Sultan Jalal ad-Din Mingburnu sampai di seberang Sungai Indus dengan selamat. Jika sebelumnya Genghis Khan memberi pengampunan kepada Jalal ad-Din dengan membiarkannya menyeberang, maka hal itu tidak berlaku untuk para pengikutnya. Pasukan Jalal ad-Din yang mencoba mengikuti sultannya, dengan segera dihujani oleh tembakan panah tanpa ampun. Kebanyakan dari mereka tewas di tengah sungai. Sungai Indus memerah karena darah.
Untuk peristiwa selanjutnya, Juvaini menggambarkannya dengan dramatis, “Dengan cepat, seluruh pasukan Jalal ad-Din yang tidak tenggelam di sungai dibunuh dengan pedang. Istri dan anak-anaknya dibawa ke hadapan Genghis Khan. Dan bagi mereka yang laki-laki, hingga yang masih menyusui, dada kematian dimasukkan ke mulut dari Hawa (ibu) mereka, dan mereka diserahkan ke dalam pengurusan Ibnu Daya, demikianlah, mereka dilemparkan kepada gagak pemakan bangkai.”
Sebelum menyeberang, Jalal ad-Din sempat memerintahkan kepada para pengikutnya untuk membuang seluruh emas dan peraknya ke dalam Sungai Indus. Beberapa orang Mongol kemudian diperintahkan oleh Genghis Khan untuk menyelam, untuk mengambil sebanyak yang mereka bisa.
Peristiwa ini terjadi pada bulan Rajab tahun 618 H, atau bertepatan dengan Agustus-September tahun 1221 M. Jalal ad-Din berhasil membawa sekitar 4.000 pasukannya ke seberang Sungai Indus. Dia akan menghabiskan tiga tahun berikutnya untuk menetap di India. Setelah peristiwa penyeberangan ini, sepanjang sisa hidupnya, Jalal ad-Din tidak pernah menginjak tanah Khwarizmia lagi.
Namun Jalal ad-Din masih belum habis, semangatnya masih membara untuk berurusan dengan Mongol. Kepada kuda yang telah menyelamatkannya, sebagai bentuk terima kasih, Jalal ad-Din tidak pernah menungganginya lagi sampai kematiannya di dekat Tiflis pada tahun 1226.
Di tanah India, Jalal ad-Din sempat terlibat dalam negosiasi maupun peperangan dengan para penguasa lokal, termasuk dengan penguasa Sind, Naser al-Din Qubaca.[8] Jalal ad-Din juga sempat ke Delhi, untuk meminta bantuan Sultan Delhi, Sultan Iltutmish, namun dia menolaknya karena tidak ingin berurusan dengan Mongol. Faktor lainnya, dilaporkan bahwa dia masih loyal terhadap Khalifah Abbasiyah dan dia tidak menyukai karakter Jalal ad-Din yang dianggapnya secara arogan telah melecehkan Sang Khalifah.
Jalal ad-Din kemudian melakukan perang-perang kecil dengan suku-suku lokal di India sambil terus melakukan perekrutan pengikut. Hingga dia mendengar kabar, bahwa Giat al-Din Pirsah, adiknya sendiri, telah memantapkan diri menjadi penguasa di Persia Barat (sekarang di Irak). Namun penduduk di sana dikabarkan lebih menginginkan Jalal ad-Din yang memimpin mereka.
Setelah memastikan bahwa dirinya telah aman dari kejaran Mongol, Jalal ad-Din memutuskan untuk berangkat ke Persia, untuk mengambil alih posisi adiknya. Dia melewati Kerman (sekarang di Iran) pada tahun 1224, di sana dia mengukuhkan penguasa setempat, Qutlugh-khanid Baraq Ḥajeb (memerintah 1222-1235), untuk menjadi gubernurnya. Di Fars (sekarang di Iran), dia menikahi putri dari Saʿd I bin Zangi (memerintah 1198-1226), raja Dinasti Salghurid, yang menyatakan kesetiaannya terhadap Jalal ad-Din.
Sesampainya di Persia Barat, Jalal ad-Din mengambil alih posisi adiknya. Setelah menetap di sana, pasukannya sempat terlibat perang kecil dengan pasukan al-Nasir, Khalifah Abbasiyah. Pada tahun 1225, Jalal ad-Din menyerang Dinasti Eldiguzid (wilayah kekuasaan mereka mencakup sebagian Iran, sebagian besar Azerbaijan, dan sebagian kecil Armenia pada masa kini) dan menyingkirkan raja mereka, Muzaffar al-Din Uzbek bin Muhammad Jahan Pahlawan (memerintah tahun 1210-1225), di ibu kotanya di Tabriz (sekarang di Iran). Pada tahun 1226, Jalal ad-Din melanjutkan ekspansinya ke utara, dia menaklukkan kerajaan Kristen Georgia, menduduki ibu kotanya, Tbilisi, dan membantai penduduknya.
Dari Georgia, Jalal ad-Din melakukan perjalanan pulang dengan kecepatan tinggi menuju Kerman karena di sana terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Baraq Ḥajeb. Dari sana dia kemudian bertolak ke Anatolia timur, mengepung Ahlat, sebuah kota yang berada di barat laut Danau Van (sekarang berada di Turki). Pada waktu itu kota ini berada di bawah kekuasaan Dinasti Ayyubiyah. Namun di sini Jalal ad-Din mengalami kegagalan sehingga harus kembali pulang. Pada tahun 1227, Jalal ad-Din mereduksi kekuasaan Alamut di Persia Utara dan mengubah status mereka menjadi negara bawahan (vassal state).
Jalal ad-Din memperoleh keleluasaan untuk terus memperluas wilayah kekuasaannya karena pada waktu itu Mongol belum hadir di sebagian besar wilayah Persia. Selain itu, meskipun dekat dengan pusat kekuasaan Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, namun keluarga ini sedang mengalami penurunan kualitas kekuasaan dan kekuatannya. Sehingga, meskipun secara formal Abbasiyah masih dianggap sebagai khalifah bagi umat Muslim, namun faktanya, di luar Baghdad, hampir seluruhnya telah dikuasai oleh kerajaan-kerajaan yang berdiri sendiri. Keberadaan khalifah di Baghdad hanya sebatas sebagai pemimpin agama. Meski demikian, takdir Jalal ad-Din untuk bertemu kembali dengan Mongol akan segera terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mongol
Non-FictionBangsa Mongol adalah salah satu bangsa yang pernah menjadi penguasa Dunia. Kekuasaan yang membentang dari Semenanjung korea di timur hingga Kota Moscow di barat menjadi bukti kebesaran Kekaisaran Mongol. Pada Artikel kali ini saya akan membahas seja...