Bagian 5

10.6K 1.1K 29
                                    

Meghan bersenandung pelan sembari mengaduk cah kangkung yang sedang iamasak. Aroma masakan itu menguar ke udara, baunya harum. Meghan memejamkan mata dan menghirup aroma lezat masakannya. Warna kangkungnya juga menghijau sempurna. Meghan mengambil sedikit kuah kangkung itu untuk dicicipi. "Mmmhh," ia menjilat bibir lantas tersenyum. Sambal terasi dan ikan nila gorengnya pun sudah terhidang menggoda di atas meja makan.  Meghan puas dengan masakannya. Walau hanya hidangan sederhana, namun rasanya lezat.

Setelah selesai merapikan dapur dan mencuci piring kotor, Meghan bermaksud mandi. Meghan sudah berada di kamar mandi ketika bel berbunyi. Meghan tidak jadi membuka bajunya. Ia pergi membuka pintu. Betapa terkejutnya Meghan melihat siapa yang berada di teras rumanya.

"Zander?" Bibirnya melafalkan nama itu tanpa suara.

Zander rapi dengan kemeja dan celana bahannya. Pria itu menunduk sekali. ''Selamat siang," serunya dengan suara serak yang membuat Meghan hampir lupa bernapas. Meghan kembali diingatkan akan malam yang mereka lewati. Pipi Meghan berubah merah muda. Zander melirik Meghan dari atas ke bawah kemudian kembali ke atas. "Maaf aku mengganggu harimu. Aku hanya ingin tahu keadaanmu." Itu tidak sepenuhnya bohong. Zander memang ingin memastikan Meghan baik-baik saja.

Lama sebelum akhirnya Meghan menemukan suaranya, seolah pita suaranya tak mampu melafalkan sebait kata pun. Ia terlalu terpesona pada Zander. Zander bertubuh tinggi dan tegap. Wajahnya arogan namun tak menutupi ketampanannya yang sempurna. David juga tampan tapi Zander berbeda. Wajah Zander perpaduan antara iblis dan malaikat. Di satu sisi wajah Zander lembut dan menariknya untuk mempercayainya, dan terkadang sisi gelap pria itu terlihat seolah memberi Meghan peringatan untuk berhati-hati.

"Aku baik-baik saja." Meghan maju selangkah keluar rumah. "Seingatku aku tidak memberitahumu di mana aku tinggal." Untuk orang seperti Zander pasti tidak sulit baginya untuk tahu identitas seseorang. Yang Meghan tidak menyangka, lelaki itu mau repot-repot mencari alamatnya.

"Sekali lagi aku minta maaf." Bibir Zander mengaku bersalah, tapi tidak dengan matanya. "Aku bertanya pada seseorang dimana kau tinggal. Aku sudah bilang, aku ingin memastikan kau baik-baik saja. Tadi malam aku ketiduran. Setelah aku bangun kau sudah tidak ada."

Meghan mendapati tetangganya, ibu-ibu yang sering menggosip di komlpek itu berjalan melewati rumahnya. Dua wanita berusia awal empat puluhan tersebut berbisik satu-sama lain. Sejak kedua orangtuanya meninggal, kehidupannya dan Tere memang jadi lebih sering diperhatikan.

"Masuklah!" Meghan membuka pintu semakin lebar, ia lebih dulu masuk. Setelah Zander masuk, Meghan mengunci pintu. Terserah tetangga-tetangga itu ingin berkata apa. Meghan sudah terlalu lelah tanpa harus ditambah memikirkan gosipan orang-orang di kompleknya.

"Aku mencium aroma masakan.'' Zander mengendus-endus, berjalan santai semakin masuk ke dalam rumah.

"Aku baru selesai memasak." Meghan mendelik dengan sengaja. Apakah Zander bermaksud menumpang makan.

"Kebetulan," kata Zander dengan bibir tersenyum. "Aku belum makan siang."

Meghan mengikat rambutnya asal. "Aku tidak menawarimu makan. Duduklah! Aku akan membuatkanmu teh."

"Aku kelaparan, Meg." Zander melangkah ke dekat Meghan. Meghan tidak mau mundur. "Aku belum makan dari pagi." Hanya ada sedikit jarak di antara Zander dan Meghan. "Teh bisa menyusul."

Meghan bisa merasakan napas Zander di wajahnya. "Apa sebenarnya yang kau inginkan?" Zander tidak mungkin datang kalau hanya untuk berbasa-basi. Itu mustahil. Zander punya pekerjaan lain yang jauh lebih penting.

"Pertama-tama," ujarnya pelan, dengan santai meletakkan tangan di pinggang Meghan. "Perutku harus diisi sebelum kau yang kujadikan makanan! Dan untuk pertanyaanmu itu, bisa saja aku datang hanya untuk bersilahturahmi."

Meghan (Playstore)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang