8. Bertemu Masa Lalu

4.6K 639 78
                                    

Episode 8

'Kami sudah sampai di Korea, Jaeyi akan segera di rawat di rumah sakit pamanmu. Jangan khawatir dan jaga dirimu selalu, Papa menyayangimu Nana.'

Jaemin berdiam diri di salah satu pondok yang ada di sekitar komplek Istana. Jam istirahatnya selalu dihabiskan sendiri. Esok adalah hari libur tugasnya, rencananya ia hendak menemui keluarganya jika saja Jeno tidak meminta waktunya. Mendapat kabar bahwa keluarganya yang tersisa sudah sampai ke Korea membuat hatinya terselimuti rasa hangat. Harapan bahwa sang kembaran akan segera membuka matanya karena berada dekat dengannya memenuhi relung hati.

Kecelakaan tujuh tahun yang lalu hampir merenggut nyawa keduanya, namun Tuhan sangat menyayangkan jika kejahatan keluarga kerajaan tidak diungkap. Jaemin terbangun dari tidur panjangnya di bulan ke 3, sedangkan Jaeyi masih tengah berjuang.

Jaemin merindukan rengkuhan sang adik. Ia dan Jaeyi hanya bertemu tiga tahun di umur sembilan belas. Betapa bahagianya ia mengetahui bahwa ia memiliki keluarga kandung, terlebih mereka adalah kembar. Kepribadian mereka hampir sama, walaupun Jaemin lebih keras, tetapi itulah yang membuat mereka bisa menerima keadaan dengan cepat.

"Jaeyi-ya, berhentilah bermain di langit, aku tidak memiliki teman main di bumi ini," ujar Jaemin sambil menatap langit malam bertabur bintang yang berkerlap kerlip dengan cantiknya. Air matanya menumpuk di ujung kelopak mata.

"Jaemin?" sebuah suara memanggilnya, Jaemin segera mengerjapkan matanya yang berair dan memasang wajah yang seperti biasa. Orang yang memanggilnya adalah orang yang sama seperti saat ia melihat potret bahagia Jaeyi, itu adalah Jeno.

"Yang mulia, apakah ada yang perlu saya bantu?" tanya Jaemin.

Jeno melangkahkan kakinya lebih dekat dengan tubuhnya, Jaemin terdiam ketika tangan besar itu hendak menyentuh wajahnya. Tangan hangat dengan ibu jari yang mengusap ujung matanya tanpa mengalihkan tatapannya.

"Yang mu-,"

"Ini kali kedua aku melihat jejak air mata di wajahmu, apa yang membuat seorang anggota Tim Zero tangguh sepertimu menangis?"

"Setiap orang memiliki masalah pribadi dan titik lemah masing-masing, apakah seorang pengawal tidak boleh seperti itu, Yang mulia?"

Jeno melemparkan senyuman tipis, "dulu Jaeyi pun sering berbicara seperti itu, salah satu alasan aku menyukainya. Aku hampir tertipu," katanya.

"Bukankah hal seperti itu wajar untuk di katakan seseorang?"

"Bagi seorang kaisar yang hidup di lingkungan tidak terprediksi siapa kawan dan lawan, aku tidak boleh mengatakan bahwa aku memiliki kelemahan. Lawanku akan mencari kelemahanku kalau begitu. Hanya Jaeyi, yang mengetahuinya. Mungkin, jika kau memang ia, kau juga mengetahui hal itu."

Jaemin terdiam, dalam hati ia menggumam. Ia tahu apa salah satu kelemahan Jeno, tak lain adalah Jaeyi sendiri. Tapi, kelemahan itu juga bisa membangkitkannya. Jaemin tidak ingin mengambil risiko.

"Besok, hari liburmu kan? Ada permintaan yang ku ingin kau lakukan. Jadilah Jaeyi, saat bertemu diriku besok. Apapun keputusanmu, aku akan menghargai dirimu sebagai Na Jaeyi," pintanya.

Jaemin mengambil nafasnya sedikit lama, "baik, Yang mulia."

-

Suara pintu terbuka menyambut pendengaran Jaemin setelah berhasil memasukkan kode pin apartementnya. Akhirnya ia bisa kembali ke Istananya yang asli. Tangannya menyeret koper kecil berisi kebutuhannya selama bertugas di Istana. Langkah kakinya terhenti untuk melepas sepatu hitam kerjanya dan meletakkannya ke tempat sepatu, matanya bergulir melihat susunan sepatu yang ia tinggalkan rapih menjadi sedikit miring.

[C] Hearts to Hurts - nomin [PDF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang