BLAM!
Ledakan itu tidak mereka dengar, tapi akibatnya terasa sangat kuat. Membuat pesawat antariksa ATHENA terguncang hebat.
Stella, gadis genius berusia delapan belas tahun yang mengemudikannya, pasti terlempar dari kursi pilot, jika bukan karena sabuk pengaman yang dikenakannya.
Reza, rekannya, tidak seberuntung itu. Remaja bertubuh jangkung itu selalu bilang memakai sabuk pengaman di pesawat antariksa sama konyolnya dengan makan di lesehan memakai kursi.
Sambil berteriak ketakutan, dia terbang dari tempat duduknya. Betulan terbang karena di luar angkasa tidak ada gravitasi. Tubuhnya membentur langit-langit ruang kemudi sebelum melayang ke belakang.
"Reza," seru Stella cemas. "Kau baik-baik saja?"
Dia harus menunggu beberapa detik sebelum rekannya menjawab, "Tergantung apa menurutmu kepala benjol termasuk baik-baik saja?"
Stella tersenyum lega, "Jika masih bisa menggerutu seperti itu, berarti kau baik-baik saja."
"Itu pasti kau kutip dari buku kedokteran kuno abad dua satu," sungut Reza sambil melayang kembali ke kursinya. "Apa tadi itu? Kita ketabrak meteor?"
Stella mengawasi layar monitornya. Seketika senyumnya menghilang. "Lebih buruk..."
Reza melotot. "Apa yang lebih buruk dari ketabrak meteor di luar angkasa?"
"Gimana kalau ditembak meriam laser?"
Reza ternganga. "Meriam laser? Kau pasti bercanda!"
Baru saja Reza selesai mengatakan itu, ATHENA kembali terguncang. Untung dia sempat berpegangan di kursi sebelum terlempar kembali.
Bersamaan, lewat jendela ruang kemudi, remaja itu sempat menyaksikan berkas sinar merah menyilaukan menyambar di luar pesawat. Membelah kegelapan antariksa.
Reza langsung pucat pasi. "Oke, kau tidak bercanda!"
Stella membanting kemudi ke samping. Pesawat antariksa berukuran sedang itu langsung berbelok tajam. Tindakan yang tepat waktu, karena dua berkas sinar yang sama tiba-tiba menyambar sangat dekat.
"Dua berkas sinar!" teriak Reza ketakutan. "Itu berarti....."
Stella mengangguk. Pandangannya mengeras. "Begitulah. Ada dua pesawat tempur bersenjata berat mengikuti di belakang kita."
"Siapa mereka?"
"Berdasar identifikasi komputer, dua-duanya adalah pesawat pemburu yang sering dipakai teroris untuk melakukan serangan."
Reza menggeleng-gelengkan kepala. Dia sama-sekali tak mengira harus berurusan dengan situasi seperti ini. Tadinya remaja itu berpikir ajakan Stella untuk menemaninya berlibur ke planet luar adalah gagasan yang menyenangkan.
Keduanya adalah siswa Akademi Antariksa tapi beda jurusan. Stella mengambil jurusan mesin, sementara Reza memilih kedokteran. Mereka bersahabat baik sejak kecil. Orang tua mereka sama-sama orang berpengaruh di Federasi Antariksa.
Ayah Stella adalah pemilik Star Industry, perancang lebih dari separo wahana antariksa yang dipakai anggota Federasi Antariksa. Sementara Ibu Reza adalah Presiden Federasi Antariksa itu sendiri.
Setelah menginjak remaja, Reza menyadari bahwa dia mencintai gadis cantik yang tomboi itu. Tapi ia takut mengatakan perasaannya. Setelah sejak kecil terbiasa saling ejek dan saling cela, rasanya aneh kalau tiba-tiba dia bilang cinta.
Tapi melihat situasi sekarang, bisa jadi dia tak punya kesempatan lagi mengatakan cintanya pada Stella.
"Matahari basah!" umpat Stella saat satu tembakan laser berhasil menghantam ATHENA, membuatnya terguncang sekali lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
STELLA GADIS ANTARIKSA
Science FictionStella. Astronot. Genius. Selamat datang di abad 23. Bersama dua sahabatnya, Reza yang diam-diam mencintainya dan Cartini yang berotak komputer, mereka berpetualang melawan penganut bumi datar yang ingin menghancurkan seluruh alam semesta.