Bonus: Ngobrol, Yuk?

166 15 24
                                    

Suara deburan ombak masih jelas terdengar, mengalun bagaikan melodi di tengah-tengah nyamannya keadaan pantai. Matahari baru saja terbenam, tinggal sedikit gurat-gurat jingga yang tersisa di langit. Cahayanya lantas digantikan oleh cahaya lampu hias, yang menghiasi seantero pantai.

Saat ini, yang tersisa tinggal Jinandra dan Hani. Tidak ingin mengganggu momen sakral dua sejoli, kelima temannya yang lain (read: Brian, Jamie, Jae, Doni dan Walendra), sudah lebih dulu meninggalkan lokasi. Padahal sebenarnya, baik Jinandra maupun Hani tak ada yang keberatan jika teman-temannya itu ingin tinggal lebih lama disini. Dasar inisiatif mereka saja, ingin memberikan waktu eksklusif bagi pasangan kekasih itu.

"Enak ya anginnya? Sepoi-sepoi." Jinandra kembali membuka percakapan, disela-sela suara deburan ombak yang masih terus beradu.

Hani tersenyum tipis. "Iya, enak juga disini. Berasa lagi healing." Jawabnya kemudian.

Jinandra menelan ludahnya, tiba-tiba saja terlihat gugup. "Eum, Han.... aku mau jujur. Boleh?" Raut wajah Jinandra tampak serius, membuat Hani mengernyitkan dahinya.

Memangnya apa yang ingin dibicarakan Jinandra sampai-sampai ia kembali terlihat gugup?

Iya, Sunni? Mau ngomong apa?" Hani menjawab dengan raut wajah bingung.

"Aku pengen cerita ke kamu tentang ketakutanku. Hal-hal yang membuatku sedikit banyak jadi insecure selama ini." Jinandra akhirnya berucap mantap, mencoba membuka alur pembicaraan.

Hani menatap Jinandra lembut, mencoba mendengarkan dan memahami apa yang Jinandra maksud. Lelaki itu tampak menarik napas panjang, sebelum kembali bercerita. "I'm afraid that I'm not good enough for you." Lirih ia berucap.

Hani membelalakkan matanya. "No, no, no. You are good enough for me, Sunni. Bahkan jauh, jauh melebihi ekspektasi aku. Kamu bukan lagi good enough. You're the greatest boyfriend that I could ever have, for real." Cepat-cepat Hani menyangkal, mencoba meyakinkan Jinandra.

Jinandra hanya mengulum senyum, sebelum kembali melanjutkan sesi curhatnya. "Nggak, Hani. Aku masih banyak, banyak banget kurangnya." Jinandra masih berucap lirih.

"Kamu tau kan, aku ini orangnya nggak pandai mengekspresikan diri. Tsundere kalo kata orang-orang. Aku nggak pinter mengekspresikan rasa sayang dan cinta aku ke orang-orang yang aku sayang dan aku cintai. Padahal aku bener-bener sayang, tapi rasanya sulit buat ngungkapin itu di kehidupan sehari-hari. Mungkin kamu juga pernah geregetan sama aku soal hal ini." Panjang lebar Jinandra menjelaskan. Hani jadi terdiam, mencoba mendengarkan lebih lanjut sesi pengakuan Jinandra ini.

Lelaki itu masih belum puas bercerita. "Selain tsundere, aku juga pengecut, Han. Ambil contoh aja, waktu kamu nolak lamaranku dan agak ngejauhin aku waktu itu. Jujur, aku penasaran setengah mati. Aku tau kamu pasti punya alasan kuat buat ngejauhin aku. Tapi aku terlalu takut. Terlalu takut buat nanya. Setelah kira-kira tau masalahnya pun, aku masih terlalu takut buat memastikan ke kamu. Aku terlalu pengecut. Terlalu takut kamu bakal pergi, kalo kamu nyeritain yang sebenernya."

Nada suara Jinandra makin lirih terdengar. "Padahal aku pengen jadi orang yang berguna buat kamu. Pengen denger keluh kesah kamu. Pengen bisa jadi sandaran kamu disaat kamu membutuhkan, bukan cuma pas happy aja. Aku juga pengen bisa berguna buat kamu saat kamu lagi gamang, galau, butuh sandaran, atau apapun itu."

*****

"Ahh, lega juga ya." Jinandra akhirnya menyelesaikan sesi curhat panjang lebarnya. "Nah, aku udah cerita tentang keinsekuritasanku. Kamu apa ada yang mau diceritain ke aku?"

Will You Marry Me? | Sungjin Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang