Alasan Hani

268 30 41
                                    

"Americano-nya satu, Mbak." Brian baru saja memesan minuman ketika ia melihat sekelebat bayangan orang yang dikenalnya lewat. Orang yang beberapa hari ini membuat teman baiknya jadi uring-uringan. Kembali Brian memicingkan mata, mencoba memastikan penglihatannya. Setelah melihat kembali, Brian yakin ia tidak salah orang. Itu benar-benar Hani.

"Hani? Bener Hani, kan?" Usai menerima minumannya, Brian langsung ngebut menghampiri Hani yang kelihatan tak bersemangat. Sang perempuan tampak melamun, setengah menelungkupkan wajahnya di meja. "Sendirian aja?"

"Eh, Brian?" Hani agak terkejut dengan kedatangan Brian yang tiba-tiba. "Haha, iya sendiri. Lo sendiri juga?"

"Iya nih, jomblo gue. Cariin pacar dong." Brian malah mencari kesempatan dalam kesempitan. Ia memasang wajah sok memelas. "Gue numpang duduk disini ya." Ucapnya kemudian, lantas mendudukkan dirinya dihadapan Hani.

"Idih hahaha, tampang sok melas lo nggak mempan di gue, Bri." Hani tertawa lepas sambil memberikan gesture mempersilahkan Brian duduk.

Brian berdecak. "Bener-bener ni pasangan. Nggak lo, nggak Jinandra, nggak ada prihatin-prihatinnya sama kejombloan gue." Brian kembali memasang tampang sok sedih.

Gotcha! Brian bisa melihat perubahan ekspresi Hani saat ia membicarakan Jinandra. Hani mendadak terdiam. Wajah kusut sang lawan bicara terpampang jelas, seperti sedang banyak pikiran. "Lesu amat, Sis? Kenapa lo?"

"Ah, nggak apa-apa hahaha." Hani tertawa, yang terlihat jelas dipaksakan, lalu cepat mengalihkan topik pembicaraan. "Americano lagi? Ck ck ck, kasian gue ama lambung lo Bri, minum kopi udah kayak minum obat, tiga kali sehari." Hani mendecak prihatin.

"Eits, udah tobat ya gue! Nggak tiga kali sehari lagi kok!" Brian protes, walaupun perkataan Hani ada benarnya. Tapi Brian sadar diri kok, ia overdosis mengonsumsi kopi hanya jika sedang stress berat, dan untunglah hari ini bukan saatnya.

Lelaki bermata rubah itu kembali melirik wanita dihadapannya. Helaan napas Hani membuat radar Brian langsung menyala. "Kesini nggak sama Jinandra, Han? Biasanya lengket banget kayak perangko." Brian mulai berbasa-basi. "Lagi berantem?" Dipancingnya Hani untuk bersuara.

"Ah, nggak kok, nggak berantem. Lagi pengen sendiri aja Bri, sekali-kali." Hani masih menampik, membuat Brian mau tak mau kembali memutar otak.

"Hm, gitu ya." Brian mengusap-ngusap dagunya. "Kirain lagi berantem, soalnya gue liat tu anak galau mulu beberapa hari ini." Ucapan Brian sepertinya mengusik Hani. Terbukti dari melebarnya bola mata Hani, yang bisa langsung Brian tangkap, walau kemudian gadis itu berhasil mengendalikan diri secara cepat.

"Galau gimana, Bri?"

"Hmm, gimana ya? Galau aja gitu. Serba salah. Kasian gue ngeliatnya, kayak mayat hidup."

*****

Hani menggigit bibirnya. Ia tidak tahu, kejadian beberapa hari yang lalu memiliki dampak yang begitu besar bagi Jinandra. Dilihat dari gaya bicara Brian, yang sepertinya benar-benar serius. Ia menatap Brian, mencoba menimbang-nimbang apakah ia akan memberi tahu Brian atau tidak.

"Hm Bri, sebenernya gue... gue..." Tergagap Hani mencoba bicara.

"Ya?" Brian menaikkan alis kirinya, seperti memang menunggu Hani untuk berbicara.

Hani mendesah pelan, sebelum kembali bersuara. "Beberapa hari yang lalu, Sunni ngelamar gue. Terus gue... tolak." Akhirnya Hani membuka ceritanya.

"Kenapa?" Hanya satu kata yang diucapkan Brian. Ia lalu menyesap kopinya, seolah menunggu kata-kata Hani selanjutnya.

Will You Marry Me? | Sungjin Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang