"Pedagang dari negara engkau telah datang kepada kami, dan kami telah mengirim mereka kembali dengan cara yang akan engkau tahu (maksudnya diperlakukan dengan baik-pen). Dan kami juga mengirim sekelompok pedagang ke negara engkau, supaya mereka dapat memperoleh barang-barang yang menakjubkan dari sana; dan untuk selanjutnya, segala pikiran buruk mudah-mudahan dapat hilang melalui peningkatan hubungan dan kesepakatan di antara kita, dan dorongan kedengkian dan perseteruan dapat dihilangkan,” demikianlah isi pesan Genghis Khan yang direkam dalam catatan sejarah Juvaini. Pesan itu hendak disampaikan kepada Sultan Khwarizmia, Muḥammad bin Tekish, atau biasa disebut Ala ad-Din Muhammad II.
Genghis Khan, setelah menerima pedagang dari Kesultanan Khwarizmia, berniat untuk membuka hubungan dagang yang lebih serius dengan mereka. Dia lalu mempersiapkan 450 pedagang dan pelayan untuk menemui Muhammad II. Karena bangsa Mongol sendiri tidak memiliki bakat untuk menjadi pedagang, orang-orang yang dipilih oleh Genghis Khan untuk menemui Muhammad II adalah para pedagang Muslim dan Hindu dari wilayah Uighur yang merupakan negara bawahan Kekaisaran Mongol. Pemimpin dari ekspedisi ini adalah seorang India.
Dalam versi lainnya, sebagaimana diungkapkan oleh François Pétis de la Croix, seorang penulis biografi abad ke-17 asal Prancis, isi pesan Genghis Khan berbunyi, “Aku memiliki keinginan terbesar untuk hidup damai dengan engkau. Aku akan menganggapmu seperti anak sendiri. Dari sisimu, mungkin engkau tidak mengetahui bahwa aku telah menaklukkan China Utara dan menundukkan semua suku di utara. Engkau tahu, bahwa negaraku adalah gerombolan semut prajurit, sebuah tambang perak, dan aku tidak membutuhkan dominasi lainnya lagi. Kita memiliki minat yang sama untuk membina hubungan dagang di antara rakyat kita.”
Pétis menggambarkan situasi pada masa itu, “…. Kaisar ini (Genghis Khan) tidak memiliki rasa takut terhadap siapapun, baik itu dari Timur, Barat, atau Bagian Utara Asia, berusaha keras untuk mengembangkan Persahabatan yang tulus dengan Raja Carizme (Khwarizmia). Karena itu, menjelang akhir tahun 1217 dia mengirim tiga Duta Besar kepadanya dengan membawa Hadiah…. untuk meminta…. bahwa Rakyat mereka dapat berdagang bersama dengan Aman, dan menemukan persatuan yang sempurna satu sama lain, bahwa Ketenangan dan Kesejahteraan adalah Berkat utama yang dapat diharapkan di semua Kerajaan.”
Demikianlah, akhirnya rombongan karavan pedagang dan utusan dari Mongolia ini berangkat menuju ke wilayah Kesultanan Khwarizmia. Ketika tiba di Otrar (sekarang terletak di selatan Kazakhstan), mereka diterima oleh Inalchuq, Gubernur provinsi tersebut. Inalchuq adalah keponakan Terken Khatun, ibu Sultan Muhammad II. Inalchuq saat ini telah memiliki gelar kehormatan Ghayir Khan (atau Qadir Khan). Kepala ekspedisi Mongol, orang India, adalah sahabat lama Inalchuq, dia menyapanya hanya dengan nama “Inalchuq” saja, tidak memanggil dengan gelar kehormatannya. Karena sudah memiliki jabatan dan kekuasaan, Inalchuq menjadi jengkel dan malu, namun pada saat yang bersamaan, dia juga memiliki hasrat terhadap barang-barang mewah yang dibawa oleh para utusan dan pedagang Mongol tersebut.
Inalchuq yang sombong dan arogan lalu menangkap mereka semua, dan menyita seluruh barang-barang mereka. Dia mengumumkan bahwa mereka semua akan dibunuh. Sebelum hukuman dijatuhkan, salah satu pedagang berhasil melarikan diri dari penjara, dia melarikan diri dengan tergesa-gesa, hendak menemui Genghis Khan, memberitahunya tentang apa yang menimpa teman-temannya. Dengan kejadian ini, Inalchuq yang berpikiran pendek, dan tidak mempunyai bayangan apapun tentang akibatnya, tengah menunggu bencana besar yang akan menimpa Kesultanan Khwarizmia.
Mendengar apa yang terjadi, Genghis Khan kemudian mengirim utusan lainnya untuk meminta agar sultan menghukum pejabat setempat atas tindakan cerobohnya. Namun bukannya merespon dengan baik, Muhammad II malah melakukan tindakan yang dramatis dan ofensif, dia membunuh beberapa utusan dan memutilasi wajah yang lainnya, dan mengirim mereka kembali kepada Genghis Khan. Hanya butuh beberapa minggu para utusan yang malang tersebut melintasi pandang rumput dan tiba di tempat Genghis Khan.
Juvaini menggambarkan kemarahan Genghis Khan, “Kabar ini mendatangkan akibat pada pikiran Khan, sehingga keadaannya yang tenang dan tenteram menguap, dan pusaran amarah menusukkan debu ke dalam mata kesabaran dan pengampunan, sementara api amarah membakar dengan nyala api yang mengusir air dari matanya, dan hanya bisa padam melalui pertumpahan darah.”
Dalam keadaan marah, merasa terhina, dan frustrasi, Genghis Khan sekali lagi menyepi ke puncak gunung Burkhan Khaldun, sebagaimana pernah dia lakukan sebelum menyerang Dinasti Jurchen Jin. Di sana dia membuka penutup kepalanya, mengarahkan wajahnya ke bumi dan selama tiga hari tiga malam mempersembahkan doa, sambil berkata, “Aku bukanlah yang memulai masalah ini, beri aku kekuatan untuk membalas dendam.” Setelahnya dia turun gunung, mengatur segalanya dan bersiap-siap untuk perang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mongol
Non-FictionBangsa Mongol adalah salah satu bangsa yang pernah menjadi penguasa Dunia. Kekuasaan yang membentang dari Semenanjung korea di timur hingga Kota Moscow di barat menjadi bukti kebesaran Kekaisaran Mongol. Pada Artikel kali ini saya akan membahas seja...