Ngga kok, ngga minum paramex malem ini 🙃
Ya paling.... ngebatin aja 🙃.
.
."Tante, apa kabar?" Jae memberi salam pada Jina, ibumu yang masih terkejut karena Jae berdiri di depan pintu apartemen kalian berdua sambil merangkulmu yang jelas terlihat begitu sembab karena menangis dengan kencang dan terlalu lama.
"Tante baik. Aduh Jae kamu ganteng banget sekarang ya, nak? Tante sering lihat kamu di tv loh. Lave, kamu ngga papa, nak?" Jina hanya bertanya singkat pada Jae karena ibumu itu tentu saja lebih khawatir padamu. Jina mengetahui semuanya, ia tau apa yang terjadi dari siaran berita gosib di televisi. Jina hanya mampu menghembuskan nafasnya begitu pasrah. Sepertinya memang bukan jalanmu untuk bersama dengan Bobby.
"Lave mau mandi ya, bu." Ucapmu singkat kemudian melangkah masuk ke dalam kamarmu. Baik Jae dan Jina mengamati punggungmu yang semakin menghilang. Mereka berdua tau bahwa kamu masih terpukul begitu hebat dengan kenyataan yang ada. Mungkin memang hanya waktu yang bisa menyembuhkanmu.
Jina menepuk lengan Jae terlebih dahulu kemudian tersenyum. Begitu pula dengan Jae yang balas tersenyum pelan. Dalam diam, Jae benar-benar merindukan sosok Jina sebagai ibu. Jina benar-benar sosok yang hangat sedari dulu Jae mengenalnya.
"Masuk yuk? Mau teh? Tante bikinin makan malem ya?" Tanpa jeda, Jae mengangguk senang. Tiba-tiba ia juga merindukan sosok sang ibu yang sudah di surga.
•••
Flashback start.Malam itu begitu dingin, seharusnya tidak membuat keringat bercucuran di pelipismu. Seharusnya begitu bukan? Tapi nyatanya kamu berkeringat karena menahan sengatan sakit yang ada di tanganmu. Jarum-jarum kecil itu menusuk sedikit demi sedikit membuat warna beragam terserap ke dalam kulitmu hingga membentuk sebuah gambar yang apik.
"Mau nyerah aja nih?" Jae menggodamu sambil bertopang dagu. Jae sudah selesai dengan tatto bulan berwarna biru di tangannya, sedangkan kamu baru setengah jalan menyelesaikan gambar matahari di tanganmu. Sepasang tatto pertama yang kalian dapatkan untuk merayakan satu tahun kalian sebagai sepasang kekasih.
Kamu bertemu dengan Jae saat kalian sama-sama memasuki hari pertama perkuliahan sebagai mahasiswa seni musik, dan akhirnya memutuskan untuk berpacaran pada semester ke 3. Jae lelaki hangat dan jenaka. Karena tubuhnya yang tinggi, ia sangat sering mengapit kepalamu ke dalam ketiaknya. Untung saja Jae memiliki aroma tubuh yang wangi.
"Diem gak?! Jahat!" Kalau saja sedang tidak ditatto, pasti Jae sudah habis di tanganmu. Lelaki itu kini tertawa begitu renyah kemudian kembali menatap padamu. Iya... meskipun kalian sudah berpacaran selama satu tahun, seperti pasangan pada umumnya, kalian selalu bertengkar dalam hal-hal kecil. Baik kamu dan Jae juga paham bahwa sering kali kalian berdua berbeda pendapat dan prinsip.
Contohnya saat berdebat mengenai tugas dosen yang menyebalkan bagimu, Jae akan memandang kamu terlalu berlebihan lalu akan berujung pada pertengkaran. Selalu seperti itu dan tidak pernah bertemu pada garis yang sama. Tapi baik kamu dan Jae berusaha untuk bisa memahami dan yakin bahwa mungkin suatu saat nanti, perbedaan itu justru akan mengisi celah di antara kalian berdua. Yah meskipun lama kelamaan membuat tekanan darahmu menjadi tinggi.
Satu jam kemudian tattomu selesai, kamu tersenyum puas begitu juga dengan Jae yang merangkulmu. Senyum lebar lelaki itu tidak terhindarkan, tentu saja ia bahagia karena bisa mengukir momen bersamamu. Bagi Jae, setiap detik yang kalian lalui adalah hal yang paling berharga di kehidupan kalian.
Pun kamu juga tersenyum pelan, tidak ada penyesalan sama sekali. Masa mudamu begitu indah bersama Park Jaehyung yang masih setia merangkulmu. Bolehkah kamu berharap untuk seperti ini selamanya? Meskipun kalian sering berbeda pendapat, tapi tidak bisa menampik bahwa Jae adalah sosok yang membuatmu nyaman. Park Jaehyung dan segala tingkah laku absurdnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Lavender • Bobby iKON ✔
Fanfic"Lave, you are purple and will always be my purple. So, let me be your purple too."