Bagian 6

10.8K 1.1K 45
                                    

Meghan mengucap terimakasih dalam hati ketika David berkata dia akan langsung pulang saja begitu Meghan diantar ke rumah. Bukannya Meghan tidak bisa menolak kalau-kalau David ingin mampir, namun akan terlihat seperti Meghan tidak punya sopan santun. Meghan menunggu hingga mobil David pergi dan hilang dari pandangannya baru kemudian masuk ke rumah. Tere melongokkan kepala dari balik sofa tempatnya menonton Tv. "Pergi dengan bang David?" tanyanya dengan tangan merogoh plastik cemilannya.

"Kok tahu?" Alis Meghan terangkat. Ia menutup pintu di belakangnya lalu ikut duduk dengan Tere. Dilepasnya sepatu tingginya, sepatu itu ia singkirkan ke sudut sofa.

"Aku mendengar suaranya."

"Kenapa belum tidur?" Meghan menggeleng saat Tere menawarkan keripiknya. "Aku sudah kenyang."

"Tumben mau pergi dengan bang David?"

"Sedang ingin saja. Kau sudah makan?"

"Sudah." Tere sedang menonton drama korea, film yang tidak terlalu disukai Meghan. Meghan lebih senang mengikuti acara olahraga atau berita. Lebih bagus malah film kartun, menurutnya.

"Ini apa?" Meghan meraih amplop coklat di atas meja. Tadi ketika pergi ia tidak melihatnya di sana. Amplop itu ditutup rapi.

"Oh itu," Tere menjilati telunjuknya lebih dulu lalu melanjutkan. "Ada yang mengantarnya. Baru saja. Mungkin sekitar lima belas menit sebelum kakak datang.

"Kau mengenalnya?" Tere menggeleng. "Laki-laki atau perempuan?"

"Laki-laki," jawab Tere. "Tampan dan naik mobil mewah. Amplop itu untuk kakak. Buka saja mungkin di dalam ada petunjuk si pengirim."

Meghan menarik napas ketika membuka amlop tersebut dan melihat isinya. Jumlahnya lumayan banyak. Meghan mengambil kertas kecil yang diselipkan di antara uang-uang itu.

Hubungi aku jika jumlahnya kurang. Aku menyertakan alamatku, temui aku besok malam. Aku akan memberimu lebih dari itu. Kau tidak perlu merendahkan dirimu untuk jadi teman tidur semua pria demi mendapatkan uang. Kuyakinkan kau, cukup membuka kaki untukku kau takkan kekurangan uang. Kebetulan aku sedang mencari simpanan.

Zander

Meghan meremas kertas itu sambil membayangkan yang diremasnya penuh emosi adalah Zander. Berani-beraninya pria itu. Kepalan tangan Meghan menjadi merah karena sangkin kuatnya ia mengepal. Ia bangkit dari sofa, lalu berjalan ke arah pintu keluar.

"Kakak mau ke mana?"

"Ada seseorang yang ingin kutemui. Tidurlah lebih dulu."

"Sekarang sudah malam, kak. Besok pagi saja."

"Ini tidak bisa menunggu hingga besok. Tidak usah mencemaskanku. Aku akan baik-baik saja. Pergi lah tidur, besok kau harus kuliah."

"Apakah pengirim amplop itu yang akan kakak temui?"

Meghan tidak menjawab pertanyaan terakhir Tere. Meghan membuka pintu kemudian menutupnya cepat. Sendal yang ada di rak depan diambilnya asal. Dengan sigap ia memesan taksi. Amarah di dalam dadanya membludak seolah membakarnya. Zander menganggapnya wanita murahan. Tidur sekali dengannya bukan berarti pria itu punya hak melecehkannya dengan kata-kata memalukan seperti itu.

Wanita simpanan?

Apakah Meghan pernah memberinya indikasi seperti itu? Saat makan malam tadi Zander tidak bicara apa-apa dengannya, lalu kenapa tiba-tiba pria itu seakan sengaja membuatnya marah? Lagi pula Zander menginginkan perempuan lain. Perempuan yang diceritakannya saat makan malam tadi. Dasar lelaki hidung belang. Kesuksesan dan kekayaan membuanya arogan.

Meghan (Playstore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang