EPISODE 3

18 2 1
                                    

Buronan itu hanya berjalan lamban mengikuti arah Alina berlari. Hal tersebut, membuat Alina lebih dulu sampai ke dapur dan memegang sebuah pisau.

Alina kini hanya terdiam di tempat dan tengah bersiap, untuk menikam buronan itu. Suara langkah sepatu si buronan, sungguh membuat Alina bagaikan di teror habis-habisan. Tak ada yang bisa Alina lakukan lagi, selain berdoa.

Perlahan, tampaklah si buronan itu di mata Alina. Alina yang panik setengah mati, kini berbuat sesuatu yang konyol.

"Pergi kau! Pergi! Atau aku akan bunuh diri disini!" bentak Alina yang mengancam.

"Kau sudah gila?" tanya si buronan yang heran dengan Alina.

"Lebih baik aku mati, dari pada di perkosa oleh penjahat laknat sepertimu! Pergi!" bentak Alina.

"Ku mohon, hentikan ini." lirih si buronan yang lalu menjatuhkan senjatanya ke lantai, dan menendangnya pelan ke arah Alina.

"Hmm?" Alina yang kaget melihat senjata itu terseret ke arahnya.

Alina tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat itu juga. Si buronan menyerahkan senjatanya begitu saja pada Alina!

Dengan cepat, Alina meraih pistol tersebut dari lantai dan menodongkannya ke si buronan. Perlahan, Alina sudah tak merasa takut lagi, karena ada sebuah pistol yang memihak dirinya.

"Angkat tanganmu! Angkat!" bentak Alina sambil mendekat ke arah Buronan.

Si buronan hanya menatap Alina, lalu bersandar ke dinding dan melipat kedua tangannya. Hal itu semakin membuat Alina bingung dan marah!

"Kau!" geram Alina yang masih saja menodongkan pistol ke arah si buronan.

"Tembaklah, jika kau bisa." ucap datar si buronan.

"Jika itu maumu, buronan!" balas Alina yang lalu menekan pelatuk.

"CIK! CIK! CIK!"

"Eh?" Alina yang bingung.

"CIK! CIK! CIK! CIK!"

"Sudah kuduga." ujar sombong si buronan.

Ternyata, pistol tersebut masih dalam keadaan terkunci. Butuh menarik pengamannya terlebih dahulu, agar membuatnya bisa menembak. Hal itulah yang membuat si buronan hanya bersantai. Ia tahu, wanita seperti Alina, tak mungkin mengerti tentang pistol.

"Maafkan aku, karena sudah masuk ke rumahmu. Aku hanya terpaksa melakukannya. Aku melakukannya kare .... " terpotong saat melihat Alina yang tiba-tiba saja, membuka pengaman pistol tersebut secara tak sengaja!

"Goblok!" seru si buronan yang lalu berlari ke ruangan lain demi menyelamatkan diri.

"Tolong! Buronan! Buronan!" teriak Alina yang kini kembali mengejarnya, sambil menodongkan pistol ke arah depan.

Kini, si buronanlah yang terlihat bodoh. Ia berlari di dalam rumah yang tak di kenalinya. Sesekali, Ia berhenti sambil menoleh kesana-kemari, demi mencari tempat untuk bersembunyi.

"Woy!" teriak Alina yang melihatnya.

Tanpa pikir panjang, si buronan langsung berlari ke arah kamar Alina tanpa menutup pintu. Alina yang terlalu percaya diri, masuk begitu saja dan berharap bisa melumpuhkan si buronan.

Akan tetapi, ia tak sadar bahwa si buronan sedang bersembunyi di balik pintu! Dengan sigap, si buronan menangkap Alina dari belakang, sambil merampas pistol dan menyekap mulutnya!

"Hmmphh! Hppmmhhff!" suara Alina yang terbungkam tangan si buronan.

"Diam! Diamlah!" bisik geram si buronan sambil menahannya sekuat tenaga.

Alina meronta sekuat mungkin! Menyikut, melompat-lompat, hingga berusaha untuk memberatkan diri dengan cara mengangkat kedua kakinya. Namun, semuanya berbuahkan sia-sia. Si buronan terlalu kuat!

"Ku mohon! Dengarkan aku dulu!" pinta si buronan.

Alina tak mau menyerah! Ia masih saja berusaha agar terlepas. Alina ingin sekali menggigit telapak tangan si buronan. Akan tetapi, ia merasa bahwa giginya tak mampu untuk menggapai permukaan telapak tangan si buronan.

Dengan terpaksa, Alina pun menyerangnya dengan cara menjilat-jilati telapak tangan si buronan. Ia berusaha untuk menggelitiki telapak tersebut, agar terlepas dari mulutnya. Si buronan yang merasakan hal itu, seketika menjadi tergelitik sekaligus jijik!

"Isss!" seru si buronan yang lalu mendorong Alina hingga tersungkur jatuh ke depan.

Terlihat jelas di mata buronan, ketika melihat Alina yang mendarat keras di atas lantai dengan posisi terlungkup. Perlahan, Alina mencoba untuk menekuk kedua lututnya agar berdiri.

Namun, di saat sudah menekuk dua lutut, ia tiba-tiba saja memegang dadanya. Alina seperti merasakan sesak nafas yang begitu dalam. Perlahan, ia menoleh ke arah si buronan, sambil meneteskan air mata.

"Sudahlah." ucap datar si buronan sambil menodongkan pistol ke arah Alina.

"Hehe ... Baik." balas Alina yang lalu mengangkat kedua tangannya sambil tersenyum kaku.

Ternyata, sejak tadi Alina hanya berpura-pura kesakitan. Ia hanya bersandiwara di depan si buronan, agar mendapatkan rasa iba. Untungnya, si buronan cepat menyadari hal itu.

Hingga,

"Oeeek ... Oeeek ... Oeeek!" suara bayi yang menangis.

"Hi?!" seru Alina yang kaget mendengar suara tersebut.

-BERSAMBUNG-

PENJAHATKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang