sejauh mungkin. Menahan dada pria itu agar tidak semakin menempel padanya.

Ini gila! Bagaimana jika Luna sampai melihat hal ini?

"Oppa," Riri mendorong Sehun sekuat tenaga, "Apa oppa sudah tidak waras?! Oppa mau menghancurkan Luna? Luna bisa membencimu!"

"Dan juga membencimu," balas Sehun dan kembali menyerang Riri. Gadis itu berusaha berontak dalam dekapan erat Sehun. Sementara pria itu terus menghujaninya dengan kecupan-kecupan panas.

"Sayang, kamu disini ternyata?"

Dengan sekali dorongan kuat, Riri berhasil melepaskan diri. Ia menatap benci ke arah Sehun lalu pada sosok yang berdiri di ujung koridor. Riri merasa lega ada seseorang yang telah menyelamatkannya dari situasi ini.

Pria itu yang tadi duduk di sampingnya. Siapapun dia, Riri sangat berterima kasih. Gadis itu segera meninggalkan Sehun yang berdiri kaku memandang punggung sempitnya.

"Maaf, apa aku lama?" Riri mencoba mengikuti alur yang diciptakan pria itu.

Dengan mesranya ia mengalungkan lengannya dileher sang pria. Sedikit berjinjit untuk menyamai tinggi mereka sebelum mendaratkan sebuah ciuman singkat di bibir tipis itu. Semua berjalan baik, sang pria melingkarkan lengannya di pinggang Riri. Memeluknya posesif. Juga bagaimana jemari panjangnya membelai intens kulit wajah Riri membuat gelanyar aneh tercipta di perutnya.

"Bisa kita pergi?" Riri menatap pria itu dengan rasa bersalah. Oh tentu saja. Ia menciumnya dengan lancang tanpa permisi. Tapi mau bagaimana lagi.

"Tentu. Pestanya belum selesai."

Sehun mengepalkan tangannya kuat saat pasangan itu meninggalkannya sendirian di koridor. Perasaannya campur aduk.

———

Jaemin | My Lovely CEO [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang