Demikianlah, penaklukkan kota-kota di Kesultanan Khwarizmia terus dilanjutkan. Bangsa Mongol menjanjikan keadilan bagi mereka yang menyerah, namun dia bersumpah akan menghancurkan siapapun yang melawan. Jika orang-orang menyerah, mereka akan menunjukkannya dengan sikap yang bersahabat terhadap orang-orang Mongol, biasanya dengan menawarkan makanan. Sebagai timbal balik, orang Mongol akan memperlakukan mereka seperti keluarga, dengan jaminan perlindungan dan hak-hak dasar tertentu.
Tawaran Genghis Khan terhadap kota yang hendak diserang sangat sederhana, tapi juga mengerikan. Misalnya seperti pesan yang dia sampaikan terhadap penduduk kota Nishapur, “Para pemimpin, orang-orang yang dituakan, dan seluruh penduduk, ketahuilah bahwa Tuhan telah memberiku kekaisaran bumi, dari timur hingga ke barat. Siapa pun yang tunduk akan selamat, tetapi bagi mereka yang melawan, akan dihancurkan bersama istri, anak-anak, dan keluarga mereka.”
Dokumen-dokumen sejarah dari masa itu juga menunjukkan rekaman dengan nada yang hampir serupa, salah satunya yang paling jelas ditemukan dalam catatan sejarah Armenia, yang mengutip pernyataan Genghis Khan, “Adalah kehendak Tuhan bahwa kami mengambil alih dunia dan memerintah,” untuk menegakkan hukum dan pajak Mongol, dan bagi mereka yang menolaknya, bangsa Mongol diwajibkan untuk, “Membunuh mereka dan menghancurkan tempat tinggal mereka, sehingga yang lainnya, yang mendengar dan menyaksikan, mestilah ketakutan dan tidak akan bertindak sama.”
Beberapa kota menyerah tanpa perlawanan. Yang lainnya ada yang melakukan perlawanan selama beberapa hari atau minggu, dan hanya mereka yang paling tangguh yang sanggup bertahan selama lebih dari beberapa bulan. Dalam kampanye kali ini, Genghis Khan telah belajar dari penaklukkan sebelumnya ketika menyerang kota-kota Dinasti Jurchen Jin di China Utara: Bukan hanya menaklukkan, tetapi bagaimana memperlakukan mereka sesudahnya, khususnya bagaimana menjarah isi kota dengan cara yang paling efisien.
Selain itu dia juga tidak ingin mengulangi kesalahan ketika menjarah kota Zhongdu (Beijing sekarang), ibu kota Jurchen Jin, di mana terjadi kekacauan, karena para prajurit sekutu menjarah untuk kantong mereka sendiri. Di Khwarizmia, dia memperkenalkan sistem baru yang lebih efisien, pertama-tama, sebelum memulai penjarahan, dia memerintahkan agar kota dikosongkan dari orang-orang dan hewan ternak. Dengan cara ini, pasukan Mongol dapat meminimalisir segala bahaya ketika menjarah.
Sebelum penjarahan dimulai, para prajurit Mongol selalu mengikuti prosedur yang sama terhadap kota yang sebelumnya melakukan perlawanan. Pertama, mereka membunuh para prajurit musuh. Bangsa Mongol, yang sepenuhnya terdiri dari pasukan kavaleri (penunggang kuda), menilai bahwa pasukan infanteri penjaga benteng kota tidak terlalu banyak berguna.
Namun yang lebih penting, orang Mongol tidak ingin meninggalkan pasukan musuh yang telah dikalahkan, sebab bisa saja ketika pasukan Mongol kembali setelah menaklukkan kota-kota yang lebih jauh, pasukan ini berulah kembali dengan melakukan perlawanan. Bangsa Mongol selalu menginginkan jalan pulang yang jelas dan terbuka menuju rumah mereka di Mongolia, sehingga mereka mesti memastikan jalan pulang yang bersih dan aman.
Setelah mengeksekusi para prajurit, para perwira Mongol akan menugaskan ahli administrasi untuk membagi-bagi penduduk berdasarkan profesi. Profesi-profesi yang dihargai oleh orang Mongol termasuk siapa saja yang bisa membaca dan menulis, dalam bahasa apa pun. Lalu ada juga juru tulis, dokter, astronom, hakim, peramal, insinyur, guru, imam, rabi, atau pendeta. Bangsa Mongol khususnya membutuhkan pedagang, peternak unta, dan orang-orang yang dapat berbicara dalam banyak bahasa, begitu pula pengrajin.
Para ahli profesi ini akan dipekerjakan oleh bangsa Mongol, karena orang Mongol sendiri tidak memiliki keahlian lain selain berperang, menggembala, dan berburu. Kekaisaran Mongol yang sedang berkembang membutuhkan pekerja-pekerja yang terampil pada hampir semua sektor pelayanan negara, mereka termasuk pandai besi, pembuat tembikar, tukang kayu, pembuat furnitur, penenun, pekerja kulit, ahli hukum, penambang, pembuat kertas, pembuat kaca, penjahit, ahli perhiasan, musisi, tukang cukur, penyanyi, penghibur, apoteker, dan juru masak.
Sementara itu, orang-orang “tidak berguna” yang tidak memiliki keahlian khusus biasanya akan dibawa ke medan perang berikutnya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar seperti membawa banyak barang dan menggali benteng, atau yang lebih ekstrem, mereka akan dijadikan tameng hidup, mengisi parit benteng sebagai pijakan bagi kuda-kuda Mongol, atau fungsi apa saja yang dapat memenangkan perang Mongol, tanpa terlalu mengindahkan nyawa mereka. Bagi mereka yang tidak dapat memenuhi syarat bahkan hanya untuk tugas-tugas seperti ini, dari sejak awal akan dibantai dan ditinggalkan begitu saja.
Dalam episode penaklukan Genghis Khan di Asia Tengah, ada satu kelompok yang menerima nasib paling buruk, yakni orang-orang kaya yang berkuasa, mereka semua akan dibantai tanpa ampun. Tidak seperti perang-perang di peradaban lainnya, meskipun sedang berperang satu sama lain, antara kelas bangsawan penguasa biasanya mereka tetap saling menghormati. Biarlah para prajurit yang bersimbah darah, ketika perang usai, kelas penguasa akan tetap diampuni dengan eksepsi-eksepsi tertentu, misalnya dengan penebusan.
Sayangnya bangsa Mongol tidak mengenal kode-kode kelas ksatria semacam ini. Sebaliknya, mereka berusaha untuk membunuh semua aristokrat bangsawan sesegera mungkin. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya perang pembalasan di masa depan oleh mereka. Dan Genghis Khan tidak pernah menerima aristokrat musuh untuk masuk ke dalam pasukannya, atau pun untuk mengabdi dalam kapasitas apa pun.
Pada awalnya Genghis Khan tidak selalu menjalankan kebijakan seperti ini. Ketika menaklukkan dinasti-dinasti seperti Jurchen Jin, Tangut, dan Kara Khitan, Genghis Khan seringkali menyelamatkan kelas penguasa, dan bahkan tetap membiarkan mereka menjadi penguasa, asalkan mereka mau mengakui Genghis Khan sebagai kaisar tertinggi. Namun ketika Genghis Khan dan pasukannya kembali ke Mongol, orang-orang itu mengkhianatinya dengan merencanakan pemberontakan.
Pada saat Genghis Khan tiba di negara-negara Muslim di Asia Tengah, dia telah memiliki pengalaman tentang loyalitas, keterikatan, dan nilai guna dari orang-orang kelas bangsawan ini, dia tidak ingin dikhianati seperti sebelumnya. Selain itu dalam kesadarannya yang peka terhadap keinginan penduduk, sejauh yang dia tahu, rakyat kebanyakan biasanya tidak terlalu mempedulikan akan nasib orang-orang kaya yang hidupnya sudah serba mudah.
Dengan membunuh para bangsawan, orang-orang Mongol pada dasarnya telah memutus sistem sosial musuh-musuh mereka dan meminimalkan perlawanan di masa depan. Beberapa kota bahkan tidak pernah cukup pulih untuk dapat bangkit kembali setelah kehilangan kelas penguasa mereka. Genghis Khan menginginkan orang-orang yang mengabdi di kekaisarannya dinilai berdasarkan kesetiaan mereka yang telah teruji. Gelar-gelar dan otoritas kekuasaan akan diberikan kemudian oleh Genghis Khan sesuai kebutuhan.
Bahkan, negara-negara sekutu yang menjadi negara bawahan (vassal state) Kekaisaran Mongol, raja-raja dan pangeran-pangerannya, untuk dapat mempertahankan gelar lama mereka, mesti atas persetujuan Genghis Khan. Giovanni Da Pian Del Carpini, utusan Paus Innosensius IV yang ditugaskan untuk menemui bangsa Mongol pada tahun 1245 hingga 1247, dalam laporannya seringkali mengeluhkan tindak-tanduk bangsa Mongol yang kurang menaruh rasa hormat terhadap orang-orang kelas bangsawan. Bahkan orang Mongol dengan peringkat yang paling rendah dapat berjalan seenaknya di depan raja dan ratu yang berkunjung dan berbicara dengan kasar kepada mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mongol
Non-FictionBangsa Mongol adalah salah satu bangsa yang pernah menjadi penguasa Dunia. Kekuasaan yang membentang dari Semenanjung korea di timur hingga Kota Moscow di barat menjadi bukti kebesaran Kekaisaran Mongol. Pada Artikel kali ini saya akan membahas seja...