Bagian 16

6.8K 1.1K 55
                                    

Maaf aku apdetnya agak lama😁 harap maklum, ya! Lagi revisi kisahnya bang Putra soalnya. Nanti kalau po nya udah buka, jangan sampe nggak ikutan ya, syg2 ku😘😘

Yaudah, selamat membaca dan semoga suka.💃💃💃

Vot dan komennya jgn lupa ya, cinta🥰🥰

______________________________________







"Siapa, Meg?" David membelok setirnya ke sebuah restoran klasik. Bangunannya terbuat dari kayu jati yang diplitur dan diberi ukiran-ukiran cantik di banyak tempat. Meghan sudah pernah makan di sana sekali, rasa masakannya tidak mengecewakan.

"Bosku." Meghan tidak mengangkat panggilan Zander, dimasukkannya ponselnya ke tas.

''Apa dia tidak melihat jam? Sudah jelas sekarang jam istirahat," sungut David sambil membuka sabuk pengamannya.

''Namanya juga bos." Meghan mengikuti David masuk ke restoran. "Ambil yang dekat pintu saja, Dav. Biar gampang keluarnya nanti." Yang makan di restoran tersebut lumayan ramai. Meghan tidak ingin berjalan jauh ke pojok.

"Boleh." Setelah menarik kursi untuk Meghan, David duduk di kursinya sendiri. Tak lama kemudian pelayan datang mencatat pesanan mereka.

"Tidak terasa tersisa dua hari lagi aku harus jadi pacar pura-puramu, Dav." Seringaian Meghan membuat David menggerutu. "Jangan kesal begitu, kau tahu kita bisa berteman."

Mendengus, David meletakkan ponsel dan kunci mobilnya di meja. "Aku tidak percaya bertingkah seperti orang tolol hanya demi mengambil hatimu."

Minuman yang mereka pesan datang lebih dulu. Meghan mengambil bagiannya kemudian menyesapnya. "Kau mau menaikkan taruhanmu?"

"Aku menyerah! Kau sengaja ingin memerasku, ya?" David punya banyak uang, memberi sejumlah uang pada Meghan bukan masalah baginya. Hanya saja ia tidak mau lagi dipermainkan seperti bola. Meghan mau makan malam dengannya hanya karena perjanjian. Mulai sekarang ia akan melakukannya tanpa ada transaksi di antara mereka. Jika Meghan mau, mereka pergi. Dan jika tidak, David akan memikirkan cara lain. Tapi bukan dengan uang.

Tawa Meghan terdengar enak di telinga David. Sayang gadis itu sulit sekali didapat.

"Kehilangan dua puluh juta takkan membuatmu bangkrut, Dav."

"Kalau tidak ada hasilnya, sama saja dengan membuang-buang uang."

Meghan mendelik. "Anggap saja kau sedang membantu teman."

David sudah akan menjawab kata-kata Meghan saat pesanan mereka diletakkan di meja, ia mengurungkan niatnya bicara.

"Dari baunya sepertinya enak." Meghan memajukan hidungnya, menghirup aroma lezat makanan tersebut. "Lobster memang yang terbaik."

"Aku tidak suka lobster." David memesan ayam kampung bakar yang dilumuri saos yang diracik sendiri. "Ukurannya membuatku mual."

"Setiap orang memiliki selera yang berbeda-beda, Dav. Kau menyakiti perasaan penyuka lobster sepertiku." Meghan mencicipi sedikit kuahnya. "Hhmm," ia mengerang. "Harusnya kau sepertiku. Aku suka apa saja asal enak. Ayam kampung juga favoritku."

"Baiklah," menganggukkan kepala, David meraih sendok dan pisau. "Selamat menikmati makanan masing-masing."

*****

"Ya ampun," sebuah suara menarik perhatian Meghan. Pasalnya suara itu tepat di sampingnya. "Kau sekretarisnya Zander, kan?"

Potongan lobster yang menuju mulut Meghan menggantung di tengah jalan, gadis itu cengo. "Ya, benar." Meghan mengenali wanita itu, dia adalah teman perempuan Zander yang kemarin malam ada di kamar pria itu.

Meghan (Playstore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang