Bangsa Mongol kembali muncul di Persia tengah pada tahun 1227, kali ini mereka datang tanpa kehadiran Genghis Khan, sebab dari sekitar tahun 1223 dia telah kembali ke Mongolia. Setelah pelarian Sultan Jalal ad-Din Mingburnu di Sungai Indus, Genghis Khan berkali-kali terus memerintahkan para jenderalnya untuk memburunya, namun usaha itu tidak membuahkan hasil.
Jalal ad-Din akan berhadapan kembali dengan mereka, tentunya dengan persiapan yang lebih matang. Menarik untuk dicermati, meskipun bangsa Mongol dikenal tega untuk membunuh manusia dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan kemudian menggunakannya untuk menciptakan teror, namun dalam catatan sejarah tidak pernah ditemukan bahwa mereka memiliki kegemaran untuk menyiksa, memutilasi, ataupun melukai. Bunuh ya bunuh saja, tanpa tedeng aling-aling.
Sebaliknya, pada perang-perang lain di masa itu, untuk menciptakan teror, penguasa lainnya seringkali ditemukan menggunakan taktik sederhana dan biadab melalui penyiksaan publik atau mutilasi yang mengerikan. Tidak terkecuali dengan Jalal ad-Din, dia adalah penguasa dari produk zaman yang sama. Entah karena dendam kesumat atau memang karena tren pada masa itu, dia juga melakukan hal yang mengerikan terhadap orang-orang Mongol.
Pada Agustus tahun 1228, Jalal al-Din bertempur dengan pasukan Mongol di dekat Isfahan (sekarang di Iran). Sebanyak 400 orang Mongol jatuh ke tangan Jalal al-Din, dan mereka tahu bahwa kematian akan segera menghampiri mereka. Para pemenang kemudian membawa para tawanan Mongol ke jalanan. Di hadapan penduduk kota mereka diikat di belakang kuda, lalu diseret sampai mati sekadar demi hiburan. Seluruh tawanan akhirnya mati dengan cara penyiksaan yang dipertontonkan di hadapan publik, mayat mereka kemudian diumpankan ke anjing.
Dalam catatan sejarah lainnya, di Parwan, Jalal al-Din bukan hanya pernah mempermalukan para tawanan Mongol, tetapi juga menyiksa mereka dengan cara yang keji. Jalal al-Din memerintahkan agar para tawanan Mongol otaknya ditusuk dengan paku melalui telinga mereka. Bagi orang Mongol, bagian kepala adalah tempat bersemayamnya jiwa, sehingga ia mesti diperlakukan dengan terhormat, meskipun telah mati. Karena penyiksaan ini, orang-orang Mongol tidak pernah memaafkan orang-orang “beradab” di Isfahan, dan pada akhirnya mereka akan membayar dengan harga yang setimpal.
Dalam pertempuran di dekat Isfahan, secara teknis pasukan Mongol lah yang memperoleh kemenangan, tetapi mereka juga kehilangan begitu banyak prajurit. Menang, tapi babak belur. Kali ini Jalal al-Din menunjukkan kelasnya sebagai panglima perang yang tangguh. Karena kehilangan banyak, pasukan Mongol akhirnya terpaksa menarik diri dari Persia dan kembali ke Transoxania.
Setelah berurusan dengan Mongol, Jalal ad-Din kembali memusatkan perhatiannya ke Ahlat setelah sebelumnya gagal. Jalal ad-Din berangan-angan ingin mendirikan kerajaannya sendiri di Anatolia (Asia Kecil, sekarang menjadi wilayah Turki di bagian benua Asia). Pada tahun 1230 pada akhirnya dia berhasil merebut kota itu.
Tetapi kemudian dia harus menghadapi kekuatan gabungan dari penguasa Ayyubiyah Diyarbakar al-Malek al-Asraf I Musa (memerintah 1229-1237) dan Sultan Rum Seljuk, Ala ad-Din Kayqubad bin Kaykavus (memerintah 1220-1237). Pada bulan Juli – 30 Agustus dia dikalahkan oleh mereka di Arzinjan (sekarang Erzincan, berada di timur laut Turki). Meski demikian, akhirnya mereka berdamai karena merasa menghadapi ancaman yang sama dari bangsa Mongol, dan Jalal ad-Din kembali ke Azerbaijan.
Bagaimanapun, pasukan Mongol yang baru datang kembali ke Persia, mereka datang dari utara, dengan dipimpin oleh Jenderal Chormaqan atas perintah Ogodei Khan (putra ketiga dan pengganti Genghis Khan). Kali ini pasukan Mongol terlampau kuat bagi Jalal ad-Din, dia terus-menerus harus melarikan diri dari kejaran mereka. Pertama dia lari ke barat, ke Ahlat, lalu ke Amida (kota kuno Mesopotamia, sekarang berada di provinsi Diyarbakir, Turki) dan Mayyafariqin (sekarang bernama Silvan, berada di provinsi Diyarbakir, Turki).
Dalam pelariannya Jalal ad-Din harus merekrut orang-orang baru untuk melawan Mongol, namun tidak banyak yang dia dapat. Sampai akhirnya, dia tewas secara misterius di desa Kurdi terdekat pada Agustus tahun 1231, mungkin dia dibunuh karena alasan balas dendam atau sekadar perampokan. Setelah kematian Jalal ad-Din, sisa pasukannya menetap di Anatolia dan Suriah. Untuk waktu yang cukup lama, mereka membentuk elemen etnis tersendiri.
Meskipun hidupnya berakhir dengan tragis, namun sejarah mencatat, Jalal ad-Din adalah satu-satunya penguasa di Timur Tengah yang keahlian militernya mampu menandingi pasukan Genghis Khan. Jika saja dia mampu membangun koalisi dengan para penguasa lokal di Persia, Irak, dan Anatolia, mungkin saja laju pasukan Mongol pada waktu itu dapat dihentikan. Namun perpecahan dan rasa iri di antara dinasti-dinasti Islam di Timur Tengah pada waktu itu tampaknya membuat angan-angan persatuan semacam itu menjadi mustahil. Dengan kematian Sultan Jalal ad-Din Mingburnu, garis keturunan Kesultanan Khwarizmia berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mongol
Non-FictionBangsa Mongol adalah salah satu bangsa yang pernah menjadi penguasa Dunia. Kekuasaan yang membentang dari Semenanjung korea di timur hingga Kota Moscow di barat menjadi bukti kebesaran Kekaisaran Mongol. Pada Artikel kali ini saya akan membahas seja...