.
.
.
Detik jam terus berjalan, detik berganti menit, dan setiap menitnya Bobby masih berusaha untuk menekan bell pintu apartemenmu. Ia tau bahwa kamu ada di dalam sana, tentu saja Jae memberitahu lelaki itu. Bagaimana pun Jae tidak mau menjadi pihak yang jahat, ia tau Bobby sedang tidak baik-baik saja, begitu pula denganmu.
Kamu yang baru saja kehilangan ibumu dan terpaksa harus memulai hidup baru secara mendadak. Jae tau kamu selalu menangis setiap malam karena kehilangan dua orang yang berharga, yang selama ini selalu menggenggam tanganmu begitu erat. Ibumu dan Bobby. Jae tidak buta, ia tidak bisa melihatmu terus-terusan menangisi kehidupan.
Jae tau, kamu melepas Bobby, tapi tidak dengan hatimu. Biarlah Jae yang nantinya akan mendapat sumpah serapah darimu, atau bahkan bisa kembali menjadi orang asing seperti tahun-tahun kemarin setelah kalian berpisah. Biarlah... karena bagi Jae, ia hanya ingin kamu bahagia dan kebahagiaanmu adalah Bobby Kim, bukan orang lain selain ibumu yang tidak mungkin kembali padamu. Apa lagi Jae sendiri, bukan dia.
Bobby tidak menyerah. Ia terus menekan bell, sedangkan kamu menggigit ibu jarimu berfikir, kamu menahan tangisanmu kembali. Melihat Bobby di layar monitor ternyata tidak semudah pikiranmu yang selama ini selalu mencoba untuk mengabaikannya. Hatimu meronta kesakitan, hatimu ingin bertemu sang pemilik yang ada di balik pintu untuk memadu rindu.
Kamu mengusap wajahmu kemudian mengambil nafas dalam-dalam. Koridor apartemen pasti dingin, dan sudah cukup lama kamu membiarkan Bobby untuk menunggumu di depan pintu. Akhirnya tangan kananmu terulur untuk membuka pintu perlahan.
Pandangan Bobby langsung menegak saat pintu akhirnya terbuka. Bobby menangkap sosokmu yang mengintip dari balik pintu. Kamu masih sama, masih begitu mungil dengan rambut panjang yang kamu ikat menjadi satu. Bobhy merindukanmu, merindukan melihat dirimu yang kini di depannya menggunakan kemeja oversize dan celana jeans pendek.
Kamu masih sama, masih dengan kulit putih yang berhiaskan tattoo dan Bobby menyukai itu. Bobby suka apapun yang ada pada dirimu.
Kamu memandang Bobby, lelaki itu terlihat kurus. Rambut panjang yang seminggu lalu kamu lihat, kini sudah terpangkas rapih dan bahkan warna rambut Bobby kembali ke warna unguㅡ atau mungkin lavender? Entah lah, yang jelas Bobby kerap mewarnai rambutnya dengan warna itu.
"Ucil... maaf aku ngelanggar janji dan sekarang malah di depan kamu." Bobby membuka suaranya pelan sedangkan kamu masih mengintip di balik pintumu. Kamu melihat Bobby yang masih berdiri, dengan jelas terlihat telinga lelaki itu memerah dengan rahang yang mengatup menahan getaran. Pasti Bobby kedinginan, belum lagi memang di luar, angin sedang begitu kencang berhembus. Nampaknya hujan badai akan segera datang.
Akhirnya kamu melangkahkan kaki mundur dan membuka pintu lebar, "masuk. Kamu kedinginan."
Bobby membuka matanya lebar, entah kenapa ia tidak membayangkan bahwa kamu akhirnya memberikan akses untuk masuk. Bobby kira, kamu akan menolak dengan keras. Sedangkan kamu sendiri merasa percuma untuk menolak, tidak ada tenaga dan juga... kamu rindu.
Bobby masuk ke apartemen, pemandangan sangat berbeda dari sebelumnya. Semua perabotan dan dekorasi sudah tidak menghias, hanya tertinggal sofa, meja tamu, dan kompor di dapur sepanjang pengelihatan Bobby. Kamudian Bobby melihat sebuah box tanggung yang sedikit terbuka di ruang tengah. Menyadari arah pandang Bobby, kamu segera menutup box tersebut. Kamu tidak ingin Bobby membuka dokumen dan mengetahui bahwa besok kamu akan berhenti bekerja di perusahaan kalian.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Lavender • Bobby iKON ✔
Fanfic"Lave, you are purple and will always be my purple. So, let me be your purple too."